OM. SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA, AM, UM, OM

PRAKATA

Selamat Datang

Semangat Hindu merupakan blog bersama umat Hindu untuk berbagi berita Hindu dan cerita singkat. Informasi kegiatan umat Hindu ini akan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan.
Semangat Hindu semangat kita bersama.

Bersama Semangat Hindu kita berbagi berita dan cerita, info kegiatan, bakti sosial dan kepedulian, serta kegiatan keagamaan seperti ; pujawali, Kasadha, Kaharingan, Nyepi, Upacara Tiwah, Ngaben, Vijaya Dhasami dan lain sebagainya.

Marilah Berbagi Berita, Cerita, Informasi, Artikel Singkat. Bagi yang mempunyai Web/Blog, dengan tautan URL maka dapat meningkatkan SEO Web/ blog Anda.

Terima Kasih
Admin

RANBB

---#### Mohon Klik Share untuk mendukung blog ini ####---

Sabtu, 16 April 2022

Apakah Tumimbal Lahir itu ada ?

Apakah Tumimbal Lahir itu ada ?

Swami Sivananda menulis dalam majalahnya “Divine Life”, bahwa Tumimbal Lahir itu benar-benar ada. Swamiji mengatakan, bahwa 20 tahun yang lampau Delhi (India) telah gempar oleh karena ada kejadian yaitu seseorang gadis kecil dapat mengingat kehidupannya (inkarnasi) yang telah lewat.

 


Gadis kecil itu bernama Shanti Dewi, lahir pada tanggal 12 Oktober 1962 di Delhi. Ia dapat menceritakan berbagai pengalaman dalam kehidupannya yang lalu itu secara jelas samai pada kejadian-kejadian yang kecil.

 

Ia hidup dahulu di India juga, yaitu di Kota Muttra, suaminya bernama Pandit Kedar Nath Chaubey. Suaminya dahulu itu masih hidup pada saat itu dan masih menetap di tempat itu. Orang tua yang sekarang dari gadis itu tidak percaya akan cerita gadis itu mengenai pengalaman-pengalaman dalam hidupnya yang lalu. Mereka menganggapnya hanya sebagai obrolan anak-anak belaka (cerita khayalan). Tetapi kemudian gadis kecil itu diijinkan juga untuk berkunjung ke Kota Muttra. Kepada orang yang disebut sebagai bekas suaminya, yaitu Pandit Kedar Nath Chaubey dikirim sepucuk surat. Kemudian bekas suaminya itu yang masih terdiam di Muttra membalas surat itu. Bahkan ia menyarankan agar gadis kecil tersebut itu menemui keluarganya yang bernama Pandit Kanji Mal dan bekerja pada Messers Bhana Mal Gulseri Mal di Delhi, serta mengadakan tanya jawab dengannya. Oleh karena pembicaraan yang dilakukan tadi memang benar menunjukkan adanya hubungan keluarga dari hidupnya yang lampau, maka bekas suaminya, Kedar Nath Chaubey, berkunjung ke Delhi dengan mengajak putranya yang berumur sepuluh tahun serta istrinya yang baru untuk menemui Shanti Dewi.

 

Demikian Shanti Dewi berhadapan dengan Pandit Kedar Nath Chaubey, segera dapat mengenalnya; bahwa pria yang baru datang itu adalah bekas suaminya dan sangat terharu melihat putranya itu, sehingga bekas istrinya dan ibu mencucurkan air mata.

Setelah Shanti Dewi mengadakan percakapan dengan Pandit Kedar Nath, tak dapat diragukan lagi bahwa Shanti Dewi benar-benar adalah penjelmaan dari roh bekas istrinya yang pertama.

 

Bekas suaminya menyatakan, bahwa segala sesuatu yang diutarakan oleh Shanti Dewi semuanya tepat. Shanti Dewi kemudian diijinkan pula berkunjung ke Muttra. Sebelum sampai di tempat itu terlebih dahulu ia sudah dapat menceritakan mengenai warna rumah yang pernah didiaminya di Muttra itu, serta nama-nama jalan yang menuju ke rumah tersebut, tentang Mandira (temple) di Dvarakadeesh dan lain-lain, yang hanya dapat diketahui oleh bekas istri Pandit Kdar Nath.

 

Shanti Dewi menceritakan pula tentang uang yang dipendam di kamar loteng rumahnya di Muttra sebanyak seratus Rupee, yang sedianya akan disumbangkan kepada Mandira (temple) di Dvarakadeesh. Perjalanan ke Muttra itu disertai oleh suatu Panitia Penyelidik, termasuk pula ibu bapaknya yang baru. Ketika kereta api memasuki stasiun Muttra, Shanti Dewi meloncat-loncat kegirangan. Sambil senyum-senyum bahwa mereka telah tiba di Muttra. Seorang laki-laki tua yang ada di antara orang banyak di stasiun itu segera dikenal oleh Shanti Dewi sebagai kakak bekas suami yang bernama Babu Ram Chaubey.

 

Setibanya di Muttra, justru Shanti Dewilah yang menjadi petunjuk jalan dari stasiun ke rumah bekas suaminya. Sepanjang jalan ia menceritakan tentang keadaan jalan di situ. Tatkala Shanti Dewi diajak berkunjung ke Dharmashala di Muttra, ia juga dapat mengenal dengan segera saudara laki-lakinya yang pada saat berjumpa itu berumur 20 tahun dan langsung mengenal pula salah seorang saudara Bapak mertuanya.

 

Waktu tiba di rumah bekas suaminya di Muttra dan menginjakkan kaki di pelataran rumah, ia dapat menunjuk dimana dahulu ada sumur tanpa dinding, yang kemudian ternyata sudah ditutup dengan batu oleh suaminya. Ketika naik ke loteng Shanti Dewi menggali suatu tempat dimana dahulu ia pernah memendam uang, namun uang tersebut sudah tidak ada lagi. Menurut pengakuan Pandit Kedar Nath, bekas suaminya, uang tersebut sudah diambilnya setelah istrinya meninggal.

Ketika diajak berkunjung ke rumah bekas ibu bapaknya yang pada waktu itu masih hidup, Shanti Dewi juga dapat mengenal mereka. Pertemuan itu demikian mengharukan sehingga menimbulkan cucuran air mata. Kisah Shanti Dewi seperti yang diceritakan di atas, bukanlah suatu kisah yang luar biasa di India.

 

Baru-baru ini juga ada kisah-kisah serupa. Misalnya : seorang anak perempuan dapat mengenal ibu bapaknya dari kehidupannya (inkarnasinya) yang lampau. Ketika diselidiki dan ternyata benar, maka bekas ibu-bapaknya itu yang memang adalah keluarga kaya, lalu memberikan tunjangan kepada anak perempuan itu, sebab dalam kelahirannya sekarang ini ia mempunyai orang tua yang kurang mampu.

 

Maka sangatlah disayangkan bila orang tidak percaya adanya Tumimbal Lahir. Tumimbal Lahir itu bukan saja suatu kenyataan (Spiritual fact), tetapi memang penting bagi kemajuan dan kesadaran hidup sesuatu roh (individual soul) dalam perjalanannya menuju kesempurnaan.


Jumat, 15 April 2022

TERJADINYA PUNARBHAWA (SAMSARA)

 TERJADINYA PUNARBHAWA 

Telah diuraikan bahwa Punarbhawa (Samsara) saling jalin-menjalin dengan hukum Karma, yang meliputi; Karma, pahala, dan Wả«ana (sisa atau bekas Karma). Punarbhawa; lahir kembali, Samsara; rentetan daripada kelahiran yang berulang kali, sebelum mencapai kebebasan yang mutlak (Moksa).

 


Selain dari itu ada suatu istilah : Awatara. Awatara berarti Perwujudan Sang Hyang Widdhi ke dunia dengan mengambil salah satu bentuk yang dengan perbuatan dan ajaran-ajarannya memberi tuntunan untuk membebaskan manusia dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh kegelapan (Awidya).

 

Bhagawad Gita IV 7 :

“Kapan saja Dharma (kebenaran) mulai runtuh dan A-Dharma (kejahatan) mulai merajalela, Aku menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan Dharma (kebenaran).”

 

Dalam Purana dijelaskan adanya Dasa Awatara, yaitu Penjelmaan Wisnu ke dunia sebanyak 10 kali, namun Awatara yang kesepuluh belum turun. Adapun nama-nama kesepuluh Awatara tersebut adalah :

 

1.      Matsya                      : Ikan

2.      Kurma                       : Kura-kura, Penyu

3.      Waraha                     : Badak, Babi Besar

4.      Narasinga                 : Manusia Berkepalakan kepala Singa

5.      Wamana                    : Orang Kerdil, Cebol, Katek

6.      Parả«urama             : Rama yang bersenjatakan Kampak

7.      Rama                         : Rama (Raghutama) dalam Ramayana

8.      Krishna                     : Krishna Putra Wasudewa,Raja Dwarawati

9.      Buddha                     : Putra Raja ̉ªuddodhana dengan Dewi Mahamaya

10.  Kalki                          : Awatara yang akan datang

 

Kini mari kita bicarakan bagaimana proses terjadinya Punarbhawa menurut ajaran Agama Hindu (Hindu Dharma). Punarbhawa (Samsara) atau kelahiran ke dunia yang berulang kali ini disebabkan oleh terikatnya Atma (Jiwatma) oleh Maya, Awidya, kegelapan, kebodohan dan Hukum Karma.

Karma yang meliputi : pikiran, kata-kata, perbuatan jasmani, yang digerakkan oleh kehendak (keinginan) mempengaruhi raga ̉ªarira (Badan Wadag) manusia yang terdiri dari Panca Mahabhuta dan mempengaruhi pula Suksma ̉ªarira (Badan halus, rohani) yang terdiri dari : Buddhi, Manah, Ahamkara, Indriya dan Panca Tan Matra (benih tak terukur yang menjadikan Panca Mahabhuta). Pada kelahiran ke dunia ini sudah merupakan ikatan Karma dan Samsara.

Pada masa kehidupan ini mulai dari lahir sampai meninggal dunia maka telah tercatat (terekam) timbunan Karma baik dan buruk. Setelah meninggal dunia, badan wadag hancur kembali ke Panca Mahabhuta, sedangkan Suksma ̉ªarira yang memuat rekaman Karma menerima pahalanya di alam Neraka maupun di alam Sorga, sesuai dengan ̉ªubha A-̉ªubha Karma (baik-buruk perbuatannya).

 

Weda Smreti (Dharma ̉ªastra) VI. 63 :

“Tentang perpisahan jiwa seseorang dari badannya ini serta tentang kelahiran dari pada rahim lain dan tentang pengembaraan Jiwa melalui sepuluh ribu juta penjelmaan.”

 

Weda Smreti (Dharma ̉ªastra) VI. 64

“Tentang kesaktian yang dialami Jiwa dalam badan oleh tidak adanya kebajikan serta kebahagiaan abadi yang dinikmati yang disebabkan oleh tercapainya tujuan utamanya yang dihasilkan berkat kebijaksanaan rohaninya.”

 

Adapun menurut penjelasan tersebut bahwa Punarbhawa (Tumimbal Lahir) nya Atma (Jiwatma) ke dunia serta alam lainnya dapat berujud berbagai macam penjelmaan, apakah sebagai Dewa, Manusia, Binatang, Bhuta dan sebagainya, dimana dinyatakan ada sepuluh ribu juta jenis penjelmaan.

 

Setiap Suksma ̉ªarira yang dihidupi oleh Atma sebelum mencapai kesucian yang mutlak, akan terus menerus mengalami Samsara dari satu kehidupan menuju kehidupan yang lainnya sesuai dengan tingkat Karmanya masing-masing.

 

Dalam Itihasa (Wiracarita) seperti Ramayana dan Mahabharata banyak dikisahkan mengenai Tumimbal Lahir atau penitisan, bahkan para Dewa pun turut lagi menjelma ke dunia menyempurnakan kesuciannya untuk dapat menikmati Moksa (Nirwana)

 

Mengenai alam tempat Punarbhawa banyak jenisnya. Ada Punarbhawa di alam Dewa, alam Manusia, alam Binatang (Bhuta dan sebagainya). Menurut ajaran filsafat Hindu ada tingkatan alam yang disebut Sapta Loka, terdiri dari pada :

  1. Bhur Loka
  2. Bhuwah Loka
  3. Swah Loka
  4. Tapa Loka
  5. Jana Loka
  6. Maha Loka
  7. Satya Loka

 

Sapta Loka itu sering disingkatkan saja menjadi Tri Loka :

  1. Bhur = Alam Bumi
  2. Bhuwah = Alam Atmosfir
  3. Swah = Alam Sinar, Swarga, Surga, Dewa

 

Singkatnya Atma (Jiwatma) atau Suksma ̉ªarira, mengembara dengan Karma Wasana (sisa, bekas) Karma menuju alam yang sesuai dengan jenis Karmanya.

 

Demikian pula pakaian (badan) baru yang akan diperolehnya semua bergantung dari Karma; mungkinlahir sebagai manusia tetapi kalau Karmanya jelek akan lahir sebagai binatang.

 

Dengan keadaan ini, dapat kita lihat di masyarakat ada yang dilahirkan di tempat orang kaya, ada di tempat orang miskin, ada yang lahirnya tampan, bijaksana dan kaya, tetapi di pihak lain ada yang kelahirannya cacat, miskin, jelek, bodoh dan sebagainya.

 

Itu semua akibat dari pada hasil Karmanya sendiri di masa yang telah lalu. Memang Tuhan (Sang Hyang Widhi) yang menciptakan dunia beserta isinya, secara universal, adil dan cinta kasih, namun kemudian selanjutnya Karma mahluk itu sendirilah yang akan menentukan kehidupan berikutnya.

 

Berikut ini beberapa petikan dari Weda Smreti (Manawa Dharma ̉ªastra) perlu kita renungkan pengertiannya sehubungan dengan Punarbhawa.

 

Weda Smreti XII.9

“Sebagai akibat dari pada dosanya yang dilakukan oleh badan, seseorang akan menjadi benda tak bernyawa kelak pada kelahirannya kemudian, sebagai akibat dosa yang dibuat oleh kata-kata menjadi burung atau binatang buas dan sebagai  akibat dosa yang dibuat oleh pikiran ia akan lahir ke kelahiran yang rendah.”

 

Weda Smreti XII.15 :

“Dari badannya lahir bermacam-macam untuk kelahiran yang terus-menerus memaksa aneka ragam mahluk untuk berbuat.”

 

Weda Smreti XII.40 :

“Mereka yang memiliki sifat-sifat yang satva akan mencapai alam Dewata, mereka yang memiliki sifat-sifat rajah mencapai alam manusia, dan mereka yang memiliki sifat-sifat tamah akan terbenam pada sifat-sifat alam binatang, itulah tiga jenis jalan perobahan.”

 

 

Weda Smreti XII.74 :

“Dengan mengulang perbuatan-perbuatan dosa yang mereka lakukan, mereka yang sedikit perngertiannya menderita siksaan hidup ini dalam berbagai macam kelahiran.”

 

Karena diri kita sendiri merupakan pusat terjadinya Punarbhawa (Samsara), maka hendaknya dalam kesempatan hidup sebagai manusia ini kita gunakan benar-benar untuk melaksanakan ajaran Dharma, kesempurnaan serta kesucian, supaya dapat tahap demi tahap menuju kesempurnaan serta tujuan terakhir, yaitu Moksa (kebahagiaan yang kekal abadi).

Selanjutnya pada Weda Smreti (Manawa Dharma ̉ªastra) Bab IV. 239 s/d 242.

 

Weda Smreti (Manawa Dharma ̉ªastra) IV. 239.

"Karena di dunia sana, bukannya ayah, tidak pula ibu, tidak pula istri, bukannya anak-anak, bukan pula sanak keluarga yang tinggal sebagai kawan-kawannya. Kebajikan-kebajikan Spiritual sajalah yang tinggal bersama dirinya.”

 

Weda Smreti (Manawa Dharma ̉ªastra) IV. 240.

“Sendirianlah seseorang itu lahir, sendirian pulalah ia meninggal, sendirianlah ia menikmati pahala perbuatan baiknya dan sendirian pulalah ia menerima hukuman dosa-dosanya.”

 

Weda Smreti (Manawa Dharma ̉ªastra) IV. 241.

“Meninggalkan badan wadagnya di bumi sebagai sepotong kayu atau segumpal tanah sanak keluarga meninggalkan dengan muka berpaling, maka hanya kebajikan-kebajikan spiritual yang terus mengikuti jiwa.”

 

Weda Smreti (Manawa Dharma ̉ªastra) IV 242.

“Oleh karena itulah hendaknya ia sedikit demi sedikit mengumpulkan kebajikan-kebajikan spiritual untuk nantinya menjadi kawannya setelah meninggal, karena dengan kebajikan sebagai kawannya ia akan bisa menembus kegelapan yang sukar ditempuh dalam perjalanan ke dunia berikutnya.”

 

Demikianlah isi pustaka suci tersebut untuk direnungkan bersama serta melaksanakan amanat-amanat penting yang tercantum di dalamnya.

 

Rabu, 13 April 2022

APAKAH TRI PRAMANA ITU ?

 APAKAH TRI PRAMANA ITU ?

TRI PRAMANA

 

Tri, berarti tiga; pramana, berarti; cara, jalan ukuran. Tri Pramana mengandung pengertian; Tiga cara atau jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Tri Pramana terdiri pada : Pratyaksa Pramana, Anumana Pramana dan Agama (̉ªabda) Pramana.

 


Pada Wrehaspati Tattwa 26, dijelaskan :


Artikel Terkait Vasudhaiva Kutumbakam :

“Adapun orang yang menggunakan Tri Pramana: Pratyaksa, Anumana, Agama. Pratyaksa artinya dapat dilihat dan dipegang, Anumana artinya sebagai halnya melihat asap dari jauh, sebagai tanda bukti adanya api, dan Agama Pramana ialah pengetahuan yang diberikan (diceritakan) oleh guru. Orang yang menggunakan Tri Pramana untuk mendapatkan pengetahuan, maka dialah yang dapat mencapai pengetahuan yang lengkap”.

 

Penjelasan singkat mengenai Tri Pramana :

Pratyaksa Pramana :

Pengetahuan yang di dapat dengan cara pengamatan, penghayatan, pembuktian langsung dengan panca indriya (penglihatan, penciuman, pendengaran, sentuhan, dan raba).

 

Anumana Pramana

Pengetahuan yang di dapat dengan pemikiran yang logis, teratur, rasional, menimbang dengan akal berdasarkan tanda atau gejala-gejala yang kelihatan untuk menentukan atau menyimpulkan sesuatu. “ Yatra-yatra dhumah, tatra, tatra wahnih “ ( dimana ada asap, disana ada api )

 

Agama ( ̉ªabda ) Pramana

Pengetahuan yang di dapat dengan jalan mendengarkan kata-kata saja tetapi belum pernah membuktikan secara langsung dengan panca-indriya.





Selasa, 12 April 2022

ADVAITA, VISISTADVIATA, DVAITA

 ADVAITA, VISISTADVIATA, DVAITA

1.  ADVAITA

 

Sistem yang paling besar dan yang paling terkenal, mengenai Vedanta, adalah sistem Advaita. Menurut Advaita, tidak ada suatu apapun yang terpisah dari roh yang absolut, yang mendapat nama Brahman dan Atman itu.

Jadi ajaran yang fundamental dari Advaita adalah non dualisme-nya roh (non dualism of spirit). Sankara mengemukakan keseluruhan filsafat Advaita di dalam setengah syair, yang berbunyi sebagai berikut : “ Brahman adalah riil; dunia adalah penampakan yang palsu; roh individual (jiwa) tidak lain adalah Brahman .”Non dualismenya Brahman, non realitasnya dunia, dan kesamaan antara jiwa dan Brahman, ketiga hal tersebut membentuk ajaran Advaita.

 


2.  VISISTADVIATA

 

Masalah utama yang diperdebatkan oleh para penganut Vedanta, setelah zamannya Sankara, ialah mengenai masalah mana yang benar, Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) yang bersifat Nirguna ataukan Brahman yang bersifat Saguna; yang paling terkenal adalah Ramanuja (1017-1137 Masehi), yang sistemnya dikenal dengan nama Visistadviata. Bagi Ramanuja realitas itu tidaklah diragukan, bersifat roh yang non dualistis, tetapi tidak tanpa keaneka-ragaman dan tidak merupakan identitas yang homogen; roh itu hendaklah dibayangkan sebagai analog, sebagai sama, dengan suatu organisme yang mengalami differensiasi di bagian dalam dari dirinya.

 


Artikel Terkait Vasudhaiva Kutumbakam :

Brahman itu adalah suatu substansi yang memiliki attribut-attribut, beberapa dari attribut-attribut itu juga bersifat substansi.Brahman sebagai yang memiliki attribut-attribut dinamai Visista (yang disifatkan= that which is qualified), dan bukan merupakan Nirvisesa-Caitanya (kesadaran yang tidak mengalami differensiasi).

 

Menurut Visistadviata, ada tiga realitas pokok (tattwa traya) = (the ultimate realitas), yaitu; Tuhan (Isvara=God), Roh (Cit = soul), dan Zat (Acit = matter). Dari ketiga realitas ketiga pokok itu, yang berdiri sendiri, tidak tergantung dari sesuatu yang lain, adalah Tuhan; sedangkan realitas pokok yang kedua lagi tergantung kepada Tuhan. Hubungan antara Tuhan dengan dunia roh di suatu pihak, dan hubungan antara Tuhan dengan dunia zat di lain pihak, analog dengan hubungan antara roh (sariri) dan badan (sarira). Tuhan adalah roh dari roh dan roh dari alam. Alam ini diperbedakan dengan Tuhan, tetapi tidak berpisah dari diri Tuhan.

 

3. DVAITA

Madva (1199-1278 Masehi), seperti Ramamuja, mengindentikkan, menyamakan Tuhan dengan Wisnu-Narayana, tetapi tidak sebagai sistem Ramamuja, sistemnya Madva ini adalah pluralisme yang murni (frank Pluralism).Vedanta-nya Madva ini dinamakan Dvaita (dualisme), karena menurut Madva, konsepsinya tentang kebedaan (bheda) menjadi pusat dari filsafatnya.

 

Dvaita Vedanta ini juga merupakan faham realisme, karena sistem Dvaita Vedanta ini mempercayai adanya realitas dunia luar.Dvaita Vedanta ini juga merupakan faham theisme, karena menerima pandangan Tuhan sebagai bersifat pribadi (personal God), yang merupakan satu-satunya realitas yang berdiri sendiri (svatantra), realitas-realitas yang lain sama sekali tergantung dari Tuhan.






Senin, 11 April 2022

FILSAFAT HINDU SAD DAR̉ªANA

Apakah Sad Dar̉«ana itu ?

 Apakah Sad Dar̉«ana itu ? Sad Dar̉«ana : berarti enam sistem filsafat Hindu yang terdiri dari : (1) Nyaya, (2) Vaisesika, (3) Sankhya, (4) Yoga, (5) Purwa Mimamsa, (6) Vedanta.

Adapun penjelasan singkat daripada sistem-sistem tersebut adalah sebagai berikut :






Artikel Terkait Vasudhaiva Kutumbakam :

1.      NYAYA

Adalah sistem realisme yang logis (Logical Realism). Sistem ini mempercayai eksistensi dunia luar yang tidak tergantung dari jiwa-jiwa yang memikirkannya dan berusaha untuk membentuk kepercayaan melalui pemikiran yang logis.

Menurut sistem Nyaya, ada empat alat untuk mencapai pengetahuan yang valid, yang memenuhi persyaratan, yaitu : persepsi (perception = pengamatan indria = pratyaksa), inferensi (inference = penarikan kesimpulan = anumana), komparasi (comparison = perbandingan = umpamanya), dan testimony (bukti yang berasal dari authoritas = ̉«abda).

Sistem Nyaya ini mengenal 16 katagori yaitu :

1.          Alat-alat untuk memperoleh pengetahuan yang valid, yang memenuhi persyaratan (Pramana).

2.          Obyek-obyek pengetahuan yang memenuhi persyaratan (Prameya)

3.          Keragu-raguan (Samsaya)

4.          Tujuan (Prayojana)

5.          Contoh-contoh (Drstanta)

6.          Kesimpulan-kesimpulan yang telah terbentuk (Siddhanta)

7.          Bagian-bagian dari sylogisme (Avayava)

8.          Reductio ad absurdum (Tarka)

9.          Pengetahuan yang tertentukan (Nirnaya)

10.      Pengargumentasian untuk memperoleh  kenyataan (Vada)

11.      Pengargumentasian secara konstruktif atau secara destruktif untuk mencapai kemenangan (Jalpa)

12.      Pengargumentasian yang melulu bersifat destruktif (Vitanda)

13.      Alasan-alasan yang salah (Hetvabhasa)

14.      Permainan kata (Chala)

15.      Penolakan untuk memenangkan, yang tampaknya benar, tetapi sebenarnya salah (Jati)

16.      Titik-titik kelemahan (Nigrahasthana)

 

2.      VAISESIKA

Adalah sistem pluralisme atomistis, yang mempercayai pluralitas dari realitas dan menganggap dunia physik, alam jasmani ini, sebagai terdiri dari benda-benda, yang masing-masing dapat diredusir menjadi sejumlah atoom-atoom.

Sekalipun sistem Vaisesika ini pada mulanya merupakan sistem yang berdiri sendiri, tetapi begitu memulai masa perkembangannya segera bergabung dengan sistem Nyaya, karena ada hubungan meta-physika yang erat dengan sistem Nyaya.

Syncretisme dari Nyaya dan Vaisesika begitu lengkap, sehingga para penulis pada masa-masa belakangan, memperlakukannya sebagai sistem hyphenated, yaitu sistem Nyaya Vaisesika, yang merupakan gabungan theori pramana dari Nyaya, dan schema katagori-katagori (padartha) dari Vaisesika.

Doktrin yang paling penting dari Vaisesika, ialah mengenai katagori-katagori. Sistem katagori (padartha) adalah apa yang diketahui (jneya), dapat dikenal dengan melalui persyaratan-persyaratan (prameya), dan dapat dinamai atau ditunjukkan (abhid heyi). Jumlah katagori itu ada tujuh, yaitu : substansi (dravya), kwalitas (guna), aktivitas (karma), generalitas (samanya), particularitas (visesa), inherensi (samavaya), dan non-existensi (abhava).

Aslinya hanya ada enam katagori saja, lalu dengan ditambah katagori non-existensi (abhava), menjadi berjumlah tujuh.

 

 

3.      SANKHYA

Adalah suatu sistem realisme, dualisme dan pluralisme. Kita namakan realisme, karena Sankhya itu mengenal realitas dunia yang tidak tergantung dari jiwa atau roh; kita namakan dualisme karena Sankhya itu berpendapat bahwa ada dua realitas yang fundamental, dimana keadaannya yang satu berbeda dengan yang lain, yaitu zat (matter) dan roh (spirit); kita namakan pluralisme, karena Sankhya mengajarkan ajaran tentang pluralitasnya roh atau jiwa. Dengan pendek dapat kita katakan bahwa Sankhya itu adalah sistem dualisme yang bersifat kwalitatif dan adalah sistem pluralisme yang bersifat numerical.

Doktrin pokok dari Sankhya adalah bahwa di alam semesta ini terdapat dua katagori fundamental yang bersifat constitutive, dari realitas, yaitu purusa dan prakerti, atau roh (spirit) dan zat (matter). Purusa adalah kesadaran murni yang tidak mengalami perubahan dan bersifat multiple (banyak); prakreti adalah prius (dasar utama) dari sesuatu ciptaan yang sifatnya kaku dan tunggal.

Kedua hal tersebut yaitu purusa dan prakreti berlawanan secara diametrical, yang satu terhadap yang lainnya. Sekaligus purusa dan prakreti itu merupakan antithetical satu terhadap yang lainnya, namun terdapat kenyataan bahwa adanya evolusi dunia itu karena adanya kerja sama dari kedua unsur tersebut.

4.      YOGA

Sistem Yoga tidak mempunyai metaphysicanya sendiri. Sistem yoga menerima filsafat Sankhya dan memformulasikan suatu methode untuk mencapai tujuan manusia, seperti yang digambarkan oleh Sankhya.

Untuk mencapai tujuan hidup, yang harus dikerjakan ialah mengisolasikan purusa  dari  prakreti; pengisolasian itu dapat dilaksanakan dengan proses pengontrolan pikiran.


Artikel Terkait Vasudhaiva Kutumbakam :

Apabila pikiran dapat diterangkan dan dikosongkan, dan apabila di situ tidak ada refleksi lagi, maka purusa akan dapat menyadari sifatnya sendiri dan dapat menghindari jeratan prakreti. Methode untuk dapat menyadarkan purusa akan sifatnya sendiri itu disebut yoga.

5.      PURWA-MIMAMSA

Sistem-sistem filsafat yang telah kita bicarakan di muka, sekalipun menerima autoritas Kitab Suci Weda, dengan demikian kita namakan astika,  tetapi sistem-sistem filsafat tersebut tidak menggantungkan diri sepenuhnya kepada ajaran-ajaran Veda.

Sekarang akan kita bicarakan sistem-sistem filsafat yang secara ketat menggantungkan diri kepada Kitab Suci Weda; yaitu Purwa-Mimamsa dan Uttara-Mimamsa.

Seperti namanya telah menyebutkan, kedua mazab filsafat tersebut berturut-turut berusaha untuk mengadakan penyelidikan tentang bagian permulaan (Purwa) dari Kitab Suci Weda, dan bagian akhir (=Uttara) dari Kitab Suci Weda. Bagi Purwa-Mimamsa, bagian Weda yang penting yang diselidiki adalah, mengenai Brahmana;  sedangkan bagi Uttara-Mimamsa yang diselidiki adalah Upanisad.

Sekalipun kedua sistem tersebut mengikut secara setia kepada text-text dari Kitab Suci Weda dan mempelajarinya menurut ilhamnya sendiri-sendiri, tetapi kedua sistem itu dapat kita namai filsafat, karena yang menonjol dari ajarannya adalah segi methodenya yang berdasarkan penyelidikan yang rasional atau berdasar logika (mimamsa) itu.

Kalau Uttara-mimamsa  itu lebih dikenal dengan nama Vedanta,  maka Purwa-mimamsa demi untuk singkatnya kita namai mimamsa saja. Tujuan utama dari mimamsa ialah untuk membentuk authoritas Kitab Suci Weda, dan menonjolkan segi ritualnya dari Weda. Oleh karena itu dalam Purwa-Mimamsa ini juga dikenal dengan nama Karma-Mimamsa. Mengenai posisi philosophisnya, Purwa-Mimamsa ini banyak sedikitnya sama dengan realisme-pluralitasnya Nyaya-Vaisesika.

6.      VEDANTA

Berarti bagian akhir dari Kitab Suci Weda (Veda+anta). Perkataan anta , seperti perkataan bahasa Inggris end berarti titik akhir atau tujuan. Kitab Suci Upanisad dinamakan Vedanta, karena Kitab Suci Upanisad itu kebanyakan merupakan bagian penutup dari Kitab Suci Weda dan karena makna atau inti sari Weda itu terdapat pada Kitab-Kitab Suci Upanisad.

Sistem-sistem filsafat yang menganggap Kitab Suci Upanisad sebagai text-text-nya yang fundamental, dikenal juga dengan Vedanta. Kalau Mimamsa dan Vedanta itu dua-duanya berhubungan dengan Kitab Suci Weda, dan menganggapnya sebagai pramana  yang paling agung, maka perbedaannya terletak pada masalah : Bagian yang mana dari Kitab Suci Weda itu yang primair ?

Kalau segi ritualnya, maka Vedanta mendapatinya ada segi pengetahuannya. Karena di dalam ajaran Kitab Suci Upanisad yang membentuk bagian pengetahuan dari Kitab  Suci Veda itu, Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) merupakan realitas yang tertinggi, maka Vedanta dinamakan Brahma-Mimamsa.

Oleh karena Kitab Suci Vedanta itu juga membicarakan sifat dari roh yang mempergunakan badan jasmani, maka Vedanta juga dinamakan Sariraka-Mimamsa.

 


Cari Artikel di Blog ini

Berita Terkait Semangat Hindu

Artikel Agama Hindu

108 Mutiara Veda 3 kerangka agama hindu advaita visistadviata dvaita Agama Hindu Dharma agama islam Ajaran Hindu aksara suci om Apa yang dimaksud Cuntaka Apa yang dimaksud dengan Japa Apa yang dimaksud dengan Puja arcanam nyasa aris widodo artikel hindu arya dharma Arya Wedakarna Asta Brata Atharvaveda Atman babad Badan Penyiaran Hindu bagian catur weda bahasa jawa kuno bahasa kawi bahasa sanskerta Banggalah Menjadi Hindu banten hindu bali Belajar Hindu bhagavad gita Bhagawadgita bhagawan bhuta yadnya Bimas Hindu BPH Banten brahma wisnu siwa Brahman Atman Aikyam brahmana ksatriya wesia sudra budaya bali budha kliwon sinta Bukan Heroisme Canakhya Nitisastra cara sembahyang hindu catur asrama Catur Brata Catur Cuntakantaka Catur Purusha Artha Catur Purusharta catur veda Catur Warna Catur Weda Cendekiawan Hindu Dana Punia dewa dewi hindu dewa yadnya dewata nawa sanga dewi kata-kata dewi saraswati dharma artha kama moksa Dharma Santi dharma wacana Doa Anak Hindu epos mahabharata ramayana filsafat agama hindu ganesha Gayatri Sebagai Mantra Yoga Hari Raya Galungan Hari Raya Kuningan Hari Raya Nyepi Hari Raya Pagerwesi Hari Raya Saraswati Hari Raya Siwaratri HINDU adalah ARYA DHARMA HINDU ADALAH SANATHANA DHARMA HINDU ADALAH VAIDHIKA DHARMA Hindu Agama Terbesar di Dunia Hindu Banten Hindu beribadah di Pura Hindu Festival Hindu Indonesia hindu nusantara Hindu Tengger Hinduism Facts Hinduism the Greatest Religion in the Word Hukum Karma Ida Pedanda sakti isi catur weda Jadilah Manusia Setia Japa dan Mantram Jiwa kakawin Kamasutra Keagungan Aksara Suci OM Kekawin Lubdhaka kepemimpinan jawa kuna Kerajaan Hindu kesadaran diri kidung dewa yadnya Kitab Suci Weda lontar Lontar Kala Maya Tattwa manawa dharma sastra Mantra Mantra Yoga manusa yadnya Meditasi Matahari Terbit Mengapa Kita Beragama menghafal sloka Mimbar Agama Hindu Moksha Motivasi Hindu Mpu Jayaprema nakbalibelog Naskah Dialog Nuur Tirtha Om or Aum one single family opini hindu moderat Panca Sradha panca yadnya Panca Yajna pandita Panglong 14 Tilem Kepitu parahyangan agung jagatkartta paras paros segilik seguluk Pasraman Pasupati Pembagian Kitab Suci Veda Pemuda Hindu Indonesia pendidikan hindu pengertian catur weda Pengertian Cuntaka penyuluh agama hindu Peradah percikan dharma Percikan Dharma Dewa Yajna phdi pinandita Pitra Yadnya Ngaben Pitrapuja potong gigi Principle Beliefs of Hinduism Proud To Be Hindu Puja dan Prathana Pujawali purana purnama tilem Purwaning Tilem Kapitu Radio online Bali rare angon nak bali belog Reinkarnasi Rgveda ritual hindu Roh Rsi yadnya sabuh mas sad darsana sad guru Samaveda sanatana dharma sang hyang pramesti guru Sang Kala Amangkurat Sang Kala Dungulan Sang Kala Galungan Sang Kala Tiga Sapta Timira Sarassamuscaya Sarassamuscaya Sloka sattvam rajah tamah Sekta Hindu Semangat Hindu seni budaya hindu Sex and Hinduism siwa budha waesnawa siwa ratri Sloka sloka bhagawad gita sloka Rgveda sloka yayurveda Slokantara Sloka Spiritual Bersifat Misterius spiritualitas hindu spma ribek sradha dan bhakti sri rama krishna paramahansa Sri Sathya Sai Baba Sri Svami Sivananda sumpah dalam perkara tabuh gesuri tabuh kreasi baru tabuh telu lelambatan tantri kamandaka tat twam asi tattwa susila upakara Tempat Suci Hindu tiga hubungan harmonis tri hita karana Tri kaya parisudha tri kerangka agama hindu tri mala tri pramana Triji Ratna Permata tujuan perkawinan tumimbal lahir upacara hindu upacara menek deha Upanisad Utsawa Dharma Gita vaidhika dharma Vasudhaiva Kutumbakam Vijaya Dashami widhi tatwa wija kasawur wiwaha agama hindu Yajna dan Sraddha yajna dan sradha Yayurveda Yoga Kundalini