Makna Simbol dalam Upakara Banten; yaitu Canang
Makna
Simbol dalam Upakara Banten; Canang
Om Swastiastu;
Om Anobhadrah krtavoyanthu visvatah ;
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
Pinandita Lanang
Istri yang sudah disucikan yang saya hormati
Yang saya hormati;
Sesepuh dan Penasehat Banjar
Yang saya hormati;
Ketua dan Pengurus Banjar Ciledug
Yang saya hormati;
ketua dan Pengurus Tempek se Banjar Ciledug
Dan Umat Sedharma
yang berbahagia.
Pada hari ini saya
……………….. akan membawakan Dharma Wacana yang berjudul Makna
Simbol dalam Upakara Banten; yaitu Canang
Pertama-tama saya
menghaturkan rasa puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Sesuhunan Yang Melinggih di Pura Dharma
Sidhi karena atas asung kerta waranugraha-Nya lah saya dan kita semua dapat
hadir dalam persembahyangan ini dalam keadaan sehat walafiat.
Bapak-Ibu Umat
Sedharma yang berbahagia;
Kata ”Canang” berasal dari bahasa Jawa
kuno yang mulanya berarti sirih yang dihidangkan kepada para tamu yang sangat
dihormati. Kebiasaan makan sirih jaman dulu merupakan tradisi yang sangat
terhormat
Dalam Kekawin
Nitisastra menjelaskan
:
” Masepi
tikang waktra tan amucang wang”
Artinya
” Sepi
rasanya bila mulut kita tidak makan sirih”
Jadi Sirih merupakan sarana yang
benar-benar memiliki nilai tinggi, apalagi dengan banyak penelitian
mengenai manfaat daun sirih bagi pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.
Kebiasaan makan sirih kiranya sudah
membudaya diseluruh Nusantara, terbukti bila ada upacara adat pasti ada
suguhan makan sirih (kinang untuk bahasa Jawa).
Umat Sedharma yang
berbahagia;
Dalam persembahyangan untuk di Jawa ada
sesaji yang bernama Gedang Ayu Suruh Ayu Kembang wangi ( Bahasa Jawa,
artinya Pisang yang cantih, sirih yang cantih dan bunga harum). Setelah Agama
Hindu berkembang di Bali, daun sirih menjadi unsur penting dalam setiap
sesajian, yang menjadi unsur pokok dalam apa yang disebut banten canang.
Rangkaian sirih itu kemudian disebut
porosan.
Umat Sedharma yang
berbahagia;
Kami mencoba
menguraikan Bahan Banten Canang yang terdiri atas :
Porosan
Porosan dibuat dari daun sirih, kapur
dan buah pinang (jambe dalam Bahasa Jawa) dijepit atau dibungkus dengan
potongan janur dibentuk lancip Porosan dimaknai pemujaan kepada Ida Sang
Hyang Widhi dalam manifestasi Tri Murti (buah pinang sebagai lambang
Brahma, sirih sebagai lambang Wisnu, dan kapur sebagai lambang Siwa.
Manusia tidak terlepas
dari Lahir (Brahma), Hidup (Wisnu) dan Pralina (Iswara). Sehingga Arti Makna
dari Porosan adalah memohon tuntunan dan
kekuatan Tuhan (Tri Murti) agar diberikan tuntunan (sesuatu yang lahir dari
hati), kekuatan pikiran yang hening dan suci (pemeliharaan jiwa) serta dapat
menghilangkan (Pralina) segala bentuk pengaruh buruk duniawi agar tercapainya
hidup yang bahagia dan sejahtera.
Plawa
Plawa adalam daun dari tumbuh-tumbuhan.
Berdasar lontar Yajna Prakerti bahwa plawa melambangkan tumbuhnya pikiran yang
hening dan suci, maksudnya dalam memuja Hyang Wdhi hendaknya berusaha dengan
pikiran hening dan suci.
Bunga
Bunga dalam canang melambangkan
keihklasan. Memuja Tuhan Yang Maha Esa berlandaskan keihklasan
Dalam Bhagawadgita, VII.1 disebutkan
:
Sribhagavan
uvacha : mayy asaktamanah partha, yogam yunjan
madarasyah,
asamsayam samagram mam, yatha jnasyasi tach chhrinu
Artinya
Dengarkan
kini oh Partha, melaksanakan yoga, Dengan pikiranmu terpaku kepadaku, Dengan
aku sebagai pelindungmu, Tanpa ragu kau akan mengenal Aku sepenuhnya. Manusia
yang tidak mengihklaskan hidupnya akan selalu mengalami keresahan dalam
hidupnya. Seseorang yang resah tidak pernah memiliki perasaan tenang apalagi hening
dan suci.
Umat Sedharma yang
berbahagia;
Berikutnya
ada berupa Tetuesaan, Reringgitan dan jejahitan
Tetuesan, reringgitan dan jejahitan
melambangkan keteguhan hati untuk menuju kebaikan dan kebenaran
Bahan Banten
Canang selanjutnya ada Urassari
Urassari dibuat dari jejahitan,
tetuesan dan reringgitan pertama dibuat garis silang menyerupai tapak
dara yaitu bentuk sederhana dari Swastika. Kemudian
disusun sedemikian rupa menjadi bentuk lingkaran yang menyerupai Padma
Astadala, lambang stana Hyang Widhi dengan delapan penjuru mata anginnya
Berdasarkan ajaran Agama Hindu
penciptaan alam semesta ini oleh Hyang Widhi melalui tiga proses
1.
Srasti
adalah proses penciptaan alam semesta beserta isinya melalui evolusi dua unsur
purusa dan perdana
2.
Swastika
adalah proses ketika alam semesta seisinya mencapai puncak keseombangan yang
bersifat dinamis, kondisi ini dilambangkan dengan jejahitan dengan bentuk tapak
dara dan kemudian menjadi Padma Astadala Padma Astadala adalah lambang
perputaran alam yang dinamis dan seimbang sebagai sumber kebahagiaan.
3.
Pralaya
adalah proses alam semesta lebur keeembali keasalnya yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Umat Sedharma yang
berbahagia;
Dalam Kitab
Bhagawadgita III.24 menyebutkan
Utsideyur
ime loka na kuryam karma ched aham
samkarasya
cha karta syamupahanyam imah prajah
Artinya
Jika Aku
berhenti bekerja, dunia akan hancur lebur dan
Aku jadi
pencipta keruntuhan memusnahkan manusia ini semu
Umat Sedharma yang
berbahagia;
Selanjutnya kami sampaikan Makna Canang :
·
Lambang
perjuangan hidup manusia dengan memohon perlindungannya
·
Lambang
menumbuhkan keteguhan, kelanggengan dan kesucian pikiran manusia berlandaskan
yajna kehadapan Hyang Widhi
·
Sebagai
lambang suatu usaha umat manusia untuk mevisualisasikan ajaran Agama
·
Hindu
dalam bentuk banten memberi keterangan dan arti dan makna hidup ini
Bapak-Ibu Umat
Sedharma yang berbahagia;
Harapan
saya dari apa yang telah saya sampaikan dapat bermanfaat
bagi kita semua, Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana
ini saya mohon maaf. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang
tak retak. Akhir kata saya tutup dengan paramasantih.
Om Santih, Santih, Santih Om...