Pages

Jumat, 15 April 2022

TERJADINYA PUNARBHAWA (SAMSARA)

 TERJADINYA PUNARBHAWA 

Telah diuraikan bahwa Punarbhawa (Samsara) saling jalin-menjalin dengan hukum Karma, yang meliputi; Karma, pahala, dan Waҫana (sisa atau bekas Karma). Punarbhawa; lahir kembali, Samsara; rentetan daripada kelahiran yang berulang kali, sebelum mencapai kebebasan yang mutlak (Moksa).

 


Selain dari itu ada suatu istilah : Awatara. Awatara berarti Perwujudan Sang Hyang Widdhi ke dunia dengan mengambil salah satu bentuk yang dengan perbuatan dan ajaran-ajarannya memberi tuntunan untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh kegelapan (Awidya).

 

Bhagawad Gita IV 7 :

“Kapan saja Dharma (kebenaran) mulai runtuh dan A-Dharma (kejahatan) mulai merajalela, Aku menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan Dharma (kebenaran).”

 

Dalam Purana dijelaskan adanya Dasa Awatara, yaitu Penjelmaan Wisnu ke dunia sebanyak 10 kali, namun Awatara yang kesepuluh belum turun. Adapun nama-nama kesepuluh Awatara tersebut adalah :

 

1.      Matsya                      : Ikan

2.      Kurma                       : Kura-kura, Penyu

3.      Waraha                     : Badak, Babi Besar

4.      Narasinga                 : Manusia Berkepalakan kepala Singa

5.      Wamana                    : Orang Kerdil, Cebol, Katek

6.      Paraҫurama             : Rama yang bersenjatakan Kampak

7.      Rama                         : Rama (Raghutama) dalam Ramayana

8.      Krishna                     : Krishna Putra Wasudewa,Raja Dwarawati

9.      Buddha                     : Putra Raja Ҫuddodhana dengan Dewi Mahamaya

10.  Kalki                          : Awatara yang akan datang

 

Kini mari kita bicarakan bagaimana proses terjadinya Punarbhawa menurut ajaran Agama Hindu (Hindu Dharma). Punarbhawa (Samsara) atau kelahiran ke dunia yang berulang kali ini disebabkan oleh terikatnya Atma (Jiwatma) oleh Maya, Awidya, kegelapan, kebodohan dan Hukum Karma.

Karma yang meliputi : pikiran, kata-kata, perbuatan jasmani, yang digerakkan oleh kehendak (keinginan) mempengaruhi raga Ҫarira (Badan Wadag) manusia yang terdiri dari Panca Mahabhuta dan mempengaruhi pula Suksma Ҫarira (Badan halus, rohani) yang terdiri dari : Buddhi, Manah, Ahamkara, Indriya dan Panca Tan Matra (benih tak terukur yang menjadikan Panca Mahabhuta). Pada kelahiran ke dunia ini sudah merupakan ikatan Karma dan Samsara.

Pada masa kehidupan ini mulai dari lahir sampai meninggal dunia maka telah tercatat (terekam) timbunan Karma baik dan buruk. Setelah meninggal dunia, badan wadag hancur kembali ke Panca Mahabhuta, sedangkan Suksma Ҫarira yang memuat rekaman Karma menerima pahalanya di alam Neraka maupun di alam Sorga, sesuai dengan Ҫubha A-Ҫubha Karma (baik-buruk perbuatannya).

 

Weda Smreti (Dharma Ҫastra) VI. 63 :

“Tentang perpisahan jiwa seseorang dari badannya ini serta tentang kelahiran dari pada rahim lain dan tentang pengembaraan Jiwa melalui sepuluh ribu juta penjelmaan.”

 

Weda Smreti (Dharma Ҫastra) VI. 64

“Tentang kesaktian yang dialami Jiwa dalam badan oleh tidak adanya kebajikan serta kebahagiaan abadi yang dinikmati yang disebabkan oleh tercapainya tujuan utamanya yang dihasilkan berkat kebijaksanaan rohaninya.”

 

Adapun menurut penjelasan tersebut bahwa Punarbhawa (Tumimbal Lahir) nya Atma (Jiwatma) ke dunia serta alam lainnya dapat berujud berbagai macam penjelmaan, apakah sebagai Dewa, Manusia, Binatang, Bhuta dan sebagainya, dimana dinyatakan ada sepuluh ribu juta jenis penjelmaan.

 

Setiap Suksma Ҫarira yang dihidupi oleh Atma sebelum mencapai kesucian yang mutlak, akan terus menerus mengalami Samsara dari satu kehidupan menuju kehidupan yang lainnya sesuai dengan tingkat Karmanya masing-masing.

 

Dalam Itihasa (Wiracarita) seperti Ramayana dan Mahabharata banyak dikisahkan mengenai Tumimbal Lahir atau penitisan, bahkan para Dewa pun turut lagi menjelma ke dunia menyempurnakan kesuciannya untuk dapat menikmati Moksa (Nirwana)

 

Mengenai alam tempat Punarbhawa banyak jenisnya. Ada Punarbhawa di alam Dewa, alam Manusia, alam Binatang (Bhuta dan sebagainya). Menurut ajaran filsafat Hindu ada tingkatan alam yang disebut Sapta Loka, terdiri dari pada :

  1. Bhur Loka
  2. Bhuwah Loka
  3. Swah Loka
  4. Tapa Loka
  5. Jana Loka
  6. Maha Loka
  7. Satya Loka

 

Sapta Loka itu sering disingkatkan saja menjadi Tri Loka :

  1. Bhur = Alam Bumi
  2. Bhuwah = Alam Atmosfir
  3. Swah = Alam Sinar, Swarga, Surga, Dewa

 

Singkatnya Atma (Jiwatma) atau Suksma Ҫarira, mengembara dengan Karma Wasana (sisa, bekas) Karma menuju alam yang sesuai dengan jenis Karmanya.

 

Demikian pula pakaian (badan) baru yang akan diperolehnya semua bergantung dari Karma; mungkinlahir sebagai manusia tetapi kalau Karmanya jelek akan lahir sebagai binatang.

 

Dengan keadaan ini, dapat kita lihat di masyarakat ada yang dilahirkan di tempat orang kaya, ada di tempat orang miskin, ada yang lahirnya tampan, bijaksana dan kaya, tetapi di pihak lain ada yang kelahirannya cacat, miskin, jelek, bodoh dan sebagainya.

 

Itu semua akibat dari pada hasil Karmanya sendiri di masa yang telah lalu. Memang Tuhan (Sang Hyang Widhi) yang menciptakan dunia beserta isinya, secara universal, adil dan cinta kasih, namun kemudian selanjutnya Karma mahluk itu sendirilah yang akan menentukan kehidupan berikutnya.

 

Berikut ini beberapa petikan dari Weda Smreti (Manawa Dharma Ҫastra) perlu kita renungkan pengertiannya sehubungan dengan Punarbhawa.

 

Weda Smreti XII.9

“Sebagai akibat dari pada dosanya yang dilakukan oleh badan, seseorang akan menjadi benda tak bernyawa kelak pada kelahirannya kemudian, sebagai akibat dosa yang dibuat oleh kata-kata menjadi burung atau binatang buas dan sebagai  akibat dosa yang dibuat oleh pikiran ia akan lahir ke kelahiran yang rendah.”

 

Weda Smreti XII.15 :

“Dari badannya lahir bermacam-macam untuk kelahiran yang terus-menerus memaksa aneka ragam mahluk untuk berbuat.”

 

Weda Smreti XII.40 :

“Mereka yang memiliki sifat-sifat yang satva akan mencapai alam Dewata, mereka yang memiliki sifat-sifat rajah mencapai alam manusia, dan mereka yang memiliki sifat-sifat tamah akan terbenam pada sifat-sifat alam binatang, itulah tiga jenis jalan perobahan.”

 

 

Weda Smreti XII.74 :

“Dengan mengulang perbuatan-perbuatan dosa yang mereka lakukan, mereka yang sedikit perngertiannya menderita siksaan hidup ini dalam berbagai macam kelahiran.”

 

Karena diri kita sendiri merupakan pusat terjadinya Punarbhawa (Samsara), maka hendaknya dalam kesempatan hidup sebagai manusia ini kita gunakan benar-benar untuk melaksanakan ajaran Dharma, kesempurnaan serta kesucian, supaya dapat tahap demi tahap menuju kesempurnaan serta tujuan terakhir, yaitu Moksa (kebahagiaan yang kekal abadi).

Selanjutnya pada Weda Smreti (Manawa Dharma Ҫastra) Bab IV. 239 s/d 242.

 

Weda Smreti (Manawa Dharma Ҫastra) IV. 239.

"Karena di dunia sana, bukannya ayah, tidak pula ibu, tidak pula istri, bukannya anak-anak, bukan pula sanak keluarga yang tinggal sebagai kawan-kawannya. Kebajikan-kebajikan Spiritual sajalah yang tinggal bersama dirinya.”

 

Weda Smreti (Manawa Dharma Ҫastra) IV. 240.

“Sendirianlah seseorang itu lahir, sendirian pulalah ia meninggal, sendirianlah ia menikmati pahala perbuatan baiknya dan sendirian pulalah ia menerima hukuman dosa-dosanya.”

 

Weda Smreti (Manawa Dharma Ҫastra) IV. 241.

“Meninggalkan badan wadagnya di bumi sebagai sepotong kayu atau segumpal tanah sanak keluarga meninggalkan dengan muka berpaling, maka hanya kebajikan-kebajikan spiritual yang terus mengikuti jiwa.”

 

Weda Smreti (Manawa Dharma Ҫastra) IV 242.

“Oleh karena itulah hendaknya ia sedikit demi sedikit mengumpulkan kebajikan-kebajikan spiritual untuk nantinya menjadi kawannya setelah meninggal, karena dengan kebajikan sebagai kawannya ia akan bisa menembus kegelapan yang sukar ditempuh dalam perjalanan ke dunia berikutnya.”

 

Demikianlah isi pustaka suci tersebut untuk direnungkan bersama serta melaksanakan amanat-amanat penting yang tercantum di dalamnya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih atas kunjungan dan kesan yang telah disampaikan