OM. SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA, AM, UM, OM

PRAKATA

Selamat Datang

Semangat Hindu merupakan blog bersama umat Hindu untuk berbagi berita Hindu dan cerita singkat. Informasi kegiatan umat Hindu ini akan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan.
Semangat Hindu semangat kita bersama.

Bersama Semangat Hindu kita berbagi berita dan cerita, info kegiatan, bakti sosial dan kepedulian, serta kegiatan keagamaan seperti ; pujawali, Kasadha, Kaharingan, Nyepi, Upacara Tiwah, Ngaben, Vijaya Dhasami dan lain sebagainya.

Marilah Berbagi Berita, Cerita, Informasi, Artikel Singkat. Bagi yang mempunyai Web/Blog, dengan tautan URL maka dapat meningkatkan SEO Web/ blog Anda.

Terima Kasih
Admin

RANBB

---#### Mohon Klik Share untuk mendukung blog ini ####---

Senin, 15 April 2024

Ajaran Hindu Dharma Kesadaran Diri Yang Sejati

 Ajaran Hindu Dharma Kesadaran Diri Yang Sejati

Ajaran Hindu Dharma Kesadaran Diri Yang Sejati

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 

Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Ajaran Hindu Dharma Kesadaran Diri Yang Sejati

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Tujuan hidup tertinggi dalam ajaran Hindu Dharma adalah menyadari kenyataan diri yang sejati  [Atma Jnana], sehingga Atma dapat terbebas dari siklus samsara dan mencapai Moksha.

Guna mencapai Moksha sangatlah perlu menyadari tentang kenikmatan indriya, mencari keuntungan, harta kekayaan, serta mengejar bentuk-bentuk fisik dan materi lainnya. Hal inilah yang telah mengundang banyak manusia enggan melaksanakan dharma dan malah bahkan menciptakan berbagai karma buruk.

Berbagai karma buruk ini justru mengakibatkan kelak dikemudian hari membawa kesengsaraan.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Lahir dan hidup sebagai manusia itu penuh dengan dinamika. Hidup selalu berada dalam dinamika naik-turun dengan berbagai dualitas; kebahagiaan dan kesengsaraan, kesenangan dan kesedihan, serta ada baik ada pula yang buruk.

Dengan kata lain, sebagai manusia  untuk segera ”sadar”, karena kita dikelilingi oleh berbagai lubang perangkap kehidupan yang akan menjadi karma buruk. Jika kita salah melangkah, cepat atau lambat kita akan terbawa masuk ke dalam jurang kesengsaraan.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Di dalam Rig Veda V.12.5 disebutkan sebagai berikut :

Adhursata svayam ete vacobhir

Rjuyate vrjinani bruvantah

Artinya :

Orang-orang yang tidak berjalan lurus [tidak melaksanakan ajaran dharma], akan mengalami kehancuran semata karena perbuatan-perbuatan [karma buruk] mereka sendiri.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Selama kita hidup mengarungi samsara [siklus kelahiran-kematian yang berulang-ulang], melewati berjuta-juta kehidupan, kita tidak punya sumber keselamatan lain selain melaksanakan ajaran dharma.

Tekun dan tulus melaksanakan ajaran dharma akan menjadi pelindung utama yang menyelamatkan perjalanan kita dalam roda samsara.

Di alam semesta ini berlaku hukum karma, ada akibat karena ada sebab. Hukum Karma menjelaskan bahwa diri kita sendirilah yang menentukan garis nasib kita. Jika dalam kehidupan sebelumnya kita banyak membuat karma buruk, maka hidup kita disaat ini akan berat dan sengsara. Jika dalam kehidupan sebelumnya kita banyak membuat karma baik, maka hidup kita disaat ini akan banyak kemudahan dan bahagia.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Disinilah pentingnya terus-menerus melakukan kebaikan, kebaikan dan kebaikan atau melaksanakan Dharma, karena karma baik akan membantu meringankan karma buruk kita.

Bila sifat-sifat dharma tersebut terus-menerus diperkuat dan dikembangkan pada kehidupan saat ini, hal itu akan semakin kuat dan menonjol pada kehidupan kita selanjutnya.

Melaksanakan dharma tidak saja merupakan satu-satunya sumber keselamatan kita dalam siklus kehidupan dan kematian [roda samsara], tapi juga sekaligus adalah landasan dasar yang sangat menentukan di dalam upaya sadhana untuk memurnikan pikiran [citta-suddhi] dan melenyapkan ke-aku-an [nirahamkarah], dalam rangka upaya mencapai Moksha atau pembebasan sempurna.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Tekun melaksanakan ajaran dharma, tidak saja akan menjadi penjaga, pelindung dan pembimbing kita yang abadi dalam mengarungi roda samsara, tapi juga akan menjadi pondasi dasar pikiran bersih dan kesadaran terang bagi setiap aktifitas religius kita.

Ketika kita sembahyang atau japa mantra pikiran kita jadi lebih mudah terhubung dengan vibrasi kemahasucian dari alam-alam luhur, ketika kita meditasi kita menjadi lebih mudah mencapai samadhi, ketika kita mempelajari dharma kita akan lebih mudah paham dan mengerti, ketika kita melaksanakan kerja kita akan berbahagia melaksanakan svadharma [tugas kehidupan] kita.

Karena kesucian hanya bisa terhubung dengan kesucian. Itulah sebabnya juga disebut "gerbang depan" atau titik berangkat yang terpenting untuk memasuki dunia spiritual yang mendalam.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Dalam kehidupan sebagai manusia ini, adalah merupakan suatu kebodohan [avidya] untuk membuang-buang energi kita dalam kesedihan, dalam kemarahan, dalam dendam, dalam kebencian, dalam sakit hati, dalam iri hati, dalam kecemburuan, dalam ketidakpuasan, dalam keserakahan, dalam kesombongan, atau dalampengumbaran hawa nafsu.

Lebih baik kita melakukan sesuatu dengan energi kita yang akan membawa kita menuju dimensi kesadaran yang lebih tinggi. Gunakanlah energi kita untuk melaksanakan kebaikan, untuk menolong mahluk lain, untuk melaksanakan praktek meditasi, untuk rajin sembahyang, untuk melaksanakan dharma, untuk membersihkan diri dengan cara melukat.

Umat Sedharma yang berbahagia;

Dalam perjalanan kehidupan ini manusia itu “svatantra katah”, yaitu mahluk yang sepenuhnya bebas, memiliki kehendak bebas dan sekaligus bertanggung jawab atas semua pilihan perbuatannya sendiri.

Diri kita sendiri-lah yang sepenuhnya merancang dan menentukan jalan kehidupan kita sendiri. Kita memiliki peluang yang sangat besar untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup.

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om...

 

 

Sabtu, 13 April 2024

Bagaimana Hindu memahami Agamanya

 Bagaimana Hindu memahami Agamanya

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 

Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Bagaimana Hindu memahami Agamanya.

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dilihat dari kata agama itu berasal dari kata Sanskerta A dan Gam. A artinya tidak dan Gam artinya pergi. (Dalam bahasa Inggris Gam=Go, dalam bahasa Belanda Ga, yang artinya sama juga yaitu “pergi”

 

Jadi kata Agama berarti “tidak pergi”, “tetap di tempat”, “Langgeng” diwariskan secara turun temurun. Inilah arti istilah kata Agama.

 

Dalam agama Hindu kita memahami agama sebagai arti dalam jiwa kerohaniannya agama bagi kita adalah Dharma dan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan (way of life) manusia.

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Agama adalah kepercayaan hidup pada ajaran-ajaran suci yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi, yang kekal abadi. Dan agama Hindu ini diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi yang diturunkan ke dunia, dan pertama kalinya berkembang di sekitar sungai suci Sindhu.

 

Tujuan agama Hindu ini adalah untuk mencapai kedamaian rohani dan kesejahteraan hidup jasmani. Di dalam pustaka suci Weda tersebut “ Mokshartham Jagadhita Ya Ca iti Dharma” yang artinya Dharma atau agama itu ialah untuk mencapai moksa (Moksartham) dan mencapai kesejahteraan hidup mahluk (Jagadhita).

 

Moksa juga disebut “mukti” artinya mencapai kebebasan Jiwatman atau kebahagiaan rohani yang langgeng.

 

“Jagadhita” juga disebut dengan istilah “bhukti” yaitu membina “Abhyudaya” atau kemakmuran kehidupan masyarakat dan Negara.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

Dalam agama Hindu ada 3 bagian utama yang menjadi dasar dari agama Hindu, yang merupakan intisari dari pustaka suci Weda yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yaitu : Tattwa (Filsafat), Susila (ethika) dan Upacara (ritual).

 

Sehingga ritual merupakan inti dari agama Hindu dimanapun berada, yang disesuaikan dengan local genius (kebiasaan adat setempat).

 

Ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain. Jika filsafat agama saja yang diketahui tanpa melaksanakan ajaran-ajaran susila dan upacara, tidaklah sempurna.

 

Demikian juga jika hanya melakukan upacara saja tanpa dasar-dasar filsafat dan ethika, percuma pulalah upacara itu, bagaimanapun besarnya.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

Memahami tattwa menjadi sangat penting bagi pemeluk agama Hindu, salah satunya mengenai Filsafat Panca Sradha. Ini adalah kepercayaan, keyakinan agama Hindu yang ada 5 bagian. Panca itu Lima, Sradha adalah kepercayaan yaitu :

 

1.   Percaya adanya Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)

2.   Percaya adanya Atma (Roh leluhur)

3.   Percaya adanya Hukum Karma Phala

4.   Percaya adanya Samsara (Punarbhawa)

5.   Percaya adanya Moksa

 

Sang Hyang Widhi adalah Ia Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, Pemrelina segala yang ada di alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha Esa. Agama Hindu percaya ke-Esa-an Tuhan sesuai dengan pustaka suci Weda .

 

“Ekam Eva Adwityam Brahman” . yang artinya “Hanya satu (Ekam Eva) tidak ada duanya (Adwityam) Hyang Widhi (Brahman) itu”

 

Selaian itu kita mengenal “Eko Narayana Na Dwityo Sti Kaccit” artinya “Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya”

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

Hindu percaya pada ke-Esa-an Tuhan, Tuhan itu hanya satu dan Maha Kuasa, sehingga memiliki kemahakuasaan yang berbeda-beda.

Dalam lontar Sutasoma disebutkan “Bhineka Tunggal Ika, tan hana Dharma Mangrwa” artinya “Berbeda-beda tetapi satu, tidak ada Dharma yang dua” juga dikatakan “Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti” artinya “Hanya satu (Ekam) Sang Hyang Widhi (Sat=hakekat), hanya orang bijaksana (Viprah) menyebutkan (Wadanti) dengan banyak nama (bahuda).

 

Sifat-sifat Sang Hyang Widhi yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan tiada terbatas sedangkan kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas adanya.

 

Maha Rsi-Maha Rsi kita tidak hanya mampu memberi sebutan dengan banyak nama menurut fungsinya. Dan yang paling utama adalah Tri Sakti, yaitu Brahma, Wisnu, Siwa.

 

·         Brahma ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai Pencipta dalam bahasa Sanskerta disebut Uttpeti

 

·         Wisnu ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai Pelindung, pemelihara dengan segala kasih sayangnya. Pelindung dalam bahasa Sanskerta disebut Sthiti.

 

·         Ciwa ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralina) dunia serta isinya dan mengembalikan dalam peredarannya ke asal. Dalam bahasa Kawinya diistilahkan dengan “Sangkan Paran” (Kembali ke asal)

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

Agama Hindu mengajarkan adanya tiga cara untuk mengetahui sesuatu yang disebut Tri Pramana yaitu Pratyaksa Pramana, Anumana Pramana dan Agama Pramana.

 

Tri Pramana memiliki arti dengan cara melihat langsung (Pratyaksa), dengan cara mengambil kesimpulan dari suatu analisa (Anumana) dan dengan mempercayai pemberitahuan orang-orang suci yang tidak pernah bohong (Agama).

 

Demikian juga mengenai Sang Hyang Widhi. Hanya orang-orang yang sangat suci yang mengetahui Sang Hyang Widhi dengan melihat langsung, dengan cara Pratyaksa.

 

Kita percaya bahwa kita seluruh alam ini, ada. Tentu ada yang menciptakan yaitu Sang Hyang Widhi. Dan kita percaya bahwa kita akan mati tentu ada tempat bagi Atman kita yang telah lepas dari badan. Inipun adalah Sang Hyang Widhi. Kita contohkan dengan seekor kumbang.

 

Kumbang itu hinggap ke suatu bunga dan dari sana ke bunga yang lain. Pada kakinya penuh bulu tersangkut benang-benang sari bunga yang nantinya menyebabkan perkawinan antara bunga-bunga itu.

Nah siapakah yang membuat kaki kumbang itu berbulu yang gunanya justru untuk melekatnya benang-benang sari bunga itu ? Tentu Sang Hyang Widhi. Cara Agama Pramana adalah hanya dengan cara mempercayai isi pustaka suci kita.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om...

 

Jumat, 12 April 2024

Dharma Wacana ; Banten Arcanam dan Nyasa

 Banten Arcanam dan Nyasa

 

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 

Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Banten Arcanam dan Nyasa

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Banten, Babali, adalah salah satu unsur sadhana bhakti, dalam persembahan dan pemujaan atau yajna yang dilaksanakan oleh masyarakat umat Hindu. Bahkan banten, Babali itu sendiri tergolong juga Dewa wigraha (Arcanam), dan Nyasa (simbul-simbul keagamaan Hindu).

 

Seperti porosan, porosan sebagai pelengkap suatu upakara, memiliki ajaran konsep Nyasa, filsafat dan ajaran tattwa yang basic dan konseptual dengan ajaran Siwasidhanta, yang kita anut di Bali, disamping konsep ajaran filsafat dan tattwa, yang lainnya, seperti Budha Mahayana, sehingga oleh para ahli agama Hindu yang kita anut di Bali, sering kita sebut Siwa Budha.


Unsur-unsur porosan, yang terdiri dari kamben porosan, base, buah, dan pamor itu, adalah nyasa prabhawa Hyang Widhi dalam wujud Dewa Trimurthi.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Buah, yang berwama merah, nyasa Dewa Brahma, sebagai prabhawa utpthi, (pencipta). Base, berwarna hijau, adalah nyasa Dewa Wisnu sebagai prabhawa stithi, (pemelihara, Pembina, dan Pengayo).

 

Sedangkan pamor, yang berwarna putih, adalah sebagai nyasa Dewa Siwa sebagai prabhawa Hyang Widhi, dalam wujud sebagai pelebur atau pamralina.

 

Belum lagi pengungkapan aspek filsafat, tattwa dan nyasa beberapa bentuk dan jenis banten, seperti pabangkit, gayah utuh, sampai telah ditingkatkan menjadi Sate Tegeh, Sate Wayang atau Sate Bingin, yang merupakan nyasa Durgha Dewi, shakti Dewa Siwa itu.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Demikian pula halnya pula gembal, sampai telah ditingkatkan wujudnya menjadi sarad, yang merupakan nyasa Dewa Ganesya (Gana+lsa), putra Dewa Siwa dengan Parwati Dewi, (dasanama lain) Uma Dewi.

 

Dewa Ganesya, atau di Bali lebih dikenal sebagai Bhatara Gana, adalah juga abhiseka Dewa Awighnesura, yang berarti; Dewa Raja Rintangan atau Dewa Penghalang Rintangan.


Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Demikian pula tidak akan mungkin kita membicarakan aspek-aspek ajaran filsafat, tattwa dan nyasa eteh-eteh tatandingan Daksina, Bagia Pulakerti, yang kedua bentuk dan jenis banten itu me-nyasa-kan alam raya (isi Bhwana Agung) ini.

 

Termasuk plawa peselan, plawa munggah ring sanggar tawang, yang dalam upaweda merupakan pancavrikshu, (lima tumbuh-turnbuhan sorga), dari indraloka, yang ditanam di taman Nandhane, Taman Dewa Indra di indraloka yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan suci, seperti ; (1) Mandara, (2) Kalpa Vriksha, (3) Parijataka, (4) Hari-Chendanaka, dan Bodi, (di Bali, sering diganti dengan ancak).

 

Lalu bagaimana kisah Panca Vriksha itu sampai tumbuh di Madyapada atau dunia ini, menurut sumber Upaweda.

 

Dan kenapa Panca Vriksha selalu digunakan khusus sebagai Plawa Sanggar Tawang, Sanggar Tutuan atau Sanggar Surya, Panggunga, yang menurut tradisi Bali, di samping yang pokok mempergunakan (1) Bingin, (2) Ancak, tiga jenis plawa lainnya, sebagai pengganti, biasa digunakan (3) Uduh, (4) Peji dan (5) Biyu Lalung.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Di samping kelima tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai plawa Sanggar Tawang, Sanggar Tutuan atau Sanggar Surya dan panggungan merupakan nyasa sorga, juga sebagai tuntunan ajaran tata susila, yang pengungkapannya secara kirata basa, yakni dimana dipasang plawa uduh, irika patut kapituduhang ngunggahang banten (upakara).

 

Dimana dipasang plawa peji, yang sampun ngunggahang banten, punika sane kapuji.

 

Sedangkan plawa biyu lalung, pisang adalah juga disebut salah satu species tumbuh-tumbuhan atau buah sorga, yang dalam beberapa lontar Mpu Lutuk dan Prembon Babantenan, sebagai nyasa tateken atau Tungked Bathara Surya.

Selain dari itu, banten juga merupakan nyasa paragan Widhi, atau nyasa wujud fisik Widhi (Brahman), seperti yang dikemukakan dalam Lontar Medang Kemulan, yang petikannya sebagai berikut:

 

Umat Sedharma yang berbahagia;



" ... saha widhiwidhananya, tekeng taledan awang sasayut, marage dewa sami, tekeng wawangunan.Bantene ring sanggar tawang, ring aryane pinaka ulunin bhatara, tekeng bahu sasana ring tutuan, pinaka hasta karo, babantene ring arepan widhine pinaka, anggan bhatara, carune pinaka wamun, bhatara tekeng gigir awang ampolan, sane ring panggungan, pinaka sukun bhatara, sane ring paselang, pinaka dlamakan bhatara, sakwehing jajaitan, pinaka carman bhatara......



Berdasarkan petikan lontar Medang Kemulan yang telah dikemukakan sesuai dengan opini atau pendapat umum dikalangan masyarakat umat Hindu di Bali, sangat keliru, bahwa semua banten itu adalah merupakan rayunan Widhi, Seperti telah dikemukakan, berbagai bentuk dan jenis banten (upakara) adalah memiliki konsep ajaran filsafat, tattwa dan berbagai aspek nyasa.

 

Bahkan ada yang merupakan tuntunan ajaran yang bersifat petunjuk kepatutan ngunggahang banten (ingat plawa peji dan uduh). Termasuk merupakan sedana dan sarana doa, (ingat data upacara Pakerab Kambe atau Masakapan, saat dilakukan upacara Makalakalan, aed terakhir kedua mempelai menanam kunyit-endong di belakang sanggah kemulan atau pamrajan kamimitan, itu adalah penyampaian doa secara kiratabasa, (mara ngajengit apang suba ngelandong).


Ingat dan bandingkan pula dengan upacara mantenan padi di lumbung, yang eteh-eteh bantennya, berisi don dindingai, don tebel-tebel, dan kayu padi, yang semuanya merupakan doa yang dikemukakan secara kiratabasa.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om...

 

Selasa, 09 Januari 2024

Hari Raya Siwaratri; Purwaning Tilem Kapitu

 Hari Raya Siwaratri

 

Om Swastiastu;

Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ; semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

 

Pinandita Lanang Istri yang sudah disucikan yang saya hormati

Yang saya hormati; Sesepuh dan Penasehat Banjar

Yang saya hormati; Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug

Yang saya hormati; ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug

Dan Umat Sedharma yang berbahagia.

 

Pada hari ini saya ……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Hari Raya Siwaratri

 

Pertama-tama saya menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Hari ini Purwaning Tilem Kapitu atau Panglong 14 Tilem Kepitu yang datang setahun sekali kita melaksanakan Malam Ciwa, Malam Penebusan Dosa, dan Malam Pemujaan terhadap Ciwa.

 

Seperti kita ketahui hari ini adalah Hari Suci Siwaratri. Hari Suci Siwaratri diperingati sebagai hari permohonan kekuatan pengendalian diri kehadapan Sang Hyang Siwa, merupakan hari malam Siwa atau Siwaratri.

 

Kata Siwa berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya Baik Hati, Suka Memaafkan, Memberi Harapan, dan Membahagiakan.

 

Dalam hal ini kata Siwa adalah sebuah gelar atau nama kehormatan untuk salah satu manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diberi nama Dewa Siwa, dalam fungsi Beliau sebagai pamrelina atau pelebur segala yang patut dilebur untuk mencapai kesucian atau kesadaran diri yang memberikan harapan untuk bahagia.

 

Kata Ratri artinya Malam, Malam disini juga dimaksudkan kegelapan.

 

Jadi Siwaratri artinya malam untuk melebur atau mem-prelina (melenyapkan) kegelapan hati menuju jalan yang terang.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dalam Catur Dasi Krsnapaksa disebutkan Hari Raya Siwaratri jatuh pada Panglong ping 14 sasih Kapitu. Sehari sebelum bulan mati pada bulan Magha (kepitu), yaitu malam hari yang paling gelap di dalam satu tahun.

Menurut petunjuk dari isi sastra-sastra agama Hindu, hari Siwaratri adalah merupakan pengaplikasian dari ajaran Weda yang bersifat nyata karena pelaksanaannya sungguh-sungguh tercermin adanya nilai-nilai ajaran Samkhya Yoga, sebagai fundament dari ajaran Raja Yoga.

 

Adapun tujuan pelaksanaan hari Siwaratri, untuk menuntun spiritual umat Hindu, agar setiap saat mampu berintrospeksi diri sehingga dapat memacu meningkatkan pengendalian diri, dapat menggugah kesadaran (Cetana) umat akan dirinya bahwa hidup di dunia adalah berada dalam belenggu kekuatan Samsara.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Setiap hari raya Siwaratri kita juga melaksanakan Brata Siwaratri. Brata dalam bahasa Sanskerta berarti Janji, Sumpah, Pandangan, Kewajiban, Laku Utama, Keteguhan Hati.

 

Jadi disini dapat disimpulkan bahwa Brata Siwaratri artinya kewajiban sebagai laku utama atau janji untuk teguh hati melaksanakan ajaran Siwaratri.

 

Brata Siwaratri yang utama yaitu :

1. Upawasa

2. Monobrata

3. Jagra

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dalam adat budaya Bali pelaksanaan Brata Siwaratri di atas meliputi :

 

1.   Upawasa artinya berpuasa tidak makan dan minum dari pukul 06.00 pagi pada pangelong ping 14 sampai pukul 18.00 Tileming sasih Kepitu atau selama 36 jam. Sebelum Upawasa melaksanakan penyucian diri (mesuci laksana), menghaturkan banten, bersembahyang dan metirtha.

 

2.   Monobrata artinya pantang bicara atau berdiam diri tanpa bicara, lamanya sama dengan Upawasa.

 

3.   Jagra artinya berjaga, bangkit, maksudnya tidak tidur selama 36 jam sama dengan Upawasa.

 

Pada sumber-sumber lain terdapat juga perihal kegiatan Brata Siwaratri ini yang dimulai pada pagi hari panglong ping 14 dengan melaksanakan suci laksana, kemudian puasa, latihan bathin.

 

Dilanjutkan dengan melaksanakan Bhatara Siwaratri Sambang yaitu duduk dalam samadhi, menenangkan hati semalam suntuk. Atau dapat pula dilakukan dengan hiburan suci; mapepawosan, membaca lontar, pustaka, Dharma Sastra, Itihasa sehingga selama 12 jam (1 malam) itu benar-benar kita tidak tidur.

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Terkadang kita mendengar bahwa Hari Siwaratri itu untuk melebur atau menebus dosa. Sesungguhnya pengertian yang demikian adalah kurang tepat, namun makna dan tujuan sebenarnya adalah sebagai tonggak hari perenungan atau introspeksi diri atas perbuatan-perbuatan yang telah lalu apakah perbuatannya itu lebih banyak kebajikan atau keburukan, hal itulah yang menjadi neraca renungan tersebut.

 

Pada malam Siwa ini kita memerlukan tuntunan dan waranugraha Dewa Siwa sebagai pemrelina segala sesuatu yang menghalangi tujuan suci.

 

Dalam Padma Purana maupun dalam Siwaratri Kalpa si pemburu dinyatakan sebagai orang yang papa (tidak dengan kata dosa) dan dengan melaksanakan Brata Siwaratri segala papa-nya menjadi sirna.

 

“ Sapapa niki nasa de nikin atanghi manuju Siwaratri kottama “

 

Dalam kaitannya dengan Siwaratri disebutkan :

“ yan matutur ikang atma ri jatinya “ yaitu tercapainya Kesadaran akan Sang Diri.

 

Umat Sedharma yang berbahagia;

 

Dasar sastra agama mengenai Hari Siwaratri meliputi Purana yaitu Padma Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Garuda Purana, menguraikan tentang Siwaratri, upacaranya, sekaligus si pemburunya yang naik sorga yaitu anugrah Siwa di Siwa Loka.

 

Kemudian ada Sastra agama yang bersifat Epos yaitu Lubdhaka Tattwa atau Lontar Kekawin Lubdhaka (Siwaratrikalpa) karya Mpu Tanakung merupakan yang terkenal di Bali

 

Adapun petunjuk Siwaratri menurut Pustaka Padma Purana adalah sebagai berikut:

 

Krtovasa Yotasyam Òªivam

Arcanti Jagratah BilvapatrniÒ«

Caturyamam Toyanti Òªivatulyatam

 

Artinya ?

Mereka yang berpuasa dan tetap tidak tidur berbhakti kehadapan Dewa Siwa dengan daun bila, selama malam itu mendapatkan identitas dengan Dewa Siwa.

 

Bapak-Ibu Umat Sedharma yang berbahagia;

Dilain waktu kita akan sampaikan Cerita Lubdaka

 

Harapan saya dari apa yang telah  saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.Om Santih, Santih, Santih Om...

Cari Artikel di Blog ini

Berita Terkait Semangat Hindu

Artikel Agama Hindu

108 Mutiara Veda 3 kerangka agama hindu advaita visistadviata dvaita Agama Hindu Dharma agama islam Ajaran Hindu aksara suci om Apa yang dimaksud Cuntaka Apa yang dimaksud dengan Japa Apa yang dimaksud dengan Puja arcanam nyasa aris widodo artikel hindu arya dharma Arya Wedakarna Asta Brata Atharvaveda Atman babad Badan Penyiaran Hindu bagian catur weda bahasa jawa kuno bahasa kawi bahasa sanskerta Banggalah Menjadi Hindu banten hindu bali Belajar Hindu bhagavad gita Bhagawadgita bhagawan bhuta yadnya Bimas Hindu BPH Banten brahma wisnu siwa Brahman Atman Aikyam brahmana ksatriya wesia sudra budaya bali budha kliwon sinta Bukan Heroisme Canakhya Nitisastra cara sembahyang hindu catur asrama Catur Brata Catur Cuntakantaka Catur Purusha Artha Catur Purusharta catur veda Catur Warna Catur Weda Cendekiawan Hindu Dana Punia dewa dewi hindu dewa yadnya dewata nawa sanga dewi kata-kata dewi saraswati dharma artha kama moksa Dharma Santi dharma wacana Doa Anak Hindu epos mahabharata ramayana filsafat agama hindu ganesha Gayatri Sebagai Mantra Yoga Hari Raya Galungan Hari Raya Kuningan Hari Raya Nyepi Hari Raya Pagerwesi Hari Raya Saraswati Hari Raya Siwaratri HINDU adalah ARYA DHARMA HINDU ADALAH SANATHANA DHARMA HINDU ADALAH VAIDHIKA DHARMA Hindu Agama Terbesar di Dunia Hindu Banten Hindu beribadah di Pura Hindu Festival Hindu Indonesia hindu nusantara Hindu Tengger Hinduism Facts Hinduism the Greatest Religion in the Word Hukum Karma Ida Pedanda sakti isi catur weda Jadilah Manusia Setia Japa dan Mantram Jiwa kakawin Kamasutra Keagungan Aksara Suci OM Kekawin Lubdhaka kepemimpinan jawa kuna Kerajaan Hindu kesadaran diri kidung dewa yadnya Kitab Suci Weda lontar Lontar Kala Maya Tattwa manawa dharma sastra Mantra Mantra Yoga manusa yadnya Meditasi Matahari Terbit Mengapa Kita Beragama menghafal sloka Mimbar Agama Hindu Moksha Motivasi Hindu Mpu Jayaprema nakbalibelog Naskah Dialog Nuur Tirtha Om or Aum one single family opini hindu moderat Panca Sradha panca yadnya Panca Yajna pandita Panglong 14 Tilem Kepitu parahyangan agung jagatkartta paras paros segilik seguluk Pasraman Pasupati Pembagian Kitab Suci Veda Pemuda Hindu Indonesia pendidikan hindu pengertian catur weda Pengertian Cuntaka penyuluh agama hindu Peradah percikan dharma Percikan Dharma Dewa Yajna phdi pinandita Pitra Yadnya Ngaben Pitrapuja potong gigi Principle Beliefs of Hinduism Proud To Be Hindu Puja dan Prathana Pujawali purana purnama tilem Purwaning Tilem Kapitu Radio online Bali rare angon nak bali belog Reinkarnasi Rgveda ritual hindu Roh Rsi yadnya sabuh mas sad darsana sad guru Samaveda sanatana dharma sang hyang pramesti guru Sang Kala Amangkurat Sang Kala Dungulan Sang Kala Galungan Sang Kala Tiga Sapta Timira Sarassamuscaya Sarassamuscaya Sloka sattvam rajah tamah Sekta Hindu Semangat Hindu seni budaya hindu Sex and Hinduism siwa budha waesnawa siwa ratri Sloka sloka bhagawad gita sloka Rgveda sloka yayurveda Slokantara Sloka Spiritual Bersifat Misterius spiritualitas hindu spma ribek sradha dan bhakti sri rama krishna paramahansa Sri Sathya Sai Baba Sri Svami Sivananda sumpah dalam perkara tabuh gesuri tabuh kreasi baru tabuh telu lelambatan tantri kamandaka tat twam asi tattwa susila upakara Tempat Suci Hindu tiga hubungan harmonis tri hita karana Tri kaya parisudha tri kerangka agama hindu tri mala tri pramana Triji Ratna Permata tujuan perkawinan tumimbal lahir upacara hindu upacara menek deha Upanisad Utsawa Dharma Gita vaidhika dharma Vasudhaiva Kutumbakam Vijaya Dashami widhi tatwa wija kasawur wiwaha agama hindu Yajna dan Sraddha yajna dan sradha Yayurveda Yoga Kundalini