OM
suastyastu.
Dipenghujung Brahma muhurta, setelah menyelesaikan puja ke4 dalam rangkaian maha Siwa Ratri puja, sempat merenungkan tentang keberadaan sang diri. Secara jujur harus kuaui bahwa belum mampu memasuki salah satu lintasan progresif untuk mendekati Nya. Masih jauh dari sifat dan prilaku ikhlas dalam pelayanan secara vertical maupun horizontal. Apalagi bakti murni dengan penyerahan diri secara total.
Kemungkinan besar masih berada dalam lintasan ego, lintasan kegelapan juga disebut “aanawa maarga”. Berikut adalah ciri-ciri prilaku manusia yang berada dalam lintasan tersebut :
Sama sekali tidak meyadari bahwa semua yang ada dan akan ada sesungguhnya bersumber dari Brahman.
Tidak percaya karma phala, bahwa semua perilakunya akan kembali kepadanya, melalui bibir, tangan orang lain atau sesuatu diluar dirinya.
Sama sekali tidak relijius. Bila ada kegiatan relijius hanya berpangku tangan, bahkan selalu ada penolakan dalam hati, bahkan seringkali sampai terucapkan.
Sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk ikhlas, memberikan pelayanan. Semua kegiatan termasuk ditempat suci semuanya berlatar belakang pemikiran dunia-materi.
Merasa dirinyalah yang selalu benar “self oppointed teacher”, dan bergerak mengikuti langkahnya sendiri, artinya diberi masukan apapun akan cuek saja, tidak menggubris pandangan orang lain.
Emosinya hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Kalau menyangkut kepentingan diri sendiri dan kelurganya, sangat protektif dan pemurah. Philosofinya adalah instingtif hewani “ Let,s preserve the nest and the lair at all cost”. Emosinya sangat labil, berputar-putar hanya disatu tempat yaitu kepentingan sendiri (ego sangat menonjol).
Kesadaranannya masih sangat dibawah, hidupnya masih diselimuti kemarahan yang meluap, ketakutan dan irihati (super lower concsiusness/ kesadaran-tala-tala).
Mengabaikan dharma. Bisa saja orang seperti ini ada yang dalam hidupnya memperoleh artha cukup banyak dan kehidupan duniawi yang mapan. Semua itu karena karma masa lalunya (sanchitta karma). Namun pada umumnya, semuanya cepat atau lambat akan hilang terpralina, karena prilakunya yang sekarang. Ingat sloka suci yang mengajarkan bahwa bagi seorang penyembah Tuhan akan diberikan yang menjadi haknya, dan dilindungi yang sudah didapatnya. Masih banyak ciri lainnya yang merupakan penjabaran dari lima ciri pokok diatas seperti :
a. Tidak ada waktu untuk sadhana (disiplin spiritual).
b. Menghindari/tidak melakukan tirtha yatra tahunan.
c. Tidak melakukan persembahyangan sendiri/bersama (kel, komunitas) ditempat-tempat suci.
d. Tidak membaca kitab suci Veda.
e. Tidak ada keinginan mencapai mukti.
f. Tidak sungguh-sungguh meningkatkan kesucian diri. Walau tidak semua, ternyata masih ada ciri-ciri tersebut mewarnai sifat dan perilaku keseharian.
Semoga Dewa Siwa sebagai penguasa tamasika guna, berkenan mengijinkan setiap usaha untuk membebaskan diri dari kegelapan dan kebodohan. Dan akhirnya hormat dan bhakti kepada para guru yang telah memberikan ajaran serta membukakan mata hati ini dari kegelapan yang pekat.
OM ajananam timiran dasya, jananan jana salakaya, caksur unmilitamyena, tasmae Shri Gruru we namah. OM shanti,shanti,shanti OM.
sumber copas #group PAJK GN SALA
Dipenghujung Brahma muhurta, setelah menyelesaikan puja ke4 dalam rangkaian maha Siwa Ratri puja, sempat merenungkan tentang keberadaan sang diri. Secara jujur harus kuaui bahwa belum mampu memasuki salah satu lintasan progresif untuk mendekati Nya. Masih jauh dari sifat dan prilaku ikhlas dalam pelayanan secara vertical maupun horizontal. Apalagi bakti murni dengan penyerahan diri secara total.
Kemungkinan besar masih berada dalam lintasan ego, lintasan kegelapan juga disebut “aanawa maarga”. Berikut adalah ciri-ciri prilaku manusia yang berada dalam lintasan tersebut :
Sama sekali tidak meyadari bahwa semua yang ada dan akan ada sesungguhnya bersumber dari Brahman.
Tidak percaya karma phala, bahwa semua perilakunya akan kembali kepadanya, melalui bibir, tangan orang lain atau sesuatu diluar dirinya.
Sama sekali tidak relijius. Bila ada kegiatan relijius hanya berpangku tangan, bahkan selalu ada penolakan dalam hati, bahkan seringkali sampai terucapkan.
Sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk ikhlas, memberikan pelayanan. Semua kegiatan termasuk ditempat suci semuanya berlatar belakang pemikiran dunia-materi.
Merasa dirinyalah yang selalu benar “self oppointed teacher”, dan bergerak mengikuti langkahnya sendiri, artinya diberi masukan apapun akan cuek saja, tidak menggubris pandangan orang lain.
Emosinya hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Kalau menyangkut kepentingan diri sendiri dan kelurganya, sangat protektif dan pemurah. Philosofinya adalah instingtif hewani “ Let,s preserve the nest and the lair at all cost”. Emosinya sangat labil, berputar-putar hanya disatu tempat yaitu kepentingan sendiri (ego sangat menonjol).
Kesadaranannya masih sangat dibawah, hidupnya masih diselimuti kemarahan yang meluap, ketakutan dan irihati (super lower concsiusness/ kesadaran-tala-tala).
Mengabaikan dharma. Bisa saja orang seperti ini ada yang dalam hidupnya memperoleh artha cukup banyak dan kehidupan duniawi yang mapan. Semua itu karena karma masa lalunya (sanchitta karma). Namun pada umumnya, semuanya cepat atau lambat akan hilang terpralina, karena prilakunya yang sekarang. Ingat sloka suci yang mengajarkan bahwa bagi seorang penyembah Tuhan akan diberikan yang menjadi haknya, dan dilindungi yang sudah didapatnya. Masih banyak ciri lainnya yang merupakan penjabaran dari lima ciri pokok diatas seperti :
a. Tidak ada waktu untuk sadhana (disiplin spiritual).
b. Menghindari/tidak melakukan tirtha yatra tahunan.
c. Tidak melakukan persembahyangan sendiri/bersama (kel, komunitas) ditempat-tempat suci.
d. Tidak membaca kitab suci Veda.
e. Tidak ada keinginan mencapai mukti.
f. Tidak sungguh-sungguh meningkatkan kesucian diri. Walau tidak semua, ternyata masih ada ciri-ciri tersebut mewarnai sifat dan perilaku keseharian.
Semoga Dewa Siwa sebagai penguasa tamasika guna, berkenan mengijinkan setiap usaha untuk membebaskan diri dari kegelapan dan kebodohan. Dan akhirnya hormat dan bhakti kepada para guru yang telah memberikan ajaran serta membukakan mata hati ini dari kegelapan yang pekat.
OM ajananam timiran dasya, jananan jana salakaya, caksur unmilitamyena, tasmae Shri Gruru we namah. OM shanti,shanti,shanti OM.
sumber copas #group PAJK GN SALA
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas kunjungan dan kesan yang telah disampaikan