Pages

Senin, 12 Februari 2018

Dana Punia Sarassamuscaya Sloka 174

Dana Punia Sarassamuscaya Sloka 174
Kitab Suci Weda
rigweda
arthavanarthsmarthibiyo na dadatyatra kogunah, ekaiva gatirarthasya danamanya vipattayah.





Kuneng, an wwangujar sang sugih maweh dana ring kasyasih, tan padon ika, apan kewala tunggal doning mas, danakena juga karih, len sangkerika donya, lara katiwasan ngaranika.

Artinya
Akan tetapi, jika menggembar-gemborkan orang yang kaya memberi sedekah kepada orang yang patut dikasihani, sebenarnya tiadalah gunanya itu, sebab hanya satu saja gunanya kekayaan, yaitu untuk disedekahkan, jika lain dari pada itu kegunaannya disebut menimbulkan duka kemiskinan.

Ulasan
Apa yang menjadikan pembicaraan bahwa apabila mereka memberikan sedekah dengan memberitahukan kepada orang lain itu tidaklah baik dilakukan, karena kalau sudah mau memberi dana punia atau sedekah hendaklah jangan diketahui orang banyal.

Oleh karena itu mepunia harus berdasarkan keikhlasan hati sehingga akan betdampak pada bagaimana kehidupan dalam masyarakat saat ini.

Jumat, 09 Februari 2018

Dana Punia Sarassamuscaya Sloka 172

Dana Punia (sedekah)
Sarassamuscaya Sloka 172

na danadduskarataram trisu lokesu vidyate, arse hi mahati trsna sa ca krcchrena labhyate.

Apan ring tribhuana, tan hana meweh kagawayanya, lena sangkeng dana, agong wi kang trsna ring artha, apan ulihning kasakitanikang artha katemu.

Artinya
Sebab di dunia tiga ini tidak ada yang lebih sulit dilakukan daripada berdanapunia (bersedekah), umumnya sangat besar terlekatnya hati kepada harta benda, karena dari usaha bersakit-sakitlah harta benda itu diperoleh.

Ulasan
Bahwa berdana punia merupakan bentuk yadnya yang seharusnya dilakukan setiap manusia yang lahir ke dunia ini, karena manusia lahir ke dunia masih mempunyai hutang yang harus dibayar. Oleh karena itu hendaklah berdana punia merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan oleh setiap manusia agar kehidupannya kelak lebih baik.

Demikian manfaat berdana punia agar sebagian hutang yang harus dibayar dapat mengurangi penderitaan hidup di masa lalu bisa terkurangi dan kehidupan mendatang akan lebih baik lagi.

Rabu, 07 Februari 2018

Dana Punia Sarassamuscaya Sloka 171

Danapunia
Sarassamuscaya Sloka 171

danena bhogi bhavati medhavi vrddhasevaya, ahinsaya ca dirghayurti prahurmanisinah.

Kuneng phalaning tyagadana, yawat katemung bhogopabhoga ring paraloka dlala, yapwan phalaning sewaka ring wwang kabayan, katemung mendhaguna, si yatnan kitatutur, kuneng phalaning ahingsa, si tan pamatimati, kadirghayusan, mangkana ling sang pandita.

Artinya
Maka hasil pemberian sedekah yang berlimpah-limpah, adalah diperolehnya pelbagai kenikmatan di dunia lain kelak; akan pahala pengabdian kepada orang tua-tua, adalah diperolehnya hikmah kebijaksanaan, yaitu tetap waspada dan sadar; adapun akibat ahingsa yaitu tidak melakukan perbuatan membunuh adalah usia panjang; demikian kata sang pandita (orang arif bijaksana).

Ulasan
Sesungguhnya bahwa apa yang telah diperbuatnya dalam brrdana punia memang merupakan sebuah ketetapan yang telah digariskan dalam tuntunan agama kepada umat. Sehingga dengam berdana punia mereka akan mendapatkan kenikmatan yang banyak di dunia kelak, karena pahala yang diberikan terhadap pengabdian kepada orang tua.

Oleh karena itu akan memperoleh hikmah kebijaksaan dalam hidupnya, sedangkan pahala yang diberikan tatkala tidak melakukan perbuatan membunuh adalah umur panjang. Semoga kesadaran akan berdana punia dan tidak melakukan perbutan membunuh dapat diimplementasikan dalam kehidupan, swaha.

Jumat, 02 Februari 2018

Upacara Amati Raga

UPACARA AMATIRAGA
Amati Raga




Merupakan suatu kebahagiaan yang luar biasa, umat Hindu di Provinsi Banten, pada hari  Kamis 23 Nopember 2017 telah melaksanakan Upacara Mediksa untuk sang Diksita Jero Mangku Gede Prof. Dr. I Wayan Ardana, M.Pd, M.Fil.H dan Istri Jero Mangku Ni Wayan Suadnyani, ST. Upacara Mediksa adalah Upacara Rsi Yadnya yang memiliki tujuan untuk menjadikan seorang Walaka (orang biasa) atau Jero Mangku Gede menjadi seorang Sulinggih (orang Suci). 

Upacara Mediksa memiliki tujuan mulia yaitu meningkatkan kesucian diri guna mencapai kesempurnaan sebagai manusia. Tahapan demi tahapan harus dilaksanakan yaitu Upacara   Ngaturang   Pejati   dan berkunjung ke tempat Calon Adi Guru (Nabe), Upacara Mepinton ke Tempat Calon Adi Guru, Upacara Sembah Pamitan, Upacara Nuwur Adi Guru (Nabe) dan Diksa Pariksa.  Yang menjadi Upacara inti Upacara Mediksa adalah Upacara Amati Raga.  Mesiram dan Upacara Mediksa dengan 16 rangkaiannya serta Upacara Ngelinggihang Weda sebagai syarat dalam kewenangan Ngeloka Palasraya.

Menjadi Sulinggih merupakan hal yang sangat membahagiakan dan Upacara Mediksa menjadi kewajiban untuk dilaksanakan bagi setiap Umat Hindu yang telah mampu baik secara mental maupun spiritual, sehingga ia akan mampu meningkatkan kesucian dirinya baik lahir maupun bathin. Mediksa bisa disebut juga Madwijati. Kata dwijati berasal dari bahasa sanskerta, dwi artinya 2 dan jati berasal dari akar kata ja yang artinya lahir. Secara sederhana dapat dikatakan Upacara Mediksa adalah Upacara Lahir yang kedua kali. Lahir pertama dari kandungan ibu dan kelahiran kedua dari kaki Sang Guru Suci yang disebut Nabe, jadi Upacara Mediksa ini bermakna seseorang yang dilahirkan kembali untuk dijadikan pemimpin suci bagi umat Hindu.


Dalam Kitab Suci Weda, Atharvaveda XI. 5. 3. menguraikan bahwa saat pelaksanaan diksa dvijati seorang Guru Nabe atau Acarya seakan-akan menempatkan murid (sisya) dalam badannya sendiri seperti seorang ibu mengandung bayinya, kemudian setelah melalui vrata murid dilahirkan sebagai orang yang sangat mulia (dvijati). Dengan demikian pelaksanaan diksa dvijati merupakan transisisi dari gelap menuju terang, dan avidya menuju vidya. Guru Nabe merupakan pembimbing moral sekaligus spiritual bagi sang murid.

Seseorang yang telah Madwijati sering kita sebut dengan Ida Pedanda, Pandita, Rsi, Sri Empu, atau Jero Dukuh, sebutan pendeta-pendeta Hindu di Bali. Gelar ini diperoleh setelah menjalani pendidikan spiritual yang cukup lama sampai mendapat pengakuan dari gurunya (Nabe) melalui suatu upacara penobatan serta telah mendapat persetujuan dari pemerintah dan Parisada Hindu Dharma Indonesia.



Setelah upacara penobatan atau diksa, atas anugerah gurunya, seorang Pandita mendapat wewenang untuk membuat Air Suci / Tirtha sendiri yang dapat menentukan kedudukan hukum seseorang dalam perkawinan, pengangkatan anak dan lain sebagainya. Seorang Pandita juga berkewajiban memberi jasa pelayanan kepada umatnya (Loka Palasraya). Disamping itu Sulinggih juga berkewajiban mempersembahkan pujaan (Meweda) setiap hari yaitu melakukan pemujaan kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Bhatara Surya (Surya Sewana), serta membantu umatnya dalam upacara pembakaran jenazah (Ngaben) dan juga dalam setiap perayaan Nyepi atau tahun Baru Caka.