OM. SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA, AM, UM, OM

PRAKATA

Selamat Datang

Semangat Hindu merupakan blog bersama umat Hindu untuk berbagi berita Hindu dan cerita singkat. Informasi kegiatan umat Hindu ini akan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan.
Semangat Hindu semangat kita bersama.

Bersama Semangat Hindu kita berbagi berita dan cerita, info kegiatan, bakti sosial dan kepedulian, serta kegiatan keagamaan seperti ; pujawali, Kasadha, Kaharingan, Nyepi, Upacara Tiwah, Ngaben, Vijaya Dhasami dan lain sebagainya.

Marilah Berbagi Berita, Cerita, Informasi, Artikel Singkat. Bagi yang mempunyai Web/Blog, dengan tautan URL maka dapat meningkatkan SEO Web/ blog Anda.

Terima Kasih
Admin

RANBB

---#### Mohon Klik Share untuk mendukung blog ini ####---

Rabu, 26 November 2014

BABAD PAMANCANGAH KI GUSTI TEGEH KORI

Diceritakan Dalem di Sweca Lingarsapura, pikiran Beliau begitu kacau karena hidangannya setiap hari selalu dikoyak oleh seekor burung gagak. Burung Gagak yang hina tersebut tidak dapat Beliau tangkap, demikian juga oleh seluruh rakyatnya, bahkan terus mengganggu. 

Akhirnya Beliau mengutus Ki Gusti Dawuh Balyagung, abdi Beliau yaitu putra dari Ki Gusti Tegeh Kori untuk mencari orang yang mampu menangkap atau membunuh burung gagak tersebut. 
Sebagai seorang abdi, Beliau tidak dapat menolak perintah, dan akhirnya Beliau berjalan menuju ke arah Barat yaitu Tabanan, di sanalah Beliau bertemu dengan Ki Pucangan yang sedang berburu. Ki Pucangan diajak menuju istana Dalem, tiada begitu lama setelah bertemu dengan Dalem, Beliau pun melaksanakan tugasnya. 

Si burung gagak yang hina tersebut akhirnya dapat dibunuh. Dengan terbunuhnya burung gagak itu, pikiran Dalem pun menjadi tenang. Akhirnya Ki Pucangan diangkat sebagai abdi oleh Dalem dan diharapkan saling kasih-mengasihi dengan Ki Gusti Dawuh Balyagung dan Pengeran Tangkas.
Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html

Selasa, 28 Oktober 2014

Lontar Roga Sanghara Bhumi

Lontar Roga Sanghara Bhumi


Pemilik babon Lontar Roga Sanghara Bhumi adalah Ida Padanda Gde Tembau, Geria Aan Klungkung. Lontar ini tergolong lontar muda dan disusun di Bali. Lontar ini dapat memberikan petunjuk apa yang dapat dilakukan pada saat bumi mengalami sanghara. Sanghara tidak bisa ditolak, tidak bisa dihindari, pasti terjadi karena tarikan dari Sanghyang Catur Yuga yaitu Kali Yuga. 

Artikel Terkait Dengan Lontar Hindu :



Karena pengaruh Jaman Kali, maka manusia pada jaman itu teramat sangat kotor hingga mengotori bumi, sehingga dewa-dewa menjadi sangat murka kemudian menyebarkan malapetaka terhadap manusia di bumi. Sang Hyang Druwaresi yang berstana di langit memberikan tanda-tanda alam tidak baik yang disebut ‘Durmamanggala’ kepada manusia di bumi sebagai pertanda akan datangnya mala petaka. 

Dalam Lontar Roga Sanghara Bhumi disebutkan durmanggala itu sangat banyak seperti; terjadi gempa secara terus-menerus, manusia/binatang mengadakan hubungan dengan bukan pasangannya, bahkan dengan bukan jenisnya (manusia dengan binatang, babi dengan anjing, dll.), wujud kelahiran yang tidak seperti biasanya, air hujan berwarna merah, diterjang banjir, dsbnya.

Apabila ada tanda-tanda seperti itu maka pendeta kerajaan agar tanggap dan segera melaksanakan upacara selamatan dengan mempersembahkan sesaji atau caru agar bencana dapat dinetralisir serta kebaikan dunia dapat dikembalikan.

Artikel Terkait Dengan Lontar Hindu :




Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html

LONTAR TUTUR KUMARATATWA

Lontar ini menguraikan tentang hakikat kamoksan. Kamoksan itu pada prinsipnya adalah suatu proses yang tidak dapat dicapai secara sekaligus tetapi dicapai secara bertahap. Kamoksan merupakan proses penunggalan Yang Ada dengan Yang Tiada setelah mengalami pembebasan dari keterikatan duniawi. Yang Tiada (kekosongan) merupakan sumber segala sesuatu dan tujuan terakhir yang meleburkan segala sesuatu. 

Kekosongan itu merupakan awal, tengah, dan akhir segala spekulasi. Tutur Kumaratatwa berisi ajaran filosofis tentang mengapa manusia menderita, dan bagaimana manusia melepaskan diri dari penseritaan. 

Adapun sumber penderitaan manusia adalah Dasendriya, dan manusia harus mampu mengendalikannya dengan cara mengenali dan memahami kejatidiriannya sehingga manusia dapat mengerahkan segala kekuatan yang ada di dalam dirinya.
Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html

Selasa, 14 Oktober 2014

Lontar Sundarigama Menggunakan Bahasa Kawi

LONTAR SUNDARIGAMA 

Lontar Sundarigama menggunakan bahasa Kawi, dan mengandung teks yang bersifat filosofis-religius karena mendeskripsikan norma-norma, gagasan, perilaku, dan tindakan keagamaan, serta jenis-jenis sesajen persembahan yang patut dibuat pada saat merayakan hari-hari suci umat Hindu Bali, mengajarkan kepada umatnya untuk berpegang kepada hari-hari suci berdasarkan wewaran, wuku, dan sasih dengan mempergunakan benda-benda suci/yang disucikan seperti api, air, kembang, bebantenan disertai kesucian pikiran terutama dalam mencapai tujuan yang bahagia lahir bathin (moksartam jagadhita) berdasarkan agama yang dianutnya. 



Teks Sundarigama merupakan penuntun dan pedoman tentang tata cara perayaan hari-hari suci Hindu yang meliputi aspek tattwa (filosofis), susila, dan upacara/upakara. Teks Sundarigama tidak hanya mendeskripsikan hari-hari suci menurut perhitungan bulan (purnama atau tilem) atau pun pawukon serta jenis-jenis upakara yang patut dibuat umat Hindu pada saat merayakan hari-hari suci tersebut, tetapi juga menjelaskan tujuan bahkan makna perayaan hari-hari suci tersebut. 

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dan makna perayaan hari-hari suci umat Hindu menurut Lontar Sundarigama adalah menjaga keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan /Ida Sanghyang Widhi Wasa; Hubungan manusia dengan manusia; dan hubungan manusia dengan alam lingkungan. 

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat Hindu Bali melakukan upacara agama adalah dari dan untuk keselamatan alam semesta beserta seluruh isinya. 

LONTAR PENUGRAHAN DALEM 

Lontar Penugrahan Dalem ini menggunakan bahasa Bali, sehingga menandakan bahwa Lontar ini bukanlah lontar kuna. Penugrahan Dalem merupakan salah satu dari sekian banyak lontar yang mengungkapkan kehidupan dunia “mistik” masyarakat Bali, baik “kiwa” maupun “tengen”
Baca Gudha Artha adalah Mistik Hindu

Pada naskah ini banyak diajarkan mengenai sesuatu hal yang berkaitan dengan kekuatan dalam diri manusia (ilmu tenaga dalam) atau kesaktian. Mengingat isinya yang begitu “pingit”, maka di dalam mempelajari perlu pentahapan, dari tingkat yang paling sederhana sampai ke tingkat yang lebih tinggi agar tidak membingungkan, diperlukan persiapan batin yang matang dan mantap serta terolah secara meditatif. Itulah sebabnya, dalam Lontar Penugrahan Dalem ada kata “aywa wera”, “aywa cauh” yang tiada lain agar mempelajarinya haruslah berhati-hati dan harus dicamkan secara baik. Lontar ini mempunyai nilai kesakralan tinggi dan tidak sembarang orang bisa mempraktekkannya, sehingga perlulah kiranya orang yang ingin mempraktekkannya dibimbing oleh seorang guru pembimbing agar tidak terjadi kesalahan dalam mempraktekkannya. 

Jumat, 10 Oktober 2014

BABAD PURI ANDHUL JEMBRANA

BABAD PURI ANDHUL JEMBRANA 
Babad ini berisikan tentang keberadaan Puri Andhul beserta keturunannya serta keterkaitan Puri Andhul dengan kerajaan Mengwi. 


Diceritakan, Ki Gusti Basang Tamiang berasal dari bumi Brambangan memerintah di Jembrana. Setelah wafat, Beliau kemudian digantikan oleh Ki Gusti Brambang Murti. Ki Gusti Brambang Murti sangat sakti dan berkeinginan menyerang Brambangan, dan Brambangan pun berhasil dikuasainya.
Kini diceritakan, raja yang memerintah di negeri Singapura, Ki Gusti Panji Sakti berkeinginan menyerang Jembrana, sehingga pada akhirnya Jembrana dan Brambangan pun berhasil ditaklukkan. Setelah itu diceritakan pula, baginda raja di Mengwi, Ida Anake Ngurah Made Agung berkeinginan untuk berperang dengan Negeri Singapura, dan hingga pada akhirnya Negeri Singapura (Buleleng) pun dapat ditaklukkan, dan secara otomatis Jembrana dan Brambangan pun menjadi taklukan Kerajaan Mengwi.
Diceritakan, putra Ki Gusti Brambang Murti yang bernama Gusti Gedhe Giri, setelah Kerajaan Jembrana ditaklukan oleh Mengwi, sangat tunduk dan bakti terhadap Mengwi dan sering menghadap bersama putranya. Sangat berbahagia dan sejahtera menikmati kesenangan di Brambangan, memerintah negeri Jembrana. Gusti Gedhe Giri akhirnya meninggal dunia karena sudah tua. Karena akan dibuatkan upacara pitra yadnya, upacara maligya dan ngaluwer oleh Ki Gusti Ngurah Tapa dan Ki Gusti Made Yasa, maka Ki Gusti Made Yasa pergi ke Mengwi menghadap Ida Anake Agung Ngurah Made Agung untuk memberitahukan tentang upacara itu dan sekaligus mengundang agar sang raja berkenan hadir ke Brambang menyaksikan upacara itu, dan minta ben suci. Sekembalinya Ki Gusti Made Yasa dari Mengwi, Beliau didekati oleh seseorang dan mengatakan bahwa negeri Beliau di Brambang telah hancur akibat air bah dan semua isinya habis tanpa bekas. Raja Mengwi yang mengetahui hal itu lalu memerintahkan Ki Gusti Made Yasa untuk kembali menghadap ke Mengwi. 
Ki Gusti Made Yasa karena belum beristri lalu oleh raja Mengwi diberikan seorang gadis bernama I Gusti Luh Resik. Setelah menikah dengan wanita yang diberikan oleh raja, Ki Gusti Made Yasa juga dipersilakan untuk kembali pulang ke Jembrana, dan rumahnya dinamakan Jro Andhul. Perintah raja, jika kelak mereka memiliki putra maka dinamakan I Gusti Gedhe Andhul. 
Ki Gusti Made Yasa sangat rukun bersuami istri dengan Ni Luh Resik hingga pada akhirnya memiliki seorang putra dan diberi nama Ki Gusti Gedhe Andhul, dan menurunkan keturunan Puri Andhul berikutnya.

Sabtu, 04 Oktober 2014

BABAD ARYA KEPAKISAN

BABAD ARYA KEPAKISAN (1998)

 BABAD ARYA KEPAKISAN

Babad ini menceritakan tentang keturunan Arya Kepakisan di Bali. Arya Kepakisan adalah putra dari Arya Kadhiri, yang datang ke Bali diikuti oleh para bangsawan Kepakisan. Dinamakan Kepakisan karena pakis berarti paku, dipakukan menjadi raja oleh Mpu Dang Guru. Arya Kepakisan dijadikan raja oleh Rakryan Madha. Arya artinya Wisnu, yakni Bhatara Hari, hakikatnya keluarga bangsawan keturunan Wisnu, tiada kesatria yang berasal dari Batara Brahma, karena berasal dari Batara Wisnu asalnya. Itulah sebabnya raja yang baru tiba dinamakan Sri Kresna Kepakisan. Sri berarti raja, Kresna berarti Wisnu. Demikianlah atas kebijaksanaan Mahapatih Gajahmadha. Itulah sebabnya Sri Kresna Kepakisan beserta Arya Kepakisan terutama para Wesia dari Jawa bersama-sama pergi ke Bali atas perintah patih Gajahmadha sebagai penjelmaan Wisnu yang menjadi menteri dan paham akan perihal kenegaraan.
Sri Kresna Kepakisan keturunan Brahmana menjadi raja    di Bali dan Arya Kepakisan menjadi patihnya, diiringi oleh para arya yang dilantik, terutama para Wesia dari Jawa sebagai delapan penjaga raja yang berkuasa di Samprangan. Arya Kepakisan memiliki dua orang putra yang bernama Arya Asak dan Arya Arya Nyuhaya. Merekalah yang selanjutnya menurunkan keturunan berikutnya. Demikianlah keturunan Arya Kapakisan pada jaman dahulu.




ALIH AKSARA DAN ALIH BAHASA LONTAR SRI PURANA TATTWA (2004)

Sri Purana Tattwa adalah salah satu lontar purana yang memakai bahasa Jawa Kuna. Isinya mengandung ajaran agama hindu yang memuliakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewi Sri, yang menganugrahkan kesejahteraan serta melindungi segala jenis tanaman pertanian. Sri Purana Tattwa menguraikan tentang sistem ritual dalam mekanisme pengolahan sawah dari permulaan/awal kegiatan sampai akhir panen termasuk juga pengendalian hama dan penyakit melalui upacara dan upakara panangluk marana.

BACA : BABAD BULELENG, BABAD ARYA GAJAHPARA, BABAD KI TAMBYAK



Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html
 
MENGENAL PURA GUNUNG SALAK 


LONTAR KRAMA PURA, PUTRU PASAJI, TATTWA SANGKANING DADI JANMA, DEWA RUCI, CATUR YUGA

ALIH AKSARA DAN ALIH BAHASA LONTAR

KRAMA PURA, PUTRU PASAJI, TATTWA SANGKANING DADI JANMA,

DEWA RUCI, CATUR YUGA (2008)

KRAMA PURA
Lontar Krama Pura yang dialihaksarakan ini adalah lontar yang ditulis oleh Putu Mangku dari Banjar Jro Dikit Seririt pada Tahun Saka 1919 (1997 M). Lontar Krama Pura tergolong naskah muda karena dilihat dari bahasa yang dipakai sebagai wahananya yaitu bahasa Kawi-Bali. Lontar ini termasuk lontar sesana, yang lebih mengkhusus pada tata cara masuk tempat suci.
Dalam lontar ini disebutkan bahwa orang yang bertindak sebagai pengemong pura hendaknya waspada dan mematuhi ajaran Sangyang Dewa Sasana tentang tata cara orang masuk pura. Bila krama desa ingin menghaturkan sesajen, pada saat membuat hendaknya disucikan dahulu dengan tirtha dari Sulinggih karena sesajen yang tidak diperciki tirtha dianggap kotor (leteh). Penyebab kekotoran itu adalah dilangkahi anjing, dilangkahi manusia, dipakai mainan oleh anak-anak, hasil belanjaan di pasar yang dijual oleh orang kotor, diterbangkan ayam, kena rambut, bedak, ludah. Bila banten tersebut dihaturkan, dianggap akan dapat mengusir dewa dan mengundang bhuta.



Selain itu, orang yang tidak boleh masuk pura adalah orang gila, orang yang menstruasi, orang cuntaka karena kematian, pencuri. Di areal pura, orang dilarang untuk marah sampai memaki-maki, bicara ngacuh, bersanggama, berselingkuh, bahkan untuk memperbaiki pakaian. Yang paling dilarang masuk pura adalah orang panten (orang yang dosanya tidak terampuni), yaitu orang yang memperkosa, yang laki-laki dari golongan sudra sedangkan wanitanya dari golongan tri wangsa (brahmana, ksatriya, wesya). Orang yang mengawini yang tidak patut dikawini (gamia-gamana) juga dilarang masuk pura. Ada juga yang disebut cacilaka, yaitu seorang wanita yang telah cukup umur namun tidak menstruasi, walaupun sudah berobat pun juga tidak menstruasi, dilarang masuk pura lebih-lebih untuk membuat perlengkapan sesajen.
  

PUTRU PASAJI
Lontar yang dialihaksarakan ini adalah lontar koleksi pribadi Perpustakaan Lontar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Dalam lontar ini disebutkan ada ikan/daging yang dilarang untuk dijadikan persembahan, karena akan menghilangkan kesucian sehingga kembali pada papa dan neraka. Dalam Pitra Yadnya, ada banyak jenis ikan yang dapat dijadikan persembahan kepada sang pitara. Lamanya kesenangan yang dapat diberikan oleh masing-masing ikan berbeda. Ikan laut kualitasnya paling rendah karena dapat memberikan kesenangan hanya selama satu bulan. Sedangkan ikan/daging yang kualitasnya tertinggi adalah badak, karena akan dapat memberikan kesenangan selamanya di sorga.
Dalam lontar ini disebutkan juga nama beberapa gunung seperti: Gunung Malaya, Suktiman, Wreksawan, Himawan, Makuta, dan Nindana yang harus dilalui oleh para pitara menuju sorga. Pada gunung-gunung itulah tempat penyiksaan para pitara yang berdosa menunggu untuk dientas agar bisa masuk sorga. Pitara yang telah dientas kemudian masuk sorga memperoleh penyambutan yang luar biasa dari makhluk-makhluk kahyangan. Dengan diantar oleh burung kahyangan, Sang Wimana, sang pitara dapat menyaksikan keindahan masing-masing sorga.
Dalam sorga disebutkan ada banyak sorga seperti: Iswarapada, Brahmaloka, Budhaloka, Wisnupada, Swarga Manik, Sri Manuh, Indrapada, Darapada, Wilasatya, Siwapada, Ganda Langha Jandewa Pralabda, dan lain-lain. Sorga-sorga itulah tempat bagi atma yang telah dientas dan sesuai dengan pekerjaannya di bumi ketika masih hidup. Misalnya, ketika masih hidup dia suka belajar, menggubah kidung, pralambang, akan tinggal di Swarga Manik, yaitu kahyangan Sanghyang Saraswati.
Amanat dari Lontar Putru Pasaji ini adalah agar keluarga yang ditinggalkan segera melaksanakan upacara bagi yang meninggal, agar tidak berlama-lama menderita dan bisa segera masuk sorga. Dalam melaksanakan upacara agar dipilih ikan/daging yang dianjurkan agar dapat memberikan kesenangan kepada para pitara di sorga. Sesorang jika telah berhasil melaksanakan upacara terhadap orang yang telah meninggal, ia akan memperoleh pahala dari pelaksanaan upacara itu. Ada empat pahala yang akan dinikmati, seperti: saksi, bhakti, sura, dan wira. Lebih-lebih jika upacara itu dilaksanakan dengan didasari hati yang suci dan tulus ikhlas.
  

TATTWA SANGKANING DADI JANMA
Tattwa Sangkaning Dadi Janma adalah sebuah pustaka lontar yang memuat ajaran tentang hakikat Siwa. Lontar ini mengacu pada pustaka yang lebih tua seperti, Bhuwanakosa, Wrehaspati Tattwa, Tattwa Jnana, Jnana Siddhanta, Ganapati Tattwa.
Materi Pokok yang diajarkan dalam pustaka Tattwa Sangkaning Dadi Janma adalah pengetahuan rahasia, yaitu tentang ilmu kadyatmikan, ilmu untuk melepaskan Sang Hyang Urip untuk kembali ke asalnya atau kamoksan, kalepasan, kesunyataan.
Janganlah mengajarkan kepada murid yang tidak mentaati tata krama. Dan kepada orang yang tidak terpelajar, rahasiakanlah ajaran Beliau para Resi, sebab murid yang pandai tetapi tidak bermoral, tidak mentaati tata krama dan tidak hormat kepada guru, itu akan mendapat petaka besar bagi si murid. Sebaliknya, walaupun murid itu agak kurang, kalau mentaati ajaran tata krama dari guru, pastilah murid itu akan berhasil.
DEWA RUCI
Dewaruci dimulai dengan cerita keberangkatan Sang Bhima atas perintah Bhagawan Drona ke laut untuk mencari Toya Amreta. Terlihat olehnya tepi laut dengan ombaknya beriak, bergulung menerjang batu karang. Dengan tiada rasa takut ia menceburkan diri ke dalam laut, diempas gelombang, ditindih air.
Tiba-tiba datanglah seekor ular besar bernama Si Nakatnawa mengambang di atas air. Ular yang sedang kelaparan itu kemudian menyerang Sang Bhima dengan sangat buas. Akan tetapi ular tersebut akhirnya dapat ditangkap oleh Sang Bhima, lalu dipotong-potong dengan kukunya sehingga air laut menjadi merah karena darah ular itu.
Tersebutlah Sang Hyang Wisesa, sangat kasihan terhadap Sang Bhima. Sang Bhima sangat senang melihat Sang Hyang Wisesa yang berbadan kecil seperti boneka. Sang Hyang Wisesa bertanya apa tujuan Sang Bhima datang ke tengah laut yang berbahaya itu. Sang Bhima pun menjawab bahwa tentunya Sang Hyang Wisesa telah mengetahuinya. Sang Bhima kemudian menanyakan nama Sang Hyang Wisesa sebagai resi berbadan kecil. Sang resi menjawab ia adalah Dewaruci. Kemudian ia memberi wejangan kepada Sang Bhima agar jangan gegabah berbuat. “Janganlah mencari bila belum tahu apa yang dicari”.
Dewaruci senang karena sang Bhima mau menerima ajarannya. Ia menyuruh Sang Bhima masuk ke dalam garbanya (perutnya) melalui telinga kirinya. Setelah Sang Bhima masuk, dilihatlah olehnya lautan yang amat luas, alam kosong. Kemudian Sang Resi kembali mewejang tentang indriya, tentang dasa, tiga musuh sang pertapa, tentang subyek dan obyek, tentang yang tunggal menjadi banyak, tentang jiwa, tentang Tuhan yang tanpa wujud, tanpa ruang.



CATUR YUGA
Lontar ini pada intinya menceritakan tentang seorang raja yang bertahta di kerajaan Purbbhasasana bergelar Maharaja Bhanoraja sedang mencari pertimbangan dari para pendeta, para mahaguru, para mentri, dll., perihal putrinya yang bernama Dewi Ratnarum yang hendak dilamar oleh raja dari Negara Sunyantara yang bergelar Sri Maharaja Rekatabyuha yang sangat kaya dan gagah berani, akan tetapi berjiwa jahat karena dipengaruhi oleh zaman kali.
Para pendeta, mahaguru pun memberi pertimbangan/petuah kepada sang raja. Pada zaman dahulu, disebutkan bahwa Hyang Parameswara (Sang Hyang Siwa) memberikan ajaran tentang Catur Yuga. Empat perbedaannya yaitu: Kretha Yuga, Traita Yuga, Dwapara Yuga, dan Kali Yuga. Kretha Yuga lamanya 4.444.400 tahun, Traita Yuga 3.333.300 tahun, Dwapara Yuga 2.222.200 tahun, dan Kali Yuga 1.111.100 tahun lamanya.
 Pada zaman Kretha Yuga, keadaan manusia tidak banyak mengalami perubahan, tidak tertimpa rasa sakit, tidak akan mati semasih bayi, tidak memikirkan baik buruk, mati hidup, suka duka, sakit lapar. Adapun umur manusia pada Zaman Kretha Yuga adalah seratus ribu tahun, sepuluh-puluh kurangnya, kecatur sunyaning rat.
Pada Zaman Traita Yuga, demikian juga tentang umur manusia selalu suka, lima ratus tahun umurnya, ukurannya lima-lima, tiga kakinya dunia, seperti air dalam perigi, berkurang sekendi dari tempurung kelapa, mendung yang tebal akan menjatuhkan hujan, selaku dalam keadaan suka semua manusia, tidak ingat dengan hari tua.
Zaman Dwapara Yuga, dua ratus tahun umurnya manusia, ukurannya dua-dua, dua kakinya dunia, demikianlah ukuran manusia patut disikapi, berlaksana harus bijaksana, pemberani, tahu tentang siasat, tahu dengan tanda-tanda, dapat mengendalikan indera, sayang kepada orang melarat, kasih kepada orang yang tahu membalas budi, taat aturan, melaksanakan ajaran weda, dll.
Zaman Kali Yuga, seratus tahun umurnya manusia, ukurannya satu-satu, satu kakinya dunia, itu sebabnya huru-hara di dunia, hampir-hampir rusak tiada tara, mendung tebal akan menurunkan hujan, perigi akan kering, nempuluh tahun penuh dengan kekerasan, itu yang disebut sapta, tiada tenggelam di Barat, selalu berpisah tiada mau bersatu, dari Utara datangnya ciri-ciri yang tidak baik. Dari hal itu timbullah Tri Mala. Itulah sebanya dunia manjadi kacau, bisa merajalela menyakiti, merampok, memperkosa, membunuh sesama manusia yang tidak berdosa, aneka rupa kejahatan di muka bumi, yang berlaksana benar mati, yang sombong hidup dan mendapatkan kesenangan, tamak, bersifat kejam.

Sumber : http://baliculturegov.com/2009-10-06-09-01-33/konsep-konsep-budaya.html
 

Kamis, 25 September 2014

Veda, Bhagavad Gita, Upanisad, Purana dan Itihasa

Agama Hindu memiliki tujuan utama adalah Moksha yaitu bersatu dengan Tuhan, sedangkan misinya adalah Moksartam jagadhita ya ca iti dharma. Keyakinan pokok dari Agama Hindu ada 5 (Panca) Sraddha yang terdiri dari :
  1. Percaya kepada Brahman (Tuhan)
  2. Percaya adanya Atma
  3. Percaya adanya Hukum Karma
  4. Percaya dengan kelahiran kembali (Punarbawa atau Reinkarnasi)
  5. Percaya adanya Moksa
  6. Kitab suci Agama Hindu adalah Veda, Bhagavad Gita, Upanisad, Purana dan Itihasa. Kitan suci Veda terdiri atas :
    1. Kitab Sruti (Wahyu) dalam bahasa Jawa Kuno disebut Sang Hyang Sruti. Diajarkan  melalui mantra yang dinyanyikan.
    2. Catur Veda merupakan Samhita (himpunan) yang terdiri dari : Rgveda (nyanyian pujaan) terdiri 1.028 nyanyian atau hymne, Yajurveda (melaksanakan upakara), Samaveda (berkaitan dengan pengetahuan mengucapkan mantra "sama artinya melodi" terdiri dari 1.549 sloka) dan Atharvaveda (berisi pengetahuan, terdiri dari 731 hymne dengan 6.000 ayat). Sesungguhnya Veda dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu Rgveda dan Atharvaveda, karena Yajurveda dan Samaveda sumbernya Rgveda.
    3. Veda Smrti (Manawa Dharmasastra = Manu Dharmasastra) adalah ajaran Bhagavad Manu, pembuat hukum pertama (kedudukan Smrti sebagai sumber Hukum)
    4. Bhagavad Gita adalah saripati Veda-veda, penyajian terakhir dari upanisad-upanisad terdiri dari 18 bab dan sekitar 700 sloka.





    Dalam mantra dikatakan bahwa :
    • Rg Veda lahir, kemudian menjadi nafas (prana) dari Tuhan
    • Yajur Veda adalah Hati Tuhan
    • Sama Veda adalah rambut Tuhan
    • Atharva Veda adalah wajah Tuhan

    Keempat Veda tidak dapat dipisahkan dari manusia demikian pula juga dari Tuhan. Rgveda adalah paling penting seperti nafas, hati tidak dapat berfungsi tanpa prana, dan tanpa hati nurani manusia tidak bisa memahami ajaran secara murni. Rambut membuat indah, tanpa wajah seseorang tidak dapat dikatakan manusia.

    Mantra-mantra dalam Veda menasehati manusia agar selalu ingat pada tujuan Hidup, karena suatu saat manusia akan menjadi abu, dan tidak ada seorangpun yang mampu mencegahnya (Bhasmantam Sariram)

    Veda harus mutlak dipercaya, orang yang tidak percaya kepada Veda adalah Nastika (nastiko veda nindakah). Veda bersifat Anandi-Ananta (tidak berawal dan tidak berakhir). Dikatakan tidak berawal karena Sabda-Nya telah ada sebelum alam diciptakan oleh-Nya. Veda tidak berakhir karena berlaku sepanjang jaman.  Anantavai Veda yang artinya bahwa Veda bersifat abadi. Mengingat Veda tidak berawal dan tidak berakhir maka disebut Anandi-Ananta.
    Veda Aparuseyam (yang berarti bukan dari Purusa atau manusia), artinya Veda tidak disusun oleh manusia biasa, melainkan diterima oleh para Maharsi (orang suci). Maharsi menerima wahyu hanya sebagai instrument. Veda bukanlah Vedanta. Veda sebagai ajaran yang kekal tentang Tuhan, sedangkan Vedanta sebagai pembahasan konsep Veda, yaitu konsep Brahma (Tuhan) yang diperkenalkan oleh Rsi Badarayana.

    Dalam Nirukta karangan Yaskacarya dijelaskan, bahwa "rsayo mantra drasta rah" yang berarti para Rsi mendapat mantra-mantra dari Tuhan secara langsung. Merekalah yang pertama-tama mendapatkan pengetahuan Veda. Kemudian keempat Rsi mengajarkan kepada Rsi Brahma dan diteruskan kepada muridnya dan berlanjut sampai zaman sekarang. Karena itu disebut Sruti, mengingat ajaran tersebut dengan melalui ingatan para muridnya. Sumber Sinopsis Agama Hindu oleh Nyoman Sedana-PHDI Banten. (RANBB)

Rabu, 10 September 2014

Pembangunan Pelinggih Ratu Gede Dalem Peed

Semeton umat Hindu yang nangkil ke Parahyangan Agung Jagatkartta Tamansari Gunung Salak, tentunya akan bersembahyang ring Pelinggih Ratu Gede Dalem Peed Gunung Salak. Berikut sekilas tentang Pelinggih Ratu Gede Dalem Peed yang admin kutip dari buku Parahyangan Agung Jagatkarta Bogor Jawa Barat, Pujawali IX, 9 September 2014. Lihat video KSDHD Banjar Ciledug Ngiring Pekuluh.

Saat melaksaksanakan upacara ngenteg linggih, telah dibangun pelinggih darurat Pesimpangan Ratu Gede Dalem Peed, di depan kanan Pelinggih candi. Pada awal tahun 2010, kondisi pelinggih penyawangan yang bersifat darurat tersebut, mulai mengusik rasa estetika para pengayah. Melalui rapat Yayasan disepakati  (bila ada kemampuan) untuk membangun pelinggih permanen di lokasi yang sesuai masterplan,mengikuti petunjuk manggala pura.



Rupa-rupanya ada umat dari Jakarta yang terketuk hatinya untuk menghaturkan punia dalam bentuk pelinggih yang dimaksud. Gayung bersambut dan akhirnya pelinggih tersebut (berupa dua gedong) dapat direalisasikan beberapa hari sebelum pujawali ke lima, purnamaning sasih ketiga tahun 2010.

Bersamaan dengan pembangunan pelinggih Ratu Gede Dalem Peed, juga dilaksanakan pembangunan  turap belakang kedua pelinggih tersebut. Dana yang digunakan bersumber dari dana SCR Bank Mandiri dan punia umat. Dengan memanjatkan puja dan puji angayu bagya, bangunan suci ini dapat dipelaspas serta dilanjutkan dengan upacara mendak nuntun sehari sebelum upacara pujawali ke lima, bulan agustus 2010.

Dengan upacara tersebut maka secara spiritual Ratu Gede Dalem Ped sudah melinggih ajeg di Parahyangan Agung Jagatkarta. Atas petunjuk Jro Mangku Lingsir Pura Dalem Ped Nusa Penida, Pelinggih disini secara resmi disebut Pelinggih Ratu Gede Dalem Peed Gunung Salak. (RANBB)

Rabu, 20 Agustus 2014

Pura Agung Sangga Bhuwana Kerawang

Pura Agung Sangga Bhuwana

Pura Agung Sangga Bhuwana Kerawang berlokasi di Komplek Rumah Ibadah, Perumahan Resinda Karawang 41361. Pura Agung Sangga Bhuwana dibangun di atas tanan seluas 2.065 m2, dengan pelinggih-pelinggih utama adalah Pelinggih Padmasana, Anglurah dan Taman Sari, juga sebuah Pasraman.

Pura penataran Agung Sangga Bhuwana adalah satu-satunya Pura yang berada di Kabupaten Karawang, terletak di area strategis di lingkungan Perumahan  Elit Resinda Karawang. Pura ini sangat mudah di akses, hanya berjarak kurang lebih 4 km dari Gerbang Tol Karawang Barat.

Pura Agung Sangga Bhuwana yang berada di komplek Perumahan Resinda, Desa Purwadana Kecamatan Telukjambe Timur .





Ngiring tangkil ngaturang bakti ring Ida Hyang Widhi, niki pura ring Bandung dan Bogor.

KOTA CIMAHI – BANDUNG
1. Pura Wira Satya Loka

Alamat : Cimahi – Bandung
Telepon : 022 - 6640019
Pujawali :
Pemangku Gede : Made Wirawan
BEKASI
1. Pura Agung Tirta Bhuana

Alamat : Jl. Jatiluhur I, Jaka Sampurna, Kalimalang, Bekasi – Barat.
Telepon : 021 – 8840965.
Pujawali : Tumpek Landep
Pemangku : Mangku Made Mudhita (HP.081316895054)
KERAWANG
1.  Pura Penataran Agung Sangga Bhuwana

Komplek Rumah Ibadah, Perumahan Resinda Karawang 41361
Telepon : 0267 - 600638
Pengurus Pura :  Sang Made Sudiarta (Ketua Panitia Pembangunan Pura)
dan Ketua Sabha Walaka Parisada Kab. Karawang)Tlp 0812 991 7517
BOGOR
1.  Pura Raditya Dharma

Alamat : Komplek TNI – AD (Ditbekang), Cibinong
Telepon :
Pujawali : Rabu Kliwon Dungulan (Galungan)
Pemangku Gede : Nyoman Susila.
2.  Pura Giri Kusuma

Alamat : Komplek IPB Baranangsiang IV, Bogor Baru – Bogor
Telepon :
Pujawali : Purnama Sasih Kapat
Pemangku Gede :
3.  Pura Parahyangan Agung Jagat Kartha

Alamat : Desa Tamansari – Gunung Salak – Bogor
Telepon : 0251 – 485775
Pujawali : Purnama Sasih Ketiga
Pemangku Gede :
4.  Pura Cikuray – Bogor

Alamat : Asrama Bali Cikuray, Jl. Raya Cikuray No. 10 , Bogor.
Telepon :
Pujawali : Sabtu Watugunung (Saraswati)
Pemangku Gede :
5. Pura Loka Arcana

Komplek TNI - AL Ciangsana, Gunung Putri, Bogor,
Contact Person : Bapak Ketut Teken Marsma (Purn)08161693441

Minggu, 27 Juli 2014

Panca Bunyi untuk Orang Bali

tari bali
Gadis Penari Bali
Banyak orang berpendapat sama tentang mengapa kesenian Bali hidup dan berkembang subur serta banyak sekali ragamnya. Komentar mereka adalah, karena di Bali kesenian terkait erat dengan aktivitas adat dan agama. Tidak ada satu pun kegiatan agama dan adat yang tidak mengikutsertakan kesenian.
Karena itu banyak orang berpendapat, peristiwa adat dan agama di Bali itu sendiri sudah merupakan peristiwa kesenian yang sangat unik. Kata mereka lagi, hanya kalau melarang kegiatan keagamaan saja yang sanggup membuat kesenian Bali musnah. Ini sama saja artinya dengan seni di Bali itu akan macet total kalau adat dan agama lumpuh. Tentu, ini suatu hal yang sulit terjadi, mustahil.

Tapi tak banyan orang yang bertanya-tanya, mengapa kegiatan adat dan agama di Bali membutuhkan kesenian? Kalau toh ada yang berkomentar, pendapat itu adalah, karena seni merupakan persembahan kepada Sang Hyang Pencipta. Namun, begitu banyak upacara adat dan agama bagi orang Bali yang ternyata membutuhkan pertunjukan dan peristiwa kesenian. Orang meninggal harus diantar oleh kidung dan gamelan angklung. Upacara ngotonin harus disertai pertunjukan wayang kulit. Orang kawin senang sekali kalau disemarakkan dengan gamelan semara pengulingan. Wayang, angklung, kidung, semara pengulingan, memang sebuah persembahan, namun ia juga punya makna "demi seseorang". Untuk itu mengantar roh, untuk bayar kaul, untuk kesemarakan. Bukanlah ini berarti justru kegiatan ritual untuk manusia juga menyebabkan kesenian tumbuh subur? Lalu, mengapa upacara untuk manusia mesti ada bunyi kulkul (kentongan), gending dan suara gamelan?



Orang Bali punya teori untuk menjawab pertanyaan ini. Menurut mereka, kegiatan ritual untuk orang Bali selalu disertai lima bunyi; suara genta, mantra, kidung, gamelan, dan bunyi kulkul. Itu untuk upacara yang komplet. Upacara orang kawin misalnya, pasti ada keleneng genta, dengung mantra, yang diantar pendeta. Lalu harus ada suara gamelan dan kidung. Bunyi kulkul untuk memberitahu warga banjar, hari itu ada pasangan menikah.

Panca bunyi itu hampir selalu komplet kita dapatkan kalau ada upacara pitra yadnya ngaben. Pasti selalu ada puja-puja pendeta berupa mantra dan genta, gamelan kelentangan atau angklung, kidung-kidung mengantar roh ke kedituan (alam sana), dan suara kulkul pemberitahuan untuk krama banjar. (Baca Alam Setelah Kematian)

Untuk upacara perkawinan, ngotonin, menek bajang (akil balik), bunyi kulkul sangat jarang kita dengar menyertainya. Tapi menurut orang Bali pula, keluarga-keluarga berada, keluarga puri, dan keluargayang memegang teguh tradisi, selalu ingin tampil lengkap dengan panca bunyi itu. Untuk upacara balita seperti ngotonin, memang keluarga itu tak memukul kulkul balai banjar, karena biasanya cukup memberi tahu keluarga atau tetangga dekat saja.Namun keluarga itu biasanya membuat kulkul kecil dan dipukul sendiri dirumah.

Panca bunyi itulah yang menyebabkan upacara adat dan agama untuk orang Bali selalu menghadirkan kesenian. Seni pertunjukan mendapat tempat dan waktu untuk tampil. Tentu penampilan ini dilakoni oleh keluarga-keluarga berada, oleh orang-orang yang punya cukup uang buat menggelar seni pertunjukan.
Hal ini memang baru sebatas teori, pendapat ini tidak mengada-ngada, tidak mencari-cari, dan masuk akal. Sehingga orang yang mendengarkannya bisa dibuat manggut-manggut dan bergumam, "Ya, ya, yaaaa..."

Tapi ternyata orang Bali yang melaksanakan upacara adat lengkap dengan Panca bunyi tak banyak jumlahnya. Ngotonin misalnya, lebih menekannya pada sesaji dibandingkan pertunjukan dan hentakan gamelan.  Karena itu orang selalu saja menggugat teori ini, dan menganggap banyak kelemahan. Misalnya, mengapa dikatakan panca bunyi, tidak sapta, sanga atau dasa bunyi ?

Kalau digugat tak apa-apa, toh ini sebuah teori. Yang penting ada jawaban baru dari pertanyaan; mengapa orang Bali sangat lengket dengan kesenian? Begitu dekat dengan bunyi? Sumber bacaan buku Basa Basi Bali Gde Aryantha Soethama. (RANBB)


Selasa, 15 Juli 2014

Rawana dan Wanara

Rawana dan Wanara. Adalah Sang Sukasarana, raksasa sakti di utus oleh Sang Rawana untuk memata-matai Sri Rama. Sang Sukasarana berubah wujud menjadi seekor kera, menyusup di antara kera yang telah berkumpul di Gunung Swela. Sang Sukasarana bertugas untuk menghitung banyaknya pasukan kera (wanara), mereka yang berani, setia dan sakti, sekaligus dengan pemimpinnya yang berani mati bagi Sri Rama, atau adakah di antara mereka, di antara pempimpin wanara itu yang memihak Rawana.


Ternyata Sang Wibhisana mengetahui kehadiran seekor kera yang sesungguhnya adalah raksasa Sukasarana. Maka ia menyampaikan hal itu kepada Sri Rama dan memohon untuk membunuhnya. Namun Sri Rama tidak berkenan, "Sama sekali ia tidak boleh dibunuh. Siapa yang akan menyampaikan berita kepada tuannya kalau di dibunuh. Lepaskan ia agar ia cepat menghadap tuannya untuk menyampaikan keadaan kita". Maka kera siluman itupun dilepaskan.

Sang Sukasarana menghadap Sang Rawana. Ia melapor apa yang ia alami, apa yang diketahuinya. Bahwa semua wanara setia kepada Sri Rama ; Sang Hanuman teguh hatinya, Sang Anggada tidak pernah surut baktinya, Sang Gawa, Sang Gawaya, Sang Gawaksa, Sang Jambawan, Sang Nala, Sang Nila, Sang Susena, Sang Kesari, Sang Suraba, Sang Wresaba, Sang Indayu, Sang Kumuda, Sang Darimuka, Sang Gandamadana, Sang Dwiwida, Sang Panasa, Sang Bimaawaktra, Sang Tara, Sang Winata, Sang Subodra, Sang Kala Waktra, Sang Dumra, Sang Satabali, Sang Putaksa, Sang Mainda, Sang Dhruwasa, Sang Danurdhana, Sang Dama, Sang Mattahasti, itulah sebarisan pimpinan pasukan wanara yang gagah perkasa, yang sangat setia kepada Sri Rama. Sang Sukasarana juga menyatakan kekecutan hatinya mengetahui kekuatan pasukan Sri Rama itu. Tentu saja Sang Rawana menjadi marah dan menghardik utusannya itu, sekaligus menyatakan penghinaannya kepada pasukan kera yang dinilainya sangat lemah dan bodoh.

Di pihak lain Sri Rama, Wibhisana, Sugriwa dan Hanuman mengadakan perundingan, perihal menentukan siapa saja yang akan dijadikan duta menghadap Sang Rawana. Maka pilihan pun jatuh pada Sang Anggada, putra Sang Bali, wanara sangat sakti saudara Sang Sugriwa. Sang Anggada menerima perintah dengan sangat lega karena baktinya yang tulus kepada Sri Rama (ri bhakti nira hetu tang alang-alang ri Sang Wawana)

Sang Anggada pun terbang ke Alengka. Setibanya di hadapan Sang Rawana ia segera berkata dengan jelas dan tegas : 
"Hai Sang Rawana. Tuan adalah raja, mohon di dengar kata-kata saya. Saya ini adalah putra Sang Bali yang terkenal bernama Sang Anggada. Sri Rama keturunan Raghu adalah raja semesta dunia. Beliaulah yang mengutus saya datang kepada tuan, itulah sebabnya saya menghadap. Tujuan saya adalah mohon agar Tuan bersama rakyat tuan sujud menyembah kepada Sri Rama. Mohon agar jiwa tuan selamat dan kekal menikmati kebahagiaan hidup"

Demikianlah permintaan wanara Anggada kepada Sang Rawana. Ia meminta supaya Sang Rawana tunduk kepada Sri Rama. Dan dengan arif wanara muda menasehatinya : lawan ndya kari dona ning wwang abhimana tatah sada / ryya nitya nikanang hurip tuwi kayowanan tan lana : dan lagi apa pahalanya orang yang selalu angkuh ? Karena hidup ini tidak kekal, demikian pula umur muda tidak abadi.  Sumber bacaan buku Wija Kasawur (2) Ki Nirdon. (RANBB)

Selasa, 08 Juli 2014

Berdoa untuk Orang Non-Hindu

Boleh nggak kita mendoakan orang non-Hindu yang meninggal dengan doa Hindu ?

Mantra-mantra Veda dan Upanisad ditujukan kepada semua manusia, tanpa membedakan ras, suku dan agama. Bahkan untuk mahluk, serta alam semesta. Mantra yang paling sering diucapkan oleh Sulinggih atau pinandita waktu meminpin upacara berbunyi :

"Sarve Bhavantu Sukinah, Sarva santu niramayah, Sarve badrani pasyantu, Ma kascit dukha bhag bavet, Om loka samasta sukhino bhavantu "

Artinya : Semoga semua hidup berbahagia. Semoga semua menikmati kesehatan yang baik. Semoga semua mendapat keberuntungan. Semoga tidak ada mengalami kesedihan, Semoga damai dimana-mana.

Jadi semua didoakan. Ini satu bukti Hindu atau Veda tidak bersifat sekterian. Veda bukan untuk satu kelompok manusia, apakah berdasarkan suku, bangsa, ras atau keyakinan. Tetapi ingat tidak semua agama mengijinkan umatnya mendoakan orang meninggal yang lain keyakinannya. Sebaiknya hanya dalam hati saja, niay baik harus dilaksanakan dengan cara baik.

Baca Juga : Cara Pengucapan Mantra Dalam Bahasa Sanskerta




Apa perbedaan Mantra, Sloka dan Gita ?

Mantra secara etimologi didefinisikan sebagai 'itu yang melindungi' (tra = melindungi, to protect) ketika diucapkan secara berulang dan direnungkan (man = berpikir, menerung, to think, to reflect).  Kata Mantra mempunyai dua arti: bagian-bagian yang berbentuk puisi dari Veda, dan nama-nama dan suku kata yang digunakan untuk mengidentifikasikan atau mengambil hati para Dewa. Yang pertama bersifat Veda yang kedua bersifat Tanrik. Veda secara umum dibagi dalam dua bagian besar. Mantra dan Brahmana. Mantra dalam tiga Veda diklasifikasikan ladi sebagai rk, yajus, dan saman. Kitab-kitab Brahmana dalam bentuk prosa, menjelaskan rincian upacara korban dan mengutip mantra yang tepat yang digunakan dalam upacara itu.

Sloka adalah satu sajak yang terdiri dari dua baris, masing-masing dari kedua baris ini terdiri dari delapan suku kata. Gita artinya nyanyian atau kidung.


Minggu, 29 Juni 2014

Pengertian Dan Ciri Khas Bhagavan

Bhagavan atau Bhagawan; Kata ini memiliki banyak arti yang mendalam. Menurut Bhagavan atau Bhagawan Baba : 

  1. Bha berarti 'penciptaan', ga berarti 'perlindungan', va berarti 'perubahan'. Bhagavan adalah Ia yang mampu melakukan ketiga hal tersebut. Penciptaan, Perlindungan dan Perubahan.
  2. Bha berarti 'kecemerlangan atau penerangan', ga dalam konteks ini berarti 'pemancaran atau penyebarluasan penerangan'. Kata vanta berarti 'Ia yang memiliki kemampuan tersebut. Jadi Bhagawan di sini menunjukkan bahwa Tuhan memiliki kemampuan untuk memancarkan dan menyebar luaskan terang-Nya.
  3. Bhagavan adalah Ia yang memiliki tujuh ciri khas yaitu :

  • Asihvarya; kemuliaan
  • Kiirthi; kemakmuran
  • Jnaana; Kebijaksanaan
  • Vairagya; ketidakterikatan
  • Srishti; kemampuan mencipta
  • Sthithi; kemampuan memelihara
  • Laya; kemampuan menghancurkan



Rabu, 18 Juni 2014

Pasu dan Pasa

Pasu dan Pasa. Pasu berarti binatang. Pasa berarti tali pengikat. Dua kata yang cukup menarik perhatian kita, terlebih ketika ke dua kata itu menjadi satu istilah atau nama : Pasupati, nama lain dari Siwa dan Rudra, yang bersenjatakan Pasayuddha (ketika menghadapi Arjuna), yang memberi anugerah senjata Pasupati kepada pertapa yang dianugrahinya (Arjuna adalah penerima anugerah tersebut).



Mpu Kanwa menjalin kata-kata bermakna ini dalam karya kakawinnya, Arjuna-Wiwaha. Dalam menguji keteguhan tapa Sang Arjuna, Hyang Siwa (Pasupati) mengeluarkan berbagai senjata, seperti panah, Ardha Candra, Siladrikuta, Sayakagni, semuanya dapat dihancurkan oleh Arjuna dengan berbagai senjata yang dikeluarkannya. 

Akhirnya Hyang Siwa mengeluarkan panah Pasuyuddha : Sang Hyang Rudra temen krodha nira mayataken pasayuddha sira / hru mawak sangkakalakara mamuka bhujaga krurangamah-amah / ndan rangkep kala dhangastra pinaka dulurikang prana praharana /.....// "Hyang Siwa sangat marah lalu membidikkan senjata pengikat Pasayuddha / senjata panah berbentuk rantai bermuka naga yang mengerikan senantiasa hendaknya memporak porandakan / disertai taring Dewa Maut sebagai sarana pencabut nyawa /....//"

Demikianlah senjata Pasayuddha yang dahsyat itu akhirnya dapat mematahkan panah yang dilepaskan oleh sang Arjuna, juga meremukkan mahkotanya, namun Sang Arjuna tidak pernah patah semangat. Maka iapun lalu mengamuk, memukul Hyang Siwa (berwujud sebagai pemburu) dengan busur panahnya yang patah, lalu bergumul sejadi-jadinya. Perang tanding antara Hyang Siwa (pemburu) dengan Sang Arjuna terjadi begitu dahsyatnya. Ketika Arjuna hendak membanting kedua kaki si pemburu, tiba-tiba ia lenyap tanpa bekas. Bersamaan dengan itu hujan bungan bertaburan, suara puja mantera mengiringinya. Akhirnya Arjuna bersujud ketika melihat cahaya gemerlapan, Hyang Siwa memanpakkan diri.

Kepada Arjuna yang bersila dihadapannya dan memujaNya, Hyang Siwa memberikan anugerah : "Anakku huwus katon abhimanta temunta kebeh / hana panganurahanku cadusakti winimba sara / Pasupati sastrakastu pangaranya nihan wulati // " Ananda ternyata telah berhasil menemui segala tujuan pelaksanaan tapamu / ada anugerahKu berupa "Cadusakti" (empat sakti) dalam bentuk senjata / panah Pasupati namanya sudah terkenal,lihatlah !". Demikianlah panah Pasupati, anugerah Hyang Pasupati, diterima oleh Sang Arjuna, pertapa yang teguh, yang telah dapat mengatasi segala godaan dan cobaan.

Bila kita renungkan lebih mendalam makna dari uraian di atas kita mendapatkan suatu pesan : dalam usaha pendakian rokhani manusia (pasu) harus dilepaskan dari ikatan (pasa), yaitu mengatasi taraf pasu (mahluk yang terikat), mahluk yang terbelenggu oleh maya. Di sini kita teringat kembali dengan ajaran Siwatattwa dan Mayasiratattwa.

Manusia yang terbebas dari ikatan (pasa), artinya ia tidak lagi sebagai pasu, digambarkan sebagai seorang yang telah mendapat anugerah senjata pasupati. Arjuna, dia yang telah melaksanakan tapa brata yoga semadhi dengan teguh dan khusuk adalah sebuah contoh. 

Pasu dan Pasa, Pasayuddha dan Pasupati sangat tepat kita jadikan pembahasan ketika kita menyongsong Hari Raya Suci Siwaratri (ketika kita biasamembahas kisah si Lubdhaka, pemburu yang mendapatkan anugerah Hyang Pasupati) juga hari Raya Galungan ini (ketika kita membahas kisah si Mayadhanawa, raja maya yang terbunuh oleh Indra dan Pasupati ). OM NAMA PASUPATAYA. 
Sumber bacaan buku Wija Kasawur 2 Ki Nirdon. (RANBB)


Jumat, 16 Mei 2014

Akshaya Tritiya

Akshaya Tritiya adalah festival yang sangat populer bahwa Hindu dan Jain merayakan setiap tahun . Hal ini dianggap sebagai salah satu hari yang paling penting bagi masyarakat Hindu karena merupakan hari kelahiran Tuhan Parasurama . 



Masyarakat Hindu menganggap hari ini sebagai hari keberuntungan dan percaya bahwa setiap usaha seperti bisnis atau konstruksi bangunan dimulai pada hari itu akan mengikuti perbaikan dan kemakmuran . Akshaya Tritiya adalah acara satu hari dirayakan pada akhir April atau awal Mei . Hindu merayakan hari ini karena , menurut mereka , Akshaya Tritiya adalah hari ketika Tuhan yang besar Bijaksana, Tuhan Ganesha , mulai menulis karya epik yang disebut " Mahabharata " . Hal ini diyakini bahwa ketika Pandawa berada di pengasingan Tuhan menyajikan mereka mangkuk yang bernama Akshaya Tritiya . Mangkuk yang tidak pernah kosong dan menghasilkan jumlah yang tidak terbatas makanan pada permintaan .

Akshaya Tritiya dianggap sebagai hari yang paling emas tahun ini karena kata Akshaya paling berarti " Abadi " yang tidak pernah berkurang . Setiap inisiatif yang dibuat pada hari itu atau apa yang dibeli pada hari itu dianggap sebagai keberuntungan . Kegiatan yang paling populer adalah membeli emas dan diyakini akan menjadi tanda keberuntungan bagi pembeli . Pada orang-orang budaya India biasanya dimulai bisnis baru atau memulai usaha baru di Akshaya Tritiya . Ini juga salah satu hari yang paling populer untuk pernikahan untuk mengambil rencana sebagai semangat hari ini tawaran mereka pada perjalanan hidup yang sangat panjang dan memuaskan . Ia juga percaya bahwa orang yang lahir di bulan itu akan sangat beruntung dan akan bersinar cerah sepanjang hidup mereka .

Yang paling populer cerita mengenai perayaan Akshaya Tritiya adalah bahwa Tuhan Krishna dan Sudama adalah teman masa kanak-kanak mereka . Sudama miskin dan ia pergi ke Krishna untuk meminta bantuan keuangan, atau memberinya uang sebagai hadiah sebagai teman . Sudama tidak memiliki apa pun kecuali kantong Poha dan ia merasa malu ketika ia memberikannya kepada Krishna saat ia diperlakukan Poha sebagai raja . Temannya miskin kewalahan oleh keramahan yang ditunjukkan oleh Tuhan Krishna bahwa ia tidak bisa meminta temannya untuk dukungan keuangan yang menyebabkan dia pulang dengan tangan hampa . Ketika ia tiba di rumahnya ia melihat bahwa gubuknya rusak diubah menjadi istana dan keluarganya mengenakan pakaian kerajaan . Sudama tahu bahwa ini adalah berkat temannya Krishna yang memberkatinya dengan kekayaan lebih dari yang dibutuhkan atau bisa bayangkan . Inilah sebabnya mengapa Akshaya Tritiya dikaitkan dengan keuntungan materi .

Akshaya Tritiya adalah festival , yang dianggap sebagai Hari Emas bagi umat Hindu dan Jain . Festival ini hanya bagi umat Hindu dan Jain , karena itu tidak dianggap sebagai hari libur umum atau dirayakan di tempat lain di dunia .


Sumber Asli : Sumber artikel : 
http://www.calendarlabs.com/holidays/india/akshaya-tritiya.php
Artikel diterjemahkan menggunakan translate.google.com (RANBB)

Jumat, 09 Mei 2014

Manusia yang Dekat dengan Tuhan Semakin Sedikit

hindu bali
Fotografer
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara ciptaan-Nya yang lain, karena dilengkapi dengan pusat kendali Jiwa yang terbaik, pusat dari segala kemampuan yang maha dahsyat yaitu Otak. Otak merupakan pusat dari segala-galanya pada manusia. Sumber untuk berpikir, berkata dan bertindak. (Tri Kaya Parisudha) Berpikir;  mana yang baik dan mana yang tidak baik dalam kehidupan masyarakat yang telah diajarkan oleh Tuhan melalui agama-agama yang ada. Berkata; dengan tata kerama kesopanan, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan, yang mana kitab-kitab suci pada masing-masing agama yang dengan jelas mengajarkan tentang hal ini. Demikian pula dengan bertindak; kemampuan berpikir yang disertai dengan kegiatan anggota tubuh lainnya, yang mana mulai dari kitab suci hingga orang yang menjadi panutan tidak lagi dijadikan contoh. Semua itu bermuara dan bergantung dari Otak.



Tuhan memahami keadaan manusia yang tidak mampu mengendalikan diri bila hanya dilengkapi dengan Otak, untuk itulah Tuhan memberi kita Hati.  Lambang cinta adalah Hati bukan Otak . Hati selain  memiliki kemampuan untuk menangkap rangsangan Panca Indra , juga  mampu memilah dengan lebih halus dari pada otak. Hati mampu berpikir, berkata dan bertindak lebih bijaksana dari pada otak.  Rangsangan Panca Indra kita yang diterima oleh Otak menghasilkan respon yang cepat namun terkadang kurang menguntungkan, sedangkan bila diterima oleh Hati akan menghasilkan respon yang lebih lembut dan cendrung menyejukkan. Hubungan Otak dan Hati, tidak selalu mesra, putus nyambung –putus nyambung.  :)


Manusia dewasa ini lebih sering menggunakan Otak dari pada Hati dalam berhadapan dengan sesama manusia, padahal Tuhan itu berada di Hati kita. Tuhan bersemayam dalam Hati setiap manusia ciptaan-Nya. Semakin dekat kita dengan Hati kita semakin dekat pula kita dengan Tuhan. Manusia yang cendrung menggunakan Otak dalam setiap merespon rangsangan Panca Indra semakin jauh dengan Tuhan. 


Dalam berpikir tentang manusia, pergunakan Hati kita yang paling dalam, siapa yang sedang anda hadapi, Ya, Tuhan, yang sedang saya hadapi adalah Ciptaan-Mu. Dalam kita berkata sesama manusia, ucapkan dalam Hati, Ya, Tuhan, saya sedang berkata dengan Ciptaan-Mu. Dalam kita bertindak terhadap manusia, salurkan ke Panca Indra kita dengan suara Hati, Ya, Tuhan, semua ini adalah Ciptaan-Mu.

Selasa, 29 April 2014

Uji Coba Posting Bloggeroid

Sebagai penghobby ng-blog atau yang lebih keren disebut blogger selalu ingin sesuatu yang baru. Walaupun sebenarnya itu bukanlah sesuatu yang benar-benar baru, hanya saja karena sang blogger baru menemukan atau mengetahuinya. Seperti halnya Bloggeroid ini, admin mencoba menjajalnya dulu, sebelum dipergunakan. Pastinya secara program Bloggeroid itu sudah teruji, namun tidak demikian halnya dengan admin yang masih gagap teknologi alias gaptek....


Masih banyak yang dibutuhkan untuk bisa mahir posting dengan app Bloggeroid ini, seperti memasukkan tagline, image, link, atau adsense. Padahal ini adalah hal yang patut dan harus bisa dikerjakan oleh blogger dimanapun kita akan posting.

Sekian uji coba posting dari bloggeroid... semoga berhasil...
posted from Bloggeroid

Senin, 28 April 2014

Dupa dan Dipa

Pandita Hindu
Perlengkapan Pandita
Di hadapan Sang Pandita yang sedang " Nyurya Sewana " tertata benda-benda yang menarik perhatian kita :  bunga harum warna-warni, toya (tirtha), bija, rumput suci, dupa dan dipa. Benda-benda terpilih ini memang tidak banyak jumlahnya, namun makna yang dikandungnya begitu dalam.

Bunga harum semerbak warna-warni tidak saja dapat dijadikan simbol kebahagiaan hati, kegembiraan dan mekarnya hati, tetapi adalah sari tumbuh-tumbuhan; toya yang hening adalah sarana penyucian, bija adalah padi, adalah benih kesucian, dupa dengan asapnya yang harum dan menyusup di angkasa bagaikan fikiran suci yang menyusup ke dalam alam, dan dipa, api yang tenang namun memberi cahaya yang cemerlang, bagaikan fikiran yang tenang namun memancarkan sinar cemerlang.

Sebuah nyanyian rokhani yang dipopulerkan dalam masyarakat menyebutkan : "Asep menyan majagau, candana nuhur dewane ........" asap harum yang keluar dari kemenyan gaharu dan sendana, bagaikan mengundang kehadiran para dewa (yang berbadankan cahaya) .... Dupa harum bagaikan mengundang para dewa, kekuatan Tuhan sebagai Maha Cahaya. Asap dan bau harum yang menyusup ke angkasa bagaikan mengundang cahaya-cahaya cemerlang di langit untuk menyinari dunia, menyinari sang pemuja yang dengan pikiran suci, hati yang suci, diri yang suci mengharap kehadirannya.

Sedangkan dipa, api yang tenang namun memancarkan sinar cemerlang menjadi perhatian para kawi. Susastra sering diumpamakan sebagai dipa yang memancarkan sinar cemerlang. Susastra dipanikang bhuwana sumeno prabhaswara ; Ilmu pengetahuan yang utama adalah bagaikan dipa-nya dunia yang bersinar cemerlang. Dalam kakawin Ramayana ada disebutkan bagaikan gua yang gelap pikiran yang dikuasai oleh kemabukan, kesombongan, dan kebusukan, dan keserakahan bagaikan ilar berbisa yang menempati gua itu, namun susastra, pengetahuan kesucian dapat dijadikan obor penerang memasuki gua itu.


Dupa dan Dipa yang merupakan api pemujaan, yang ditempatkan dihadapan sang pandita yang tengah menguncarkan mantra-mantra memuja Hyang Widhi, adalah api yang dimaksud untuk memberikan kebahagiaan kepada seluruh jagat. Kadi bahni ring pahoman, dumilah mangde sukaning rat, bagaikan api di tungku pedupaan, menyala-nyala membuat bahagianya seluruh dunia.

Setiap pagi para pandita memuja melakuak Surya Sewana, dengan sarana dupa dan dipa dihadapannya, untuk kerahayuan dan kebahagiaan seluruh jagat, seluruh bhuwana. Dupa dengan asapnya yang harum menyusupkan kebahagiaan ke seluruh jagat, juga mengundang kehadirian para dewa, pembawa cahaya yang akan memberikan kebahagiaan kepada seluruh jagat, dipa dengan cahayanya yang menyinari, memberikan suluh di kala kegelapan, juga menuntun kita ke jalan kebahagiaan. Tamaso ma jyotir gamaya ; Semoga Hyang Widhi menuntun kita dari kegelapan ke jalan yang disinari.
Sumber bacaan buku Wija Kasawur 2 Ki Nirdon. (RANBB)

Senin, 21 April 2014

Wiwaha dan Wijaya

Semangat Hindu
Buku Wija Kasawur
Ada sebuah karya sastra kakawin berjudul Arjuna Wiwaha Karya Mpu Kanwa namun ada pula yang memakai judul Arjuna Wijaya Karya Mpu Tan Tular. Karya yang lain memakai judul Abhimanyu Wiwaha, Subhadra Wiwaha, disamping karya sastra kakawin berjudul Pretu Wijaya, Hari Wijaya, Kresna Wijaya, Ratna Wijaya, Rama Wijaya dan yang lain. Baca artikel  Perempuan dalam Dunia Kakawin.


Wiwaha dan Wijaya menjadi menarik perhatian kita. Wiwaha di dalam kamus biasa diterjemahkan dengan "perkawinan" atau "membawa pergi"; sedangkan Wijaya diterjemahkan dengan "kemenangan", "keberhasilan". Namun makna dalam kamus tentu tidak sama dengan makna simbolik. Baca artikel Sudahhkah Dharma Mengalahkan Adharma?

Ada sebuah jawaban yang diberikan oleh Sang Arjuna kepada Bhatara Indra yang menyamar sebagai pandita ketika menggodanya : .......hana pinaka kakangkwan Sri Dharmatmaja karengo, sira ta pinatapaken mahyun digjaya wijaya. "............. ada kakak hamba Sang Dharmawangsa, kepadanyalah hamba mengabdikan diri demi kejayaannya ". Dan ketika Mpu Kanwa menggambarkan perasaan Sang Arjuna setelah bertemu dengan saudara-saudaranya disuratkan dalam kakawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut : ...........Saksat wah suka ramya rakwa kadi megha manuruni tasik, sangsiptan ri huwus nikang samaya digwijaya gati nira .".........bagaikan air bah kesenangan beliau atau bagaikan mendung menjatuhkan hujan di samudera; singkatnya mereka telah berikrar untuk mencapai kemenangan yang dilang gemilang."


Bahwa Jaya, Wijaya, Digjaya, itulah yang menjadi tujuan Sang Arjuna melakukan pertapaan. Dan semua itu dilukiskan dengan indah dalam sebuah karya sastra kakawin Arjuna Wiwaha. Arjuna dalam karya sastra yang digubah oleh Mpu Kanwa dari itihasa Mahabharata (pada bagian Wana-parwa) itu memang melukiskan perkawinan antara Arjuna dengan para bidadari setelah ia berhasil mengalahkan maharaja sakti namun sombong Niwatakawaca, para bidadari yang sebelumnya ternyata telah gagal menggodanya. Tetapi di balik itu Mpu Kanwa sesungguhnya ingin melukiskan perkawinan antara sang pertapa Arjuna dengan sakti yang diterimanya atas anugerah Hyang Siwa.

Setelah Sang Arjuna berhasil mengalahkan segala godaan yang ditimpakan kepada dirinya, Hyang Siwa, Dewata Penganugerah hadir dihadapannya. "Ananda ternyata telah berhasil menemukan segala kehendakmu; ada anugerah berupa Cadu Sakti (empat kekuatan) dalam bentuk senjata, panah Pasupati namanya sangat terkenal, lihatlah !". Arjuna mendapat anugerah berupa "senjata" Cadusakti, empat sakti. Dalam kitab-kitab Siwa-tattwa dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Cadusakti tiada lain adalah Wibhusakti, Prabhusakti, Jnanasakati dan Kriya sakti.
Wibhusakti bermakna maha ada, menyusup pada semua yang ada (bagaikan api dalam kayu, minyak dalam santan), Prabhusakti bermakna maha kuasa, Jnanasakti bermakna maha mengetahui, dan Kriya sakti bermakna maha karya.

Itulah sakti yang diterima oleh ksatria pertapa Arjuna. dan Arjuna manunggal, bersatu atau kawin (samyoga, samgama wiwaha), dengan keempat sakti itu. Maka Arjuna pun kemudian disebut sebagai "manusia sakti". Baca artikel Seberapa Dekatkah Anda dengan Tuhan Anda ?

Ketika Daitya Niwatakawaca mendapat anugerah Hyang Siwa karena kuatnya tapa yang dilakukannya, anugerah berupa kekuatan utama yaitu tidak akan terbunuh oleh dewa, yaksa dan raksasa, Hyang Siwa berpesan kepadanya, "nghing yan manusa sakti yanta juga ko !" (tetapi jika ada manusia sakti, hati-hati engkau). Dan ternyata "manusia sakti" yang harus dihadapinya tiada lain adalah Sang Arjuna yang telah mendapat anugerah senjata Cadusakti. Maka Arjuna telah melakukan Wiwaha dengan mencapai Wijaya.

Sumber bacaan buku Wija Kasawur 2 Ki Nirdon. (RANBB)

Cari Artikel di Blog ini

Berita Terkait Semangat Hindu

Artikel Agama Hindu

108 Mutiara Veda 3 kerangka agama hindu advaita visistadviata dvaita Agama Hindu Dharma agama islam Ajaran Hindu aksara suci om Apa yang dimaksud Cuntaka Apa yang dimaksud dengan Japa Apa yang dimaksud dengan Puja aris widodo artikel hindu arya dharma Arya Wedakarna Asta Brata Atharvaveda Atman babad Badan Penyiaran Hindu bagian catur weda bahasa jawa kuno bahasa kawi bahasa sanskerta Banggalah Menjadi Hindu banten hindu bali Belajar Hindu bhagavad gita Bhagawadgita bhagawan bhuta yadnya Bimas Hindu BPH Banten brahma wisnu siwa Brahman Atman Aikyam brahmana ksatriya wesia sudra budaya bali budha kliwon sinta Bukan Heroisme Canakhya Nitisastra cara sembahyang hindu catur asrama Catur Brata Catur Cuntakantaka Catur Purusha Artha Catur Purusharta catur veda Catur Warna Catur Weda Cendekiawan Hindu Dana Punia dewa dewi hindu dewa yadnya dewata nawa sanga dewi kata-kata dewi saraswati dharma artha kama moksa Dharma Santi dharma wacana Doa Anak Hindu epos mahabharata ramayana filsafat agama hindu ganesha Gayatri Sebagai Mantra Yoga Hari Raya Galungan Hari Raya Kuningan Hari Raya Nyepi Hari Raya Pagerwesi Hari Raya Saraswati Hari Raya Siwaratri HINDU adalah ARYA DHARMA HINDU ADALAH SANATHANA DHARMA HINDU ADALAH VAIDHIKA DHARMA Hindu Agama Terbesar di Dunia Hindu Banten Hindu beribadah di Pura Hindu Festival Hindu Indonesia hindu nusantara Hindu Tengger Hinduism Facts Hinduism the Greatest Religion in the Word Hukum Karma Ida Pedanda sakti isi catur weda Jadilah Manusia Setia Japa dan Mantram Jiwa kakawin Kamasutra Keagungan Aksara Suci OM Kekawin Lubdhaka kepemimpinan jawa kuna Kerajaan Hindu kidung dewa yadnya Kitab Suci Weda lontar Lontar Kala Maya Tattwa manawa dharma sastra Mantra Mantra Yoga manusa yadnya Meditasi Matahari Terbit Mengapa Kita Beragama menghafal sloka Mimbar Agama Hindu Moksha Motivasi Hindu Mpu Jayaprema nakbalibelog Naskah Dialog Nuur Tirtha Om or Aum one single family opini hindu moderat Panca Sradha panca yadnya Panca Yajna pandita Panglong 14 Tilem Kepitu parahyangan agung jagatkartta paras paros segilik seguluk Pasraman Pasupati Pembagian Kitab Suci Veda Pemuda Hindu Indonesia pendidikan hindu pengertian catur weda Pengertian Cuntaka penyuluh agama hindu Peradah percikan dharma Percikan Dharma Dewa Yajna phdi pinandita Pitra Yadnya Ngaben Pitrapuja potong gigi Principle Beliefs of Hinduism Proud To Be Hindu Puja dan Prathana Pujawali purana purnama tilem Purwaning Tilem Kapitu Radio online Bali rare angon nak bali belog Reinkarnasi Rgveda ritual hindu Roh Rsi yadnya sabuh mas sad darsana sad guru Samaveda sanatana dharma sang hyang pramesti guru Sang Kala Amangkurat Sang Kala Dungulan Sang Kala Galungan Sang Kala Tiga Sapta Timira Sarassamuscaya Sarassamuscaya Sloka sattvam rajah tamah Sekta Hindu Semangat Hindu seni budaya hindu Sex and Hinduism siwa budha waesnawa siwa ratri Sloka sloka bhagawad gita sloka Rgveda sloka yayurveda Slokantara Sloka Spiritual Bersifat Misterius spiritualitas hindu spma ribek sradha dan bhakti sri rama krishna paramahansa Sri Sathya Sai Baba Sri Svami Sivananda sumpah dalam perkara tabuh gesuri tabuh kreasi baru tabuh telu lelambatan tantri kamandaka tat twam asi tattwa susila upakara Tempat Suci Hindu tiga hubungan harmonis tri hita karana Tri kaya parisudha tri kerangka agama hindu tri mala tri pramana Triji Ratna Permata tujuan perkawinan tumimbal lahir upacara hindu upacara menek deha Upanisad Utsawa Dharma Gita vaidhika dharma Vasudhaiva Kutumbakam Vijaya Dashami widhi tatwa wija kasawur wiwaha agama hindu Yajna dan Sraddha yajna dan sradha Yayurveda Yoga Kundalini