OM. SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA, AM, UM, OM

PRAKATA

Selamat Datang

Semangat Hindu merupakan blog bersama umat Hindu untuk berbagi berita Hindu dan cerita singkat. Informasi kegiatan umat Hindu ini akan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan.
Semangat Hindu semangat kita bersama.

Bersama Semangat Hindu kita berbagi berita dan cerita, info kegiatan, bakti sosial dan kepedulian, serta kegiatan keagamaan seperti ; pujawali, Kasadha, Kaharingan, Nyepi, Upacara Tiwah, Ngaben, Vijaya Dhasami dan lain sebagainya.

Marilah Berbagi Berita, Cerita, Informasi, Artikel Singkat. Bagi yang mempunyai Web/Blog, dengan tautan URL maka dapat meningkatkan SEO Web/ blog Anda.

Terima Kasih
Admin

RANBB

---#### Mohon Klik Share untuk mendukung blog ini ####---

Jumat, 27 Januari 2023

Canakhya Nitisastra - Triji Ratna Permata

 Canakhya Nitisastra - Triji Ratna Permata 

Dalam Canakhya Nitisastra menyebutkan istilah Triji Ratna Permata yang artinya ada tiga ratna permata bumi yaitu air, tumbuh-tumbuhan dan kata-kata bijak. 


Berbicara mengenai hubungan manusia dengan alam, sudah tidak asing lagi bagi telinga kita, bahkan dalam keseharian, kita telah melaksanakan hubungan baik dengan alam ini. Ini berkat pengetahuan kita tentang alam, berkat didikan agama kita, agama Hindu tentang Tri Hita Karana yang sudah sangat kita pahami bersama.

Seperti seorang yang menggali sumur, memang akan sangat membahagiakan saat air kita temukan pertama kali. Sama halnya dalam belajar, saat kita menemukan sesuatu yang kita cari alangkah bahagia dan bangganya. Namun sebenarnya masih banyak pengetahuan yang patut kita pelajari lebih dalam, atau kita perlu menggali sumur yang lebih dalam demi memperoleh kemurnian air. Walaupun tattwa mengenai Tri Hita Karana sudah kita pahami, perlu kiranya kita perdalam lagi, sebab dalam Weda ilmu pengetahuan itu sangat luas dan dalam, tergantung dari kita untuk mempelajarinya.

Dalam Canakhya Nitisastra menyebutkan istilah Triji Ratna Permata yang artinya ada tiga ratna permata bumi yaitu air, tumbuh-tumbuhan dan kata-kata bijak. Dalam kitab Atharwaveda XVIII.1.17 ada disebutkan Trimi Chandra yang bermakna ada tiga yang indah bersinar di bumi ini yaitu air, udara dan tumbuh-tumbuhan bahan makanan serta obat-obatan sebagai tiga yang membuat bumi ini indah dan bersinar sejuk.

            Dari kedua pengetahuan diatas, Tri Hita Karana khususnya mengenai Hubungan Manusia dengan Alam menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan tindakan nyata. Manusia sebagai sentral dari masalah pelestarian alam lingkungan, baik atau rusaknya alam sangat tergantung daripada perilaku manusia itu sendiri. Manusia Hindu dalam tindakan nyatanya untuk pelestarian alam melalui upaya ritual keagamaan  yaitu upacara Yadnya yang telah   pula   menjangkau   aspek   supra-empiris.

            Dalam setiap kegiatan upacara Yadnya selalu terkait dengan air, tumbuh-tumbuhan dan kata-kata bijak (wacika parisudha) dan upakara Yadnya pula sebagai wujud hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam lingkungan.

Menilik berita kerusakan alam saat ini memang sangat memprihatinkan, dalam setiap berita kita sering mendengar kualitas lingkungan hidup kita yang telah rusak, hutan-hutan berganti fungsinya, pencemaran air dimana-mana, dan ke semua itu akan mempengaruhi kualitas sumber daya alam itu sendiri. Kerusakan lapisan ozon yang melindungi bumi dari sinar ultra violet matahari, terkurasnya sumber daya mineral, minyak dan gas dari perut bumi akibat usaha pertambangan yang terjadi di seluruh dunia. Kerusakan demi kerusakan ini akan mengancam peradaban dan kehidupan manusia itu sendiri. Dengan demikian sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga sumber daya alam dan lingkungan hidup serta melestarikannya.

            Pelestarian alam seharusnya dapat diwujudkan dengan perbuatan nyata, seperti dalam RgVeda III.51.5 menyebutkan : “Lindungilah sumber-sumber kekayaan alam seperti atmosfir, tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan berkhasiat obat, sungai, sumber-sumber air dan hutan-hutan belantara “.  Sangat jelas dinyatakan dalam kitab suci kita, sehingga pelaksanaannya menjadi keharusan dengan tindakan nyata. Manusia dan alam harus saling beryadnya, keduanya tidak dapat dipisahkan. Alam beryadnya kepada manusia, manusiapun wajib beryadnya kepada alam. Kitab Bhagawadgita III.16 menyatakan : “Barang siapa yang tidak memutar Cakra Yadnya ini sesungguhnya ia adalah penjahat “ Maknanya dalam hubungan antara manusia dengan alam agar adanya kesadaran manusia, bahwa tanpa yadnya dari alam, manusia tidak dapat mewujudkan tujuan hidupnya. 

Selasa, 24 Januari 2023

Percikan Dharma Pengorbanan Suci (Yajna)

Percikan Dharma Pengorbanan Suci (Yajna)

 

Om Swastyastu

Umat se-dharma, dalam hidup ini pasti ada suatu pengorbanan suci yang harus dilakukan oleh manusia itu sendiri. Untuk itu perlu sekali dilakukan agar hidup ini menjadi lebih indah dan memberikan inspirasi untuk selalu melakukan korban suci.


catur weda

Yajna adalah korban suci, yaitu yang dilandasi oleh kesucian hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Yajna mengandung pengertian yang sangat luas, jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian upacara atau upakara. Yajna merupakan pusat alam semesta, diciptakan atas dasar Yajna, keiklhasan-Nya selanjutnya beliau bersabda supaya setiap manusia mengikuti jejak-Nya.


Orang yang telah melakukan yajna memperoleh pencerahan batin. Demikian pula dalam kehidupan modern, donor darah ataupun donor organ tubuhpun dapat disebut sebagai Yajna yang utama. Oleh karena itu dengan yajna yang kita lakukan niscaya semua anugrah pasti didapatkannya.


Pengorbanan untuk kebahagiaan abadi


Svar yanto napeksanta,

a dyam rohanti rodasi


yajnam ye vi vatodharam,

suvidvamso vitenire


Yajur Veda XVII. 68


Artinya

Para sarjana yang terkenal yang melaksanakan pengorbanan, mencapai kahyangan (swarga) tanpa suatu bantuan apapun. Mereka membuat jalan masuk mereka dengan mudah ke kahyangan (Swarga), yang menyeberangi bumi dan wilayah pertengahan.


Ulasan

Bahwa sesungguhnya dalam hidup ini ada sesuatu yang perlu dikorbankan yaitu apa yang kita punya tentunya, namun demikian apapun yang Ä·ita korbankan apabila didasari dengan keikhlasan niscaya akan membuahkan hasil yang sesuai dengan pengj xucorbanan tersebut.


Dengan pengorbanan yang tulus dan ikhlas dan tanpa pamrih pasti Hyang Widhi akan memberikan yang terindah dalam hidupnya.

Om Santih Santih Santih Om


Aris Widodo

Penyuluh Agama Hindu

Kota Serang

Jumat, 20 Januari 2023

Percikan Dharma Jangan Berjudi

Percikan Dharma Jangan Berjudi


Om Swastyastu

catur weda

Umat se-dharma, dalam kehidupan di dunia ini sering terjadi hal yang seharusnya tidak dilakukan sebaliknya dilakukan yaitu berjudi. Mengapa demikian karena berjudi akan membuat hidup tidak akan tentram.


Tuhan Yang Maha Esa/ Sang Hyang Widhi Wasa mengamanatkan supaya umat-Nya jangan melakukan berjudi. Hal ini ditegaskan dalam kitab suci Weda. Berjudi apapun bentuknya tidak dibenarkan oleh agama. Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa merusak keharmonisan hidup masyarakat. 


Judi sering dikaitkan dengan kesenangan sesaat yang mampu membius mereka yang suka melakukan berjudi sehingga sampai lupa akan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga yang harus mereka hidupi. Kalau judi sudah merasuk dalam sanubari sering lupa akan anak dan istrinya karena kesenangan sesaat yang mampu menghancurkan biduk rumah tangganya.


Berjudi merusak kehidupan keluarga


Jaya tapyate kitavasya hina 

mata putrasya caratah kva svit,

mava bibhyad dhanam icchamanah

anyesam astam upa naktam eti.


Rg Veda X. 34. 10


Artinya

Isteri seorang penjudi yang mengembara mengalami penderitaan yang mendalam di dalam kemelaratan dan ibu seorang putra yang berjudi semacam itu tetap dirudung derita. Dia, yang dalam lilitan hutang dan dalam kekurangan uang, memasuki rumah orang-orang lainnya dengan diam-diam di malam hari.


Ulasan

Bahwa dalam kehidupan ini sering terjadi rumah tangga yang tidak harmonis disebakkan oleh karena perjudian. Ini semua karena kesenangan sesaat yang dijumpai dalam kehidupan dimana masyarakat masih belum sepenuhnya sadar akan arti kesenangan sesaat tersebut. 


Memang dalam berjudi dapat membuat kita terlena akan kesenangan sesaat yang bisa dinikmati pada saat itu saja, namun tidak terpikirkan dampak yang akan diterima oleh keluarga yang di tinggalkan dalam perjudian tersebut. Terkadang karena telalu asyiknya dalam berjudi lupa akan kewajiban sebagai seorang kepala keluarga, sehingga bisa berhari-hari tidak pulang hanya karena perjudian belum usai bahkan sampai apa saja yang dipunyainya dipertaruhkan dalam perjudian.


Untuk itu perjudian janganlah hemdaknya dilakukan karena akan menyengsarakan keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Oleh karena dalam kitab suci Veda juga melarang segala jenis perjudian agar kehidupan mereka tetap harmonis dan bahagia selalu.


Demikian yang harus diperhatikan bahwa perjudian selamanya akan membuat sengsara dan tidak membawa kebahagiaan bagi keluarga dan masyarakat sekelilingnya.

Om Santih Santih Santih Om


Aris Widodo

Penyuluh Agama Hindu

Kota Serang

Selasa, 17 Januari 2023

Isi Lontar Kekawin Lubdhaka

Bagaimana isi Lontar Kekawin Lubdhaka ?

Bagaimana isi Lontar Kekawin Lubdhaka ?

Di dalam Lontar Kekawin Lubdhaka mengungkapkan sebagai berikut :



Seorang yang tinggal di puncak gunung, bernama Lubdhaka penghidupannya adalah sebagai seorang pemburu. Adapun yang senang diburunya adalah Mong (Harimau), Wek (Babi Hutan), Gajah dan Badak (Warak).

Pada suatu hari, tepatnya pada hari panglong 14, Tilem Kapitu (bulan Magha) pagi-pagi buta dia telah meninggalkan rumah pergi ke hutan untuk berburu, itulah kegiatannya sehari-hari. Kebetulan pada hari itu kepergiannya ke hutan mengalami kesialan karena tidak ada seekor binatangpun yang dilihatnya, tetapi Si Lubdhaka tetap sabar menunggu dalam keadaan perut kosong. Saat menjelang senja hari, belum juga ada seekor binatang pun yang nampak, maka muncul dalam pikiran Si Lubdhaka, kemungkinan binatang-binatang tersebut sedang mencari tempat minum, dan karena mempunyai perkiraan yang demikian, maka dia pun berusaha menemukan sumber-sumber air yang ada di hutan tersebut. Kemudian Si Lubdhaka menemukan sebuah telaga, dan kebetulan pada tepi telaga ada sebuah pohon yang rimbun yang disebut dengan pohon Bila (Pohon Maja). Di bawah pohon itulah Si Lubdhaka berteduh sambil menunggu binatang yang akan datang untuk minum air. Namun harapannya tetap saja kandas, ternyata tidak seekor binatang pun ada yang datang untuk meminum air, sangat kecewa Si Lubdhaka.

Sang mentari pun telah kelam, dan dijemputlah oleh kegelapan, tiada bisikan deringan sayap jangkrikpun lenyap, suasana berganti menjadi sepi dan malam itu sangat mengerikan sehingga Si Lubdhaka tidak berani bermalam dibawah pohon karena takut disergap oleh harimau, maka diapun naik ke pohon Bila tersebut, serta duduk pada dahan pohon yang menjulur ke atas telaga, dalam perhitungannya kalau jatuh tidak akan cedera. Untuk menghilangkan kantuknya, maka Si Lubdhaka memetik-metik daun Bila tersebut satu-persatu lalu dijatuhkan ke dalam telaga. Setelah dalam perhitungan 108 kali menjatuhkan daun Bila-nya dan saat itu tepat pada dauh Yoga (dauh penciptaan) dilihatlah olehnya sebuah lingga bermunculan dari dalam telaga dalam waktu sekejap. Tidak lama lagi datanglah sang fajar menyingsing. Si Lubdhaka turun dari pohon Bila langsung pulang dengan tangan hampa. Sesampainya Si Lubdhaka di rumah hari sudah senja, dengan perut lapar karena satu hari satu malam tidak sebutir nasipun dapat menyentuh perutnya, kebetulan di rumahnya ada nasi kerak (entip), itulah yang dimakannya.

Setelah beberapa tahun berselang, maka Si Lubdhaka jatuh sakit, dan sakitnya makin parah, akhirnya Si Lubdhaka meninggal dunia. Diceritakan setelah Si Lubdhaka meninggal dunia Sang Hyang Yamadipati telah mengetahui maka diperintahkanlah pada Cikrabala, Kingkarabala untuk menjemput rohknya Si Lubdhaka agar dibawa ke Yama Loka, untuk diadili serta dihukum sesuai dengan dosanya atas perbuatannya di dunia semasih hidupnya, suka melakukan perbuatan “Himsa Karma”.

Demikian juga Sang Hyang Siwa di Siwa Loka juga telah mengetahui bahwa Si Lubdhaka telah meninggal dunia, diutuslah bala tentaranya “Watek Gana”, untuk menjemput rokh Si Lubdhaka agar dibawa ke Siwa Loka. Setelah kedua kelompok utusan tersebut tiba ditempat rokh Si Lubdhaka, maka mereka saling berebut dan masing-masing menunjukkan perintah dan tidak ada yang mau mengalah, maka terjadilah peperangan antara laskar Sang Hyang Yama dengan laskar Sang Hyang Siwa. Akhirnya kalah laskarnya Sang Hyang Yamadipati dan rokh Si Lubdhaka diboyong ke Siwa Loka.

Setelah laskar Sang Hyang Yama sampai di Yama Loka, maka dilaporkan tentang kejadian yang tadi kehadapan Sang Hyang Yama, serta kagetlah Sang Hyang Yamadipati mendengar isi laporan tersebut, akhirnya Sang Hyang Yama datang ke Siwa Loka untuk menuntut dan menanyakan kehadapan Sang Hyang Siwa, kenapa Si Lubdhaka dapat pengampunan dosa padahal dia selalu melakukan perbuatan Himsa Karma semasih hidupnya di dunia. Sesudah Sang Hyang Yama memohon penjelasan tentang peleburan dosannya Si Lubdhaka maka, kembalilah Sang Hyang Yama ke Yama Loka dengan tangan kosong.

Bagaimana tatacara Siwaratri menurut lontar Siwaratri Brata ?

“Nihan Krama Siwaratri Brata Utama, Tindakira Sang Pandita Siwa Paksa, Muang Buda Paksa, Sang Maharep, Lepas Saking Atma Sangsara, Sidaning Yasa, Tapa, Brata, Dhyana, Yoga Samadhi Muang Kerthinia”

Apa maksudnya ?

Inilah tatacara Siwaratri Brata utama, yag dilaksanakan oleh Pendeta Siwa Buda Paksa, demikian juga kepada orang yang mengharakan terlepasnya atma dari kasengsaraannya, atas dasar berhasilnya pelaksanaan Tapa, Brata, Dhyana, dan Samadhinya, dan Yasa Kerthinya.

Rabu, 11 Januari 2023

PENGERTIAN CUNTAKA DAN RUANG LINGKUPNYA

NASKAH DIALOG : MIMBAR AGAMA HINDU

TEMA 2 : PENGERTIAN CUNTAKA DAN RUANG LINGKUPNYA

Ditulis untuk kegiatan BPH (Badan Penyiaran Hindu) Provinsi Banten oleh Admin Blog.


 

Prolog – Durasi 5 Menit

Menceritakan kegiatan umat Hindu

1.      Kegiatan Karawitan diiringi gambelan Geguntangan.

2.      Dibuka oleh presenter

3.      Dilanjutkan dengan dialog (sesuai skrip)



Dialog – durasi 15 Menit

Presenter & Narasumber : Om Swastiastu,

Presenter : Bapak Ibu se dharma yang berbahagia, pada Mimbar Agama Hindu kali ini kita telah disuguhi Kerawitan yang diiringi Geguntangan. Dari kegiatan kerawitan ini, ada beberapa hal yang memerlukan penjelasan bagi kita umat Hindu. Pada kesempatan yang baik ini telah hadir dihadapan kita, Ida Pandita Dharma Putra Paseban sebagai narasumber dalam Mimbar Agama Hindu ini yang bertema, Cuntaka.

 

Presenter : Ratu Pandita yang sampun meraga suci yang kami muliakan. Apa yang dimaksud dengan Cuntaka ?

Pandita  : Pemirsa yang budiman dan umat Hindu yang berbahagia. Cuntaka adalah keadaan tidak suci atau tidak bersih secara Niskala yang disebabkan oleh beberapa hal tertentu, seperti haid (datang bulan) bagi perempuan, melahirkan, keguguran dan kematian salah seorang anggota keluarga. Demikian ketentuan yang ada dalam Manawa Dharma Sastra, kemudian dalam Widhi Sastra, Catur Cuntakantaka, Pangalantaka, memerinci 11 keadaan yang menyebabkan Cuntaka dengan ruang lingkup dan jangka waktunya.

                   Sehingga Cuntaka itu tidak hanya datang bulan saja, dan tidak hanya perempuan saja. Tidak hanya orang dewasa saja, tetapi juga kepada anak-anak kita apabila ada salah satu anggota keluarga kita, ada yang meninggal.

                   Dalam keadaan Cuntaka umat Hindu tidak diperkenankan untuk memasuki tempat suci ataapun melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang dianggap suci.

 

Presenter : Apakah pekerjaan-pekerjaan suci yang dimaksudkan ?

Pandita  : Dalam agama kita, pekerjaan suci sering dikaitkan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan keagamaan. Seperti membuat sesaji, banten atau upakara lainnya. Secara psikologis, wanita yang sedang datang bulan emosinya dalam keadaan tidak stabil, sehingga bisa berpengaruh pada perasaan, jiwa yang mana kita ketahui bersama, membuat banten atau upakara memerlukan jiwa yang tenang, seni, bergembira, penuh ketulus-ikhlasan.

 

Presenter : Apakah dalam keadaan Cuntaka bisa belajar Megeguritan seperti yang kita saksikan tadi ? bagaimana nike Ratu Pandita.

Pandita  : Para Pemirsa Televisi yang berbahagia. Kegiatan megeguritan, megending pupuh dalam keadaan latihan, bukan dalam situasi sedang melaksanakan Yadnya, Upacara Panca Yadnya, dalam keadaan Cuntaka tidak apa-apa. Sepanjang rasa hati kita tidak bertentangan, perasaan kita tidak ada penolakan, kegiatan itu tidak apa-apa. Kembali kepada jiwa emosional kita, semasih hal tersebut menyangkut pribadi kita, dan tidak melibatkan kepentingangan umum, itu dapat dilaksanakan.

Presenter : Bagaimana dengan membaca Sloka-Sloka, atau mempelajari mantra-mantra yang ada dalam lontar, Kitab Suci kita, apakah dalam keadaan Cuntaka diperbolehkan.

Pandita   : Pemirsa televisi yang budiman dan umat Hindu yang berbahagia. Membaca Sloka atau Gegitaan, kemudian ada megeguritan, ada yang disebut Mekidung, Karawitan, itu semua adalah seni Suara atau Dharma Gita. Di Bali kita sudah mengenal yang namanya “Sekar” yang ada empat; yaitu Sekar Rare, Sekar Alit, Sekar Madya dan Sekar Agung. Melalui kreasi seni suara ini ajaran keagamaan diselipkan di dalamnya. Ajaran yang menyangkut Tattwa, Susila dan Upacara, yang mana kita pahami ketiganya ini merupakan tiga kerangka dasar agama Hindu. Dalam bagian Upacara ada Panca Yadnya; Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Resi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya.

                   Bagaimana kaitannya dengan keadaan Cuntaka ? Melantunkan “Sekar Rare” dan “Sekar Alit” lebih bersifat hiburan, melila cita, menyenangkan hati, membuat suasana menjadi indah dan tentram, tentu dalam keadaan Cuntaka tidak ada masalah. Berbeda halnya dengan Sekar Madya dan Sekar Agung yang pada umumnya dikaitkan dengan pelaksanaan Yadnya, yaitu Panca Yadnya.

                   Sekar Agung sering disebut dengan kekawin yang dibentuk berdasarkan wrtta, matra. Wrtta artinya banyak suku kata dalam tiap kalimat. Matra artinya kedudukan guru laghu dalam tiam Wrtta. Dalam satu pada kakawin biasanya terdiri dari empat baris kalimat, umumnya adalah sloka-sloka dalam Bhagawad Gita, yang diperdengarkan dalam kegiatan upacara Yadnya. Sehingga tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang Cuntaka.

Presenter : Seperti disebutkan diawal Cuntaka tidak hanya untuk perempuan tetapi juga laki-laki. Apa saja yang menjadi penyebab Cuntaka tersebut ?

Pandita   : Pemirsa yang budiman, adapun Penyebab Cuntaka dan Ruang Lingkupnya serta jangka waktu seseorang masih dalam keadaan Cuntaka adalah

1.      Kematian : Keluarga terdekat sampai dengan mindon, serta orang-orang yang ikut mengantarkan jenasah, demikian pula alat-alat yang dipergunakan dalam keperluan tersebut. Untuk jangka waktunya disesuaikan dengan, Loka Dresta (kebiasaan setempat) dan Sastra Dresta (ketentuan sastra).

2.      Datang Bulan / Haid, Cuntaka hanya untuk yang mengalami saja, termasuk juga kamar tidurnya. Untuk jangka waktu selama masih mengeluarkan darah sampai membersihkan diri.

3.      Bersalin atau melahirkan, Cuntaka untuk yang melahirkan dan suami (laki-laki), beserta seluruh rumah yang ditempati. Jangka waktu sekurang-kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pebersihan.

4.      Keguguran, Cuntaka untuk yang mengalami dan suami (laki-laki) beserta seluruh rumah yang ditempati dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pebersihan.

Presenter : Selain yang sudah Ratu Pandita sebutkan, apakah masih ada penyebab Cuntaka ?

Pandita   : Penyebab lain kita dikatakan Cuntaka, tadi baru disebutkan sebanyak 4, kita lanjutkan yang ke-5 

5.      Gamia Gamana, incest hubungan seks antara anak dengan orangtua, antara saudara sekandung. Ada pula yang menggolongkan pedofile, termasuk Gamia Gamana selain tentunya sebagai perbuatan kriminal. Ruang lingkup Cuntaka ini cukup luas, selain pada diri si pelaku juga desa adatnya. Jangka waktu berakhir sampai diadakan pebersihan baik terhadap pribadi pelaku maupun desa adatnya.

6.      Salah Timpal itu artinya berhubungan badan dengan hewan atau binatang, juga disebut dengan Agamia. Yang Cuntaka adalah yang melakukan dan desa adat setempat. Jangka waktu berakhir sampai diadakan pebersihan baik terhadap pribadi pelaku maupun desa adatnya.

7.      Hamil tanpa Upakara Keakaon juga termasuk dalam Cuntaka untuk pribadi dan kamar tidurnya. Jangka waktu berakhir bila telah dilaksanakan upacara Beakaon atau upacara perkawinan yang sah.

8.      Mitra Ngalang (nyolong semara, semara dudu) dalam bahasa Indonesia disebut pemerkosaan. Selain termasuk kriminal juga yang mengalami akan Cuntaka yang akan berakhir bila diadakan upacara beakaon

9.      Perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama dapat dikatagorikan sebagai Cuntaka pada pelakunya, seperti melakukan perbuatan Sad Tatayi yaitu Agnida ; membakar milik /diri orang lain, Visada ; Meracuni, Atharva ; melakukan praktek ilmu hitam, Sastragna ; Mengamuk, gelap mata, Dratikrama ; memperkosa, melakukan pelecehan, dan Rajapisuna ; menghasut,memfitnah.

Hal ini merupakan hal yang berkaitan dengan Susila kita, sehingga dalam kegiatan-kegiatan suci kita diharakan untuk senantiasa dalam keadaan bersih, suci pikiran, perkataan dan perbuatan.

Presenter : Pemirsa televisi yang budiman, demikian sudah dijelaskan kepada kita hal-hal yang berkaitan dengan Cuntaka, jadi tidak hanya perempuan saja yang mengalaminya tetapi juga bisa laki-laki, bahkan suatu desa.

                   Marilah kita sebagai umat Hindu untuk senantiasa meningkatkan Susila kita dalam pergaulan sehari-hari, sehingga kegiatan keagamaan yang kita lakukan senantiasa dapat suci nirmala tanpa leteh.

Umat Hindu Sedharma, demikianlah acara Mimbar Agama Hindu pada hari ini, semoga kita senantiasa dalam lindungan Ida Sanghyang Widhi Wasa.

Presenter & Narasumber : Om Santih-Santih-Santih Om

Selasa, 10 Januari 2023

Filsafat tentang Sang Hyang Widhi Wasa

Percikan Dharma Widhi Tatwa
(Filsafat tentang Sang Hyang Widhi Wasa)

Filsafat Agama Hindu

Om Swastyastu
Umat se-dharma, bahwa dalam agama Hindu ada filsafat tentang Sang Hyang Widhi Wasa. Siapakah sejatinya Sang Hyang Widhi Wasa itu.

Sang Hyang Widhi Wasa yaitu Beliau yang Maha Kuasa yang mencipkakan, memelihara dan memralina semua yang ada di dunia ini. Sang Hyang Widhi Wasa itu Maha Esa seperti yang terdapat pada kitab suci Weda. 

EKA EVA ADWITYAM BRAHMAN
yang artinya : hanya satu (Ekam Eva) tidak ada dua (Adwityam) Hyang Widhi (Brahman) itu.

EKO NARAYANAD NA DWITYO STI KASCCIT.
yang artinya hanya satu Tuhan tidak ada duanya.

Di dalam lontar Sutasoma disebutkan juga, apabila BHINNEKA TUNGGAL EKA  TAN HANA DHARMA MANGRWA. 
Yang artinya berbeda-beda namun tetap satu  tidak ada dharma yang kedua. 

Juga disebutkan EKAM SAT WIPRAH BAHUDA WADANTI.
yang artinya hanya satu (Ekam) Sang Hyang  Widhi Wasa (Sat=hakekat) hanya orang bijaksana (Wiprah) menyebut (Wadanti) dengan banyak nama (Bahuda).

Mengapa banyak disebut dengan banyak nama, karena sifat-sifat Sang Hyang Widhi Wasa yaitu Maha Kuasa, Maha Mulya, Maha Asih dan lain sebagainya. Karena tugas dan kewajiban Sang Hyang Widhi Wasa yang utama Dewa untuk kita yaitu :
Brahma, sebutan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta alam semesta beserta isinya, dalam bahasa sanskerta disebut Utpeti.
Wisnu, sebutan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pemelihara alam semesta beserta isinya, dalam bahasa sanskerta disebut Sthiti
Siwa, sebutan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pemralina alam semesta beserta isinya, dalam bahasa Sanskerta disebut Pralina atau sangkan paran.
Om Santih Santih Santih Om

Aris Widodo
Penyuluh Agama Hindu
Kota Serang

Senin, 09 Januari 2023

OPINI : STRATEGI MENANGANI SAMPAH SISA UPAKARA

OPINI : STRATEGI MENANGANI SAMPAH SISA UPAKARA

sloka yayur weda

Masalah sampah sisa persembahyangan yang muncul di media sosial semakin mengganggu kita sebagai umat Hindu. Tak peduli pura sebesar dan semegah Pura Besakih juga tidak luput dari sampah dari pemedek, yang berupa Canang Sari, kwangen, kulit tipat, kulit buah jeruk ataupun gelas plastik minuman. Terkadang adapula kulit daksina, kelapa, ceper, tamas, taledan yang berserakan disudut-sudut pura. Walaupun sebenarnya dari dahulu juga sudah ada sampah, sisa Kwangen atau  Canang Sari, dan lain-lain. Masih sangat jelas dalam ingatan saya, saat masih usia anak-anak di desa, setiap piodalan selalu berebut untuk mencari sisa kwangen atau canang sari, barangkali ada sesari yang luput diambil oleh pemangku. Dapat terkumpul hingga 100 rupiah sangatlah  besar pada tahun 70-an. Lalu kenapa setelah informasi global seperti saat ini, sampah tersebut menjadi sangat mengganggu ?

Yang manakah sampah upakara dan yang mana pula sisa upakara ?  terlebih dahulu harus kita sepakati bersama antara sampah dan sisa upakara, walau dari segi bentuk rupa kedua hal ini sama. Sisa Upakara adalah Upakara yang telah dihaturkan kepada Tuhan dan segala manifestasiNya termasuk kepada sang Bhutakala, terletak pada tempat-tempat tertentu. Seperti di pelinggih dan di sor pelinggih, ada pula di tengah-tengah pemedal, kori agung atau candi bentar.

Seperti kita ketahui, salah satu fungsi Upakara adalah sebagai alat konsentrasi dan sebagai persembahan kurban suci. Dengan melihat upakara, pikiran manusia sudah teringat dan terarah pada yang dihadirkan untuk dipuja. Teringat akan sang Bhutakala atau mahluk lain yang berada diantara kita, yang patut kita persembahkan kurban suci agar mereka selalu senang, tenang, tentram sehingga tidak mengganggu kegiatan kita. Sisa persembahan atau upakara ini tidak langsung dipindahkan atau dibersihkan, sebagai tanda prosesi upacara sudah berlangsung.

Setelah kita memahami sisa upakara, sekarang kita kembali ke sampah. Sampah adalah sesuatu yang dibuang, yang telah tidak berguna. Sampah pada umumnya tidak berada di tempat-tempat tertentu seperti pelinggih atau pintu masuk/pemedal. Di lingkungan pura, sampah yang walau bentuknya sama dengan sisa upakara ini dapat dijumpai pada tempat-tempat umum, seperti lapangan parkir kendaraan atau tempat teduh dibawah pohon yang rindang.

Strategi menangani sampah dan sisa upakara tentunya dengan cara yang berbeda, karena kedua hal tersebut memang berbeda. Sisa upakara akan dibersihkan setelah kegiatan selesai atau Nyineb, semua akan dilungsur kemudian dinikmati sebagai prasadam. Dipilah-pilah kembali, mana buah, tumpeng, dan mana yang janur, bunga dan lainnya yang tidak bisa dimakan. Kegiatan ini sudah berlangsung secara turun-temurun pada setiap perhelatan pujawali atau piodalan. Semua berlengsung dengan baik, sehingga sampah yang dihasilkan tidak akan mengganggu keindahan lingkungan pura. 

Kemudian masalah sampah perlu penanganan secara fisik maupun mental. Fisik, berupa kegiatan pembersihan langsung oleh petugas kebersihan, dengan menyapu secara berkala dan menyediakan tempat-tempat sampah ditempat-tempat umum. Membuat papan peringatan, agar umat menjaga kebersihan, salah satunya seperti “KEBERSIHAN ADALAH BAGIAN DARI KARMA BAIK”. Papan peringatan dengan menyentuh hati umat, bahwa kebersihan adalah bagian dari karma baik, dimana hukum karma yang sangat dipercaya oleh umat kita. Sehingga selain secara fisik, ini pula merupakan cara penanganan secara mental.

Satu hal yang dapat kita kerjakan sebagai pemedek adalah dengan menyiakan plastik kantong kresek sendiri saat akan nangkil. Bila diperlukan adanya upaya Panitia piodalan untuk menyediakan kantong kresek gratis bagi umat yang akan melaksanakan persembayangan sehingga ada rasa tanggungjawab, bahwasanya selain melaksanakan persembahyangan juga melaksanakan karma baik dengan tidak membuang atau meninggalkan sampahnya di lingkungan pura.

Dengan adanya penekanan bahwa Kebersihan bagian dari sebuah Karma baik, tentunya akan memberi efek yang sangat baik pula. Kita ketahui bersama bahwa, umat Hindu sangat percaya dengan Hukum Karma, baik yang kita lakukan, baik pula yang akan kita terima, demikian sebaliknya. Hukum Karma menjadi suatu hal yang perlu mendapatkan peningkatan pemahaman dan penerapan di lapangan, lebih-lebih kita sudah memahami tentang TRI HITA KARANA.

Penulis : Admin Blog 

Minggu, 08 Januari 2023

Percikan Agama Hindu Dharma Sumber Hidup

Percikan Dharma Sumber Hidup

sloka rig veda

Om Swastyastu
Umat se-dharma, sesungguhnya alam semesta ini merupakan Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa karena tidak ada yang menyamai kemahakuasaan-Nya. Oleh karena itu Beliau merupakan sumber hidup bagi setiap makhluk hidup di dunia ini.

Vrhatsumnah prasavita nivesano
jagatah sthaturubhayasya yo vasi,
sa no devah savita sarma yaccha
tvasme ksayaya trivarutham amhasah.

Rg Veda IV. 53.6

Artinya
Tuhan Yang Maha Pengasih, yang memberi kehidupan kepada alam semesta, dan menegakkannya; Ia yang mengatur baik yang bergerak dan yang tidak bergerak; semoga Ia. Savitar, memberikan waranugraha-Nya kepada kami, untuk ketentraman hidup, dengan kemampuan melawan kekuatan jahat.

Ulasan
Bahwa sebenarnya yang memberikan kehidupan semua makhkuk hidup adalah Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, karena itu Beliau sesungguhnya sumber hidup bagi semua makhluk hidup yang berada di bumi ini. Untuk itu Beliau tidak membedakan ciptaaan-Nya karena semua diberikan kehidupan yang sama baik sebagai manusia, hewan maupun tumbuhan.

Oleh karena yang menjadi perbedaan bagi makhkuk ciptaan Beliau yaitu bagi tumbuhan hanya diberi hidup untuk tumbuh dan bergerak apabila digerakkan oleh angin, bagi hewan hanya diberi hidup untuk tumbuh dan bergerak, sedangkan manusia diberikan hidup untuk tumbuh, bergerak dan berpikir. Jadi hanya manusia yang diberikan kelebihan dalam hidup ini untuk berpikir sebelum berbuat agar makhluk lain tidak tersakiti.
Om Santih Santih Santih Om

Aris Widodo
Penyuluh Agama Hindu
Kota Serang

Sabtu, 07 Januari 2023

Dana Punia Sarassamuscaya Sloka 174

 Dana Punia Sarassamuscaya Sloka 174

 arthavanarthsmarthibiyo na dadatyatra kogunah, ekaiva gatirarthasya danamanya vipattayah.

 

sloka yayur weda

Kuneng, an wwangujar sang sugih maweh dana ring kasyasih, tan padon ika, apan kewala tunggal doning mas, danakena juga karih, len sangkerika donya, lara katiwasan ngaranika.

 

Artinya

Akan tetapi, jika menggembar-gemborkan orang yang kaya memberi sedekah kepada orang yang patut dikasihani, sebenarnya tiadalah gunanya itu, sebab hanya satu saja gunanya kekayaan, yaitu untuk disedekahkan, jika lain dari pada itu kegunaannya disebut menimbulkan duka kemiskinan.

 

Ulasan

Apa yang menjadikan pembicaraan bahwa apabila mereka memberikan sedekah dengan memberitahukan kepada orang lain itu tidaklah baik dilakukan, karena kalau sudah mau memberi dana punia atau sedekah hendaklah jangan diketahui orang banyal.

Oleh karena itu mepunia harus berdasarkan keikhlasan hati sehingga akan betdampak pada bagaimana kehidupan dalam masyarakat saat ini.

Jumat, 06 Januari 2023

Siapakah Sang Kala Tiga ?

Siapakah Sang Kala Tiga ?

Apa dasar pustaka Sang Kala Tiga ?


Siapakah Sang Kala Tiga ?

1. Butha Galungan

2. Butha Dungulan

3. Butha Amangkurat

sang kala tiga


Apa dasar pustaka Sang Kala Tiga ?
Lontar Kala Maya Tattwa, sebagai berikut :
“Ritetrapaning Wewaran, Ikang Dungulan Menuju Redite, Paing, Rikala Ika Mijil Ikang Kala Bhama Ribungkahing Pertiwi Meharan Sang Kala Galungan, Sang Kala Udha Mijil Ritengahing Windhu, Meharan Sang Kala Dungulan, Sang Kala Maya Mijil Ritelengking Akasa, Meharan Sang Kala Amangkurat, Ika Sami Amintoni Manusa Ring Madyapada, Maweruh Inaggapi Sadnyan Manusa...”

Jelaskan mengenai Sang Kala Tiga
Sesungguhnya Sang Kala Tiga ini bersemayam di Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit, yaitu Sang Kala Galungan, Sang Kala Dungulan dan Sang Kala Amangkurat, dan masing-masing Kala ini memberikan kekuatannya terhadap Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit.

Kamis, 05 Januari 2023

Puja, Prathana, Japa dan Mantram

 Puja, Prathana, Japa dan Mantram

Apa yang dimaksud dengan Puja ?
Apa yang dimaksud dengan Prathana ?
Apa yang dimaksud dengan Japa ?
Apa yang dimaksud dengan Mantram ?


        Puja
adalah pengucapan mantram yang sudah baku untuk memuja kebesaran Tuhan. Dalam Puja ini kita bisa memohon suatu anugrah kepada Tuhan lewat Istadewata. Melakukan Puja Trisandya dan Karamaning Sembah adalah contoh dari melakukan puja ini. Ritual ini bisa dilakukan bersama-sama, tetapi ada aturannya baik dberupa cara duduk, mau pun sarana. Kapan sembahyang memakai bunga, kapan memakai kuangen, kapan tangan kosong, misalnya.


Prathana adalah berdoa yang sebenarnya. Kita berdoa melakukan permohonan kepada Tuhan, tetapi tidak dibatasi oleh sikap tubuh maupun sarana. Mantram pun tak harus baku, bahkan bisa bebas dengan dengan bahasa sehari-hari. Juga bisa tak terucapkan, hanya di dalam hati. Misalnya, ketika mendengar ada seorang yang meninggal dunia, kita langsung memberikan doa. Atau ada rintangan di jalan. Apakah saat itu kita sedang menyetir mobil atau minum kopi di ruang tamu. Karena begitu bebasnya dan sifatnya pun pribadi, berdoa cara ini tak harus bersama-sama.

Japa adalah pengucapan nama suci Tuhan secara berulang-ulang, baik dihitung dengan sarana genitri atau japamala, mau pun tak terbatas. Japa selain itu mendekatkan diri pada Tuhan juga bagus untuk mendisiplinkan pikiran. Japa bisa dilakukan bersama-sama, tetapi karena tujuan sering tidak sama, begitu pula berapa lama japa tidak sama, maka lebih baik dilakukan sendiri.

Mantram adalah doa yang diucapkan dengan kata-kata yang sudah baku yang diambil dari kitab Weda. Tujuannya jelas, cara pengucapannyapun baku, meski iramanya bisa mengikuti budaya setempat. Mantram ini yang biasa dilakukan oleh seorang sulinggih dalam mempin ritual sebelum mengajak umat sembahyang bersama. Tidaklah mungkin mantram dilantunkan bersama-sama, kecuali Puja Trisandhya yang sesungguhnya adalah enam bait mantram  dari berbagai sumber disatukan. Puja Trisandhya adalah kearifan Hindu Nusantara agar kita punya sarana untuk berdoa bersama. Di luar Bali, terutama umat Hindu etnis Jawa, seringkali melakukan Panca Sembah juga dengan melantunkan bersama-sama. Karena mereka taat dengan pedoman baku yang sudah disusun dan disebarkan. Namun di Bali agak sulit, karena sulinggih atau pemangku seringkali melantunkan mantram yang berbeda dari yang sudah dijadikan pedoman dalam buku. Misalnya, mantram kedua Panca Sembah tatkala memuja Hyang Raditya untuk “memohon kesaksian”. Ada banyak jenis mantram untuk memuja Raditya, kalau ternyata umat dan sulinggih saling beda mengambil sumber, bisa kacau dan selesainya pun tak bersama. Karena itu umat cukup diam saja menunggu mantram sulinggih.

Keempat cara berkomunikasi dengan Tuhan penting untuk dibedakan agar ritual yadnyanya lebih rapi dan khusyuk. (sumber kutipan Dharma Wacana : Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda )


Selasa, 03 Januari 2023

Percikan Dharma Tri Kaya Parisudha

 Percikan Dharma  Tri Kaya Parisudha

Om Swastyastu

percikan dharma

Umat sedharma yang bahagia, ada tiga hal yang harus kita lakukan yakni berpikir yang benar, berbicara yang benar dan berbuat yang benar. Dalam hal ini manusia dibekali akal dan pikiran yang lengkap diantara makhluk hidup lainnya, untuk itu dalam berpikir harus mampu

membuat semua makhluk hidup bahagia. Oleh karena itu berpikir yang  tentu akan berakibat pada ucapan dan perilaku yang baik pula sehingga akan membuat suasana yang menyenangkan.


Umat sedharma, dengan ucapan yang baik dan benar tentu akan memberikan fibrasi yang baik pula dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan ini memang sangat dibutuhkan ucapan atau perkataan yang baik akan membuat hidup lebih menyenangkan.


Sedangkan dalam berbuat baik tentu tidak akan lepas dari apa yang ada dalam pikiran kita, karena semua berpulang pada pikiran datangnya. Dengan modal tiga hal ini apabila dilaksanakan terus menerus tentu akan dengan mudah mendapatkan tiket menuju swarga loka, karena dengan jalan dharma tersebut itulah swarga loka bisa dicapainya. 

Om Santih Santih Santih Om


Aris Widodo

Penyuluh Agama Hindu

Kota Serang

Senin, 02 Januari 2023

HARI RAYA GALUNGAN SEBAGAI MOMENTUM PENINGKATAN KUALITAS DIRI

HARI RAYA GALUNGAN SEBAGAI MOMENTUM PENINGKATAN KUALITAS DIRI

hari raya galungan


Hari ini mayoritas Umat Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Galungan. Hari yang secara tradisional dimaknai sebagai hari kemenangan. Kemenangan dharma atas adharma, atau kebajikan melawan kebathilan. Sebagai sebuah peringatan atas kemenangan,maka sangat wajar akhirnya hari Galungan diberikan predikat sebagai hari raya, yang mengandung makna perayaan terhadap kemenangan. Yang menjadi pertanyaan adalah, kemenangan melawan apa, dan siapakah yang harus dikalahkan?

 


Berkaitan dengan Hari Raya Galungan, banyak tafsir baik secara mitologi maupun historis. Tafsir mitologi yang sering kita dengarkan adalah tentang Maya Denawa, dan tafsir secara historisnya yaitu kemenangan antara Pandava melawan Kaurava. Tafsir historis yang lainnya adalah perayaan kemenangan Sri Rama yang berhasil membawa kembali Sita Dewi dari cengkeraman Rahwana di Alengka Pura. Kemudian di antara tafsir- tafsir tersebut manakah yang benar?

Sebuah pertanyaan yang wajar, yang biasa ditanyakan oleh orang pencari kebenaran dengan membabi buta,  yang menganggap Agama adalah hitam dan putih, semua harus didasarkan atas fakta empiris.

 

Bagi saya, agama merupakan jalan hidup. Begitu kita memiliki prinsip itu, maka hal pertama kita sadari adalah harus mengetahui tujuan hidup. Tujuan hidup akan berhasil kita raih dan temukan apabila kita mengenal dan mengikuti "rambu- rambu jalan hidup". Itulah agama, yang memberikan rambu-rambu kehidupan melalui sloka-sloka/ ayat sucinya. Yang jelas kesemuanya harus diterjemahkan, baik secara tekstual maupun konstekstual. Tidak harus membabi buta.

 

Kembali mengenai Hari Raya Galungan, Sastra Suci kita,khususnya Kek. Ramayana memberi pesan tersurat dan tersirat: "Ragadi musuh maparo, ri hati yo tonggwania tan mafoh ring hawak..." yang artinya: musuh yang sebenarnya adalah terletak di dalam diri, tidak jauh dari diri kita. Selain itu sastra yang lain, yaitu Nitisastra menyebutkan: "Nora na satru manglwihane heleng ri hati", yang secara pemaknaan tidak jauh berbeda dengan tafsir Kek. Ramayana di atas. Pesan tersurat dan tersirat dari Sastra Suci tersebut, ditegaskan lagi oleh Pancamo Veda kita yaitu Bhagavad Gita XVI.21:

Trividham narakaye'dam
dvaram nasanam atmanah
kamah krodhas tatha lobhas
tasmad etat trayam tyajet

Artinya:

Ini pintu gerbang menuju neraka, jalan menuju kehancuran diri ada 3, yaitu kama (keinginan jasmaniah), krodha (kemarahan) dan lobha (ketamakan),  oleh karenanya ketiga-tiganya harus ditinggalkan.

 

Berkaitan dengan Hari Raya Galungan, secara tradisional diberikan pemaknaan simbolis pada saat 'penampahan'  sehari sebelum Galungan, yaitu dimaksudkan agar kita dapat membunuh sifat kebinatangan (nafsu/ keinginan yang liar, dan keangkara murkaan) sehingga kita benar- benar bisa memahami hakikat kebenaran dengan merayakan Galungan, dan sehari setelah Hari Raya Galungan kita dapat merasakan bagaimana 'Manisnya Galungan'.

 

Sebagai manusia,kita diberikan manah atau pikiran yang merupakan kelebihan dari makhluk lain, sehingga semestinya kita dapat menjadikan pikiran sebagai alat pengontrol dan pengendali panca indera kita, bukan sebaliknya. Semua yang ada dan yang akan ada bisa menjadi baik,indah dan harmoni berawal dari pikiran, demikian pula sebaliknya akan hancur dan disharmoni juga disebabkan oleh pikiran kita, sehingga semestinya kita mampu mengendalikan pikiran kita agar tidak dikuasai oleh amarah, karena amarahlah yang akan membawa kehancuran. Seperti pesan yang disiratkan oleh Bhagavad Gita II. 63:  

'Krodhah bhavati samohah
samohah smrtivi bramah
smrtibramah budhinaso
budhinasat pranasyati"

Artinya:

Dari kemarahan muncullah kebingungan, dari kebingungan menjadikan hilang ingatan, dan dari hilang ingatan menghancurkan segalanya.

 

Itulah pesan sesungguhnya dari perayaan Hari Raya Galungan, yakni menjadikan manusia menjadi Manava Madhava, yaitu makhluk yang dapat berpikir bijak dan bajik, bijaksana dan penuh kebajikan sesuai dengan karakter dan sifat Brahman/ 'Daivi Sampad', bukan manusia yang berkecenderungan memiliki sifat angkara murka Para Asura (Manava Danava) atau 'Asuri Sampad'. Dengan kesadaran tersebut, mari bersama- sama turut mewujudkan Umat Hindu yang sejahtera, dengan semangat Satyam (jujur), Sivam (bijak dan bajik) dan Sundaram (indah)

 

"Selamat Merayakan Hari Kemenangan Galungan, Suro diro Jayaningrat lebur dening pangastuti, Satyam Eva Jayate Namrtam..."

Naskah Oleh Bapak Surono

Minggu, 01 Januari 2023

Catur Brata Penyepian

 Catur Brata Penyepian

Percikan Dharma

Catur Brata Penyepian

Om Swastyastu

Umat se-dharna, dalam perjalanan hidup manusia ini kita harus ada instrupeksi diri agar kehidupan berjalan sesuai apa yang direncanakan. Oleh karena itu dalam setahun ini kita harus mampu berkaca diri   setahun  lalu telah di perbuatnya.

Dalam rangka menjalani kehidupan ini ada waktunya untuk instropeksi diri yaitu bertepatan dengan hari raya Nyepi tahun baru saka yang dilaksanakan dalam setahun sekali oleh umat Hindu. Dengan Catur Brata Penyepian itulah umat Hindu menjalani instropeksi diri dalam perjalanan hidup satu tahun yang lalu, apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum dilakukan.

Yang pertama, Amati Geni yaitu tidak menyalakan api maksudnya tidak melakukan kegiatan yang kaitannya dengan menggunakan api, terkait dengan memasak makanan dan minuman sehingga umat Hindu melaksanakan puasa atau pawasa dalam kurun waktu 24 jam atau 36 jam setelah melaksanakan Tawur Agung Kesanga. Hal ini agar umat manusia bisa merasakan bagaimana merasakan pawasa sehingga tubuh ini berhenti beraktivitas secara penuh.

Yang kedua, Amati karya yaitu tidak melakukan kerja maksudnya tidak melakukan pekerjaan apapun sehingga dalam masa ini khusus untuk instropeksi diri bagaimana diri ini hanya memikirkan langkah apa yang telah dilalukan dan apa yang akan dilakukan. Dengan menghentikan aktivitas kerja selama 24 jam atau 36 jam ini manusia diharapkan mawas diri agar kehidupsn ke depan lebih baik lagi.

Yang ketiga, Amati Lelanguan yaitu tidak melakukan kesenangan maksudnya tidak melakukan segala kesenangan baik kesenangan melalui panca indria maupun dasa indria. Dengan menghentikan semua kesenangan ini agar terfokus pada pengendalian diri sehingga manusia mampu menghadirkan bagaimana menyikapi bahwa kesenangan dapat membuat manusia lupa diri.

Yang keempat, Amati Lelungan yaitu tidak melakukan aktivitas berpergian maksudnya tidak melakukan berpergian agar umat manusia hanya fokus pada mawas diri sehingga tidak melakukan kesalahan dalam suatu perjalanan di luar sana. Dengan tidak berpergian ini diharapkan umat manusia dapat mawas diri bagaimana yang bisa setahun yang lalu dan setahun harus dilakukan setahun ke depan.

Demikian yang perlu diingat dan selalu dilakukan oleh umat Hindu dalam perjalanan hidup manusia setiap tahunnya sehingga dapat terus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Oleh karena itu umswwwat manusia dihimbau untuk instropeksi diri atau mawas diri karena tidak selamanya manusia melakukan yang baik saja namun juga masih melakukan kesalahan-kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Om Santih Santih Santih Om

Aris Widodo
Penyuluh Agama Hindu
Kota Serang



Cari Artikel di Blog ini

Berita Terkait Semangat Hindu

Artikel Agama Hindu

108 Mutiara Veda 3 kerangka agama hindu advaita visistadviata dvaita Agama Hindu Dharma agama islam Ajaran Hindu aksara suci om Apa yang dimaksud Cuntaka Apa yang dimaksud dengan Japa Apa yang dimaksud dengan Puja arcanam nyasa aris widodo artikel hindu arya dharma Arya Wedakarna Asta Brata Atharvaveda Atman babad Badan Penyiaran Hindu bagian catur weda bahasa jawa kuno bahasa kawi bahasa sanskerta Banggalah Menjadi Hindu banten hindu bali Belajar Hindu bhagavad gita Bhagawadgita bhagawan bhuta yadnya Bimas Hindu BPH Banten brahma wisnu siwa Brahman Atman Aikyam brahmana ksatriya wesia sudra budaya bali budha kliwon sinta Bukan Heroisme Canakhya Nitisastra cara sembahyang hindu catur asrama Catur Brata Catur Cuntakantaka Catur Purusha Artha Catur Purusharta catur veda Catur Warna Catur Weda Cendekiawan Hindu Dana Punia dewa dewi hindu dewa yadnya dewata nawa sanga dewi kata-kata dewi saraswati dharma artha kama moksa Dharma Santi dharma wacana Doa Anak Hindu epos mahabharata ramayana filsafat agama hindu ganesha Gayatri Sebagai Mantra Yoga Hari Raya Galungan Hari Raya Kuningan Hari Raya Nyepi Hari Raya Pagerwesi Hari Raya Saraswati Hari Raya Siwaratri HINDU adalah ARYA DHARMA HINDU ADALAH SANATHANA DHARMA HINDU ADALAH VAIDHIKA DHARMA Hindu Agama Terbesar di Dunia Hindu Banten Hindu beribadah di Pura Hindu Festival Hindu Indonesia hindu nusantara Hindu Tengger Hinduism Facts Hinduism the Greatest Religion in the Word Hukum Karma Ida Pedanda sakti isi catur weda Jadilah Manusia Setia Japa dan Mantram Jiwa kakawin Kamasutra Keagungan Aksara Suci OM Kekawin Lubdhaka kepemimpinan jawa kuna Kerajaan Hindu kesadaran diri kidung dewa yadnya Kitab Suci Weda lontar Lontar Kala Maya Tattwa manawa dharma sastra Mantra Mantra Yoga manusa yadnya Meditasi Matahari Terbit Mengapa Kita Beragama menghafal sloka Mimbar Agama Hindu Moksha Motivasi Hindu Mpu Jayaprema nakbalibelog Naskah Dialog Nuur Tirtha Om or Aum one single family opini hindu moderat Panca Sradha panca yadnya Panca Yajna pandita Panglong 14 Tilem Kepitu parahyangan agung jagatkartta paras paros segilik seguluk Pasraman Pasupati Pembagian Kitab Suci Veda Pemuda Hindu Indonesia pendidikan hindu pengertian catur weda Pengertian Cuntaka penyuluh agama hindu Peradah percikan dharma Percikan Dharma Dewa Yajna phdi pinandita Pitra Yadnya Ngaben Pitrapuja potong gigi Principle Beliefs of Hinduism Proud To Be Hindu Puja dan Prathana Pujawali purana purnama tilem Purwaning Tilem Kapitu Radio online Bali rare angon nak bali belog Reinkarnasi Rgveda ritual hindu Roh Rsi yadnya sabuh mas sad darsana sad guru Samaveda sanatana dharma sang hyang pramesti guru Sang Kala Amangkurat Sang Kala Dungulan Sang Kala Galungan Sang Kala Tiga Sapta Timira Sarassamuscaya Sarassamuscaya Sloka sattvam rajah tamah Sekta Hindu Semangat Hindu seni budaya hindu Sex and Hinduism siwa budha waesnawa siwa ratri Sloka sloka bhagawad gita sloka Rgveda sloka yayurveda Slokantara Sloka Spiritual Bersifat Misterius spiritualitas hindu spma ribek sradha dan bhakti sri rama krishna paramahansa Sri Sathya Sai Baba Sri Svami Sivananda sumpah dalam perkara tabuh gesuri tabuh kreasi baru tabuh telu lelambatan tantri kamandaka tat twam asi tattwa susila upakara Tempat Suci Hindu tiga hubungan harmonis tri hita karana Tri kaya parisudha tri kerangka agama hindu tri mala tri pramana Triji Ratna Permata tujuan perkawinan tumimbal lahir upacara hindu upacara menek deha Upanisad Utsawa Dharma Gita vaidhika dharma Vasudhaiva Kutumbakam Vijaya Dashami widhi tatwa wija kasawur wiwaha agama hindu Yajna dan Sraddha yajna dan sradha Yayurveda Yoga Kundalini