UPACARA AMATIRAGA
|
Amati Raga |
Merupakan suatu
kebahagiaan yang luar biasa, umat Hindu di Provinsi Banten, pada hari Kamis 23 Nopember 2017 telah melaksanakan
Upacara Mediksa untuk sang Diksita Jero Mangku Gede Prof. Dr. I Wayan Ardana,
M.Pd, M.Fil.H dan Istri Jero Mangku Ni Wayan Suadnyani, ST. Upacara Mediksa
adalah Upacara Rsi Yadnya yang memiliki tujuan untuk menjadikan seorang Walaka
(orang biasa) atau Jero Mangku Gede menjadi seorang Sulinggih (orang
Suci).
Upacara
Mediksa memiliki tujuan mulia yaitu meningkatkan kesucian diri guna mencapai
kesempurnaan sebagai manusia. Tahapan demi tahapan harus dilaksanakan yaitu Upacara
Ngaturang Pejati dan berkunjung ke tempat Calon Adi Guru
(Nabe), Upacara Mepinton ke Tempat Calon Adi Guru, Upacara Sembah Pamitan,
Upacara Nuwur Adi Guru (Nabe) dan Diksa Pariksa. Yang menjadi Upacara inti
Upacara Mediksa adalah Upacara Amati
Raga. Mesiram dan Upacara Mediksa dengan
16 rangkaiannya serta Upacara Ngelinggihang Weda sebagai syarat dalam
kewenangan Ngeloka Palasraya.
Menjadi Sulinggih merupakan hal yang
sangat membahagiakan dan Upacara Mediksa menjadi kewajiban untuk dilaksanakan
bagi setiap Umat Hindu yang telah mampu baik secara mental maupun spiritual,
sehingga ia akan mampu meningkatkan kesucian dirinya baik lahir maupun bathin.
Mediksa bisa disebut juga Madwijati. Kata dwijati
berasal dari bahasa sanskerta, dwi artinya 2 dan jati berasal dari akar kata
ja yang artinya lahir. Secara
sederhana dapat dikatakan Upacara Mediksa adalah Upacara Lahir yang kedua kali.
Lahir pertama dari kandungan ibu dan kelahiran kedua dari kaki Sang Guru Suci
yang disebut Nabe, jadi Upacara Mediksa ini bermakna seseorang yang dilahirkan
kembali untuk dijadikan pemimpin suci bagi umat Hindu.
Dalam
Kitab Suci Weda, Atharvaveda XI. 5. 3. menguraikan bahwa saat pelaksanaan
diksa dvijati seorang Guru Nabe atau
Acarya seakan-akan menempatkan murid (sisya)
dalam badannya sendiri seperti seorang ibu mengandung bayinya, kemudian setelah
melalui vrata murid dilahirkan
sebagai orang yang sangat mulia (dvijati).
Dengan demikian pelaksanaan diksa dvijati
merupakan transisisi dari gelap menuju terang, dan avidya menuju vidya. Guru Nabe merupakan pembimbing moral sekaligus spiritual
bagi sang murid.
Seseorang yang telah Madwijati sering kita sebut dengan Ida
Pedanda, Pandita, Rsi, Sri Empu, atau Jero Dukuh, sebutan pendeta-pendeta Hindu
di Bali. Gelar ini diperoleh setelah menjalani pendidikan spiritual yang cukup
lama sampai mendapat pengakuan dari gurunya (Nabe) melalui suatu upacara
penobatan serta telah mendapat persetujuan dari pemerintah dan Parisada Hindu
Dharma Indonesia.
Setelah upacara penobatan atau diksa,
atas anugerah gurunya, seorang Pandita mendapat wewenang untuk membuat Air Suci
/ Tirtha sendiri yang dapat menentukan kedudukan hukum seseorang dalam
perkawinan, pengangkatan anak dan lain sebagainya. Seorang Pandita juga
berkewajiban memberi jasa pelayanan kepada umatnya (Loka Palasraya). Disamping
itu Sulinggih juga berkewajiban mempersembahkan pujaan (Meweda) setiap hari
yaitu melakukan pemujaan kepada Dewa Siwa dalam manifestasinya sebagai Bhatara
Surya (Surya Sewana), serta membantu umatnya dalam upacara pembakaran jenazah
(Ngaben) dan juga dalam setiap perayaan Nyepi atau tahun Baru Caka.