HARI RAYA PAGERWESI
Pagerwesi adalah hari khusus memagari diri dengan puja dan persembahan banten "Sesayut Pageh Urip" (SESAJI PAGAR JIWA). SESAJI PAGAR JIWA adalah inti ritual perayaan Pagerwesi bagi umat kebanyakan. Bagi para pendeta (sulinggih) hari Pagerwesi adalah hari penegakan "diri sebagai Lingga", "tubuh niskala Hyang Siwa", dengan sesaji "Sesayut Panca Lingga" (SESAJI LIMA PILAR BATIN). Ini hari khusus meneguhkan diri Sulinggih menjadikan "diri sebagai poros/pilar semesta" lewat ritual "memutar aksara Brahma" atau "ngarga" dan "mapasang lingga".
Marilah lebih rinci melihat perayaan Pagerwesi ini karena upacara peneguhan
jiwa ini terlebih dahulu diawali oleh 2 perayaan sebelumnya yaitu: Soma Ribek
dan Sabuh Mas. Dua perayaan ini pokok-pokok yang tidak terpisahkan dari hari
peneguhan jiwa (Pagerwesi).
Apa itu Soma Ribek?
Soma Ribek jatuh pada hari Senin (Soma) wara Pon wuku Sinta, sehari setelah
Banyu Pinaruh dan 2 hari setelah Hari Raya Saraswati.
Menurut pustaka Sundari Gama pada hari ini Sanghyang Tri Murti Amertha beryoga,
dengan pulu /lumbung (tempat beras dan tempat padi) selaku tempatnya. Pada hari
ini disarankan umat menyampaikan rasa syukur atas keberadaan pangan. Aspek
perayaan pangan ini dirayakan dengan menghentikan aktivitas pertanian selama
sehari, seperti: Dilarang menumbuk padi, menggiling beras dan sebagainya. Hari
ini peralatan pertanian, seperti tengala, cangkul, lampit dstnya disucikan
dengan sesaji dan doa-doa serta widhi widana dipusatkan pada persembahyangan di
pulu, lumbung atau tempat-tempat penyimpanan padi dan beras.
Soma Ribek, bagi kalangan petani, adalah semacam Hari Pangan. Yang dipuja
adalah Sang Hyang Tri Pramana yaitu: Dewi Sri, Bhatara Sadhana dan Dewi
Saraswati, dengan menghaturkan upakara di lumbung dan di pulu (gentong beras).
Banten atau sesaji yang dihaturkan adalah nyahnyah, gringsing, geti-geti,
pisang mas dan wangi-wangian, tanda syukur atas waranugraha berupa amertha
(makanan) dan kesuburan pertanian. Pada hari Soma Ribek, selain pantang untuk
menumbuk padi dan serta aktivitas produksi pertanian lainnya, dilarang
melakukan jual beli padi dan beras.
Keesokan harinya dilanjutkan dengan perayaan Sabuh Mas.
Apa itu Sabuh Mas?
Sehari setelah Soma Ribek adalah Sabuh Mas. Jatuh pada hari Anggara wara Wage
wuku Sinta merupakan Pesucian Sang Hyang Mahadewa dengan melimpahkan restunya
pada "raja berana", semua aset perhiasan berharga seperti segala
perhiasan emas, perak, permata, manik-manik dan sebagainya. Benda-benda
berharga ini dikumpulkan dan disucikan dengan upacara yadnya/widhi widhana.
Bagi umat Hindu Bali hari ini semacam perayaan Hari Aset Berharga.
Artikel Terkait Vasudhaiva Kutumbakam :
Hari Raya Pagerwesi
Setelah Soma Ribek, Sabun Mas, datanglah Hari Raya Pagerwesi. Lidah orang
Buleleng kadang menyingkatnya jadi PAGORSI atau PEGORSI.
Lontar Sundarigama menyebutkan:
"Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru
kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwatumitah sarwatumuwuh
ring bhuana kabeh".
Artinya: Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang
Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk
mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.
Lontar ini juga mengamanatkan para sulinggih untuk melakukan puja khusus.
"Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka
Prameswara. Tengahiwengi yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca Maha Bhuta,
sewarna anut urip gelarakena ring natar sanggah".
Artinya: Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang lingga sebagaimana layaknya
memuja Sang Hyang Prameswara (Pramesti Guru). Tengah malam melakukan yoga
samadhi, ada labaam (persembahan) untuk Sang Panca Maha Bhuta, segehan (terbuat
dari nasi) lima warga menurut uripnya dan disampaikan di halaman sanggah
(tempat persembahyangan).
Pendeta diminta untuk melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga. Tengah
malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi). Banten yang
paling utama bagi para Purohita adalah Sesayut Panca Lingga, sedangkan
perlengkapannya Daksina, Suci Pras Penyeneng dan Banten Penek.
Pagerwesi, jika dilihat dari isi lontar ini, adalah hari puja para sulinggih,
namun demikian umat diwajibkan ikut berdoa dan puja. Banten Pagerwesi
untuk umat umum (bukan pandita atau sulinggih) adalah natab Sesayut Pagehurip,
Prayascita, Dapetan, dilengkapi Daksina, Canang dan Sodaan.
Pada puja atau persembahyangan Pagerwesi yang membedakan banten Sulinggih dan
umat biasa adalah banten upacara "ngarga" dan "mapasang
Linggga" (peneguhan dan pengukuhan diri ssbagai titik dari lingga dan
hakikat Hyang Siwa) berupa banten Sesayut Panca Lingga untuk perlengkapan puja
yang dilakukan pendeta, sementara untuk umat umumnya adalah upacara peneguhan
diri berupa Sesayut Pageh Urip (Sesaji Pagar Jiwa).
Demikian kami sampaikan, Penjeasan mengenai Hari Raya
Pagerwesi ini, atas segala perhatiannya diucapkan terimakasih, Semoga apa yang
kami sampaikan, dapat bermanfaat.
Akhir kata, kami sampaikan Parama Shanti,