OM. SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA, AM, UM, OM

PRAKATA

Selamat Datang

Semangat Hindu merupakan blog bersama umat Hindu untuk berbagi berita Hindu dan cerita singkat. Informasi kegiatan umat Hindu ini akan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan.
Semangat Hindu semangat kita bersama.

Bersama Semangat Hindu kita berbagi berita dan cerita, info kegiatan, bakti sosial dan kepedulian, serta kegiatan keagamaan seperti ; pujawali, Kasadha, Kaharingan, Nyepi, Upacara Tiwah, Ngaben, Vijaya Dhasami dan lain sebagainya.

Marilah Berbagi Berita, Cerita, Informasi, Artikel Singkat. Bagi yang mempunyai Web/Blog, dengan tautan URL maka dapat meningkatkan SEO Web/ blog Anda.

Terima Kasih
Admin

RANBB

---#### Mohon Klik Share untuk mendukung blog ini ####---

Selasa, 29 April 2014

Uji Coba Posting Bloggeroid

Sebagai penghobby ng-blog atau yang lebih keren disebut blogger selalu ingin sesuatu yang baru. Walaupun sebenarnya itu bukanlah sesuatu yang benar-benar baru, hanya saja karena sang blogger baru menemukan atau mengetahuinya. Seperti halnya Bloggeroid ini, admin mencoba menjajalnya dulu, sebelum dipergunakan. Pastinya secara program Bloggeroid itu sudah teruji, namun tidak demikian halnya dengan admin yang masih gagap teknologi alias gaptek....


Masih banyak yang dibutuhkan untuk bisa mahir posting dengan app Bloggeroid ini, seperti memasukkan tagline, image, link, atau adsense. Padahal ini adalah hal yang patut dan harus bisa dikerjakan oleh blogger dimanapun kita akan posting.

Sekian uji coba posting dari bloggeroid... semoga berhasil...
posted from Bloggeroid

Senin, 28 April 2014

Dupa dan Dipa

Pandita Hindu
Perlengkapan Pandita
Di hadapan Sang Pandita yang sedang " Nyurya Sewana " tertata benda-benda yang menarik perhatian kita :  bunga harum warna-warni, toya (tirtha), bija, rumput suci, dupa dan dipa. Benda-benda terpilih ini memang tidak banyak jumlahnya, namun makna yang dikandungnya begitu dalam.

Bunga harum semerbak warna-warni tidak saja dapat dijadikan simbol kebahagiaan hati, kegembiraan dan mekarnya hati, tetapi adalah sari tumbuh-tumbuhan; toya yang hening adalah sarana penyucian, bija adalah padi, adalah benih kesucian, dupa dengan asapnya yang harum dan menyusup di angkasa bagaikan fikiran suci yang menyusup ke dalam alam, dan dipa, api yang tenang namun memberi cahaya yang cemerlang, bagaikan fikiran yang tenang namun memancarkan sinar cemerlang.

Sebuah nyanyian rokhani yang dipopulerkan dalam masyarakat menyebutkan : "Asep menyan majagau, candana nuhur dewane ........" asap harum yang keluar dari kemenyan gaharu dan sendana, bagaikan mengundang kehadiran para dewa (yang berbadankan cahaya) .... Dupa harum bagaikan mengundang para dewa, kekuatan Tuhan sebagai Maha Cahaya. Asap dan bau harum yang menyusup ke angkasa bagaikan mengundang cahaya-cahaya cemerlang di langit untuk menyinari dunia, menyinari sang pemuja yang dengan pikiran suci, hati yang suci, diri yang suci mengharap kehadirannya.

Sedangkan dipa, api yang tenang namun memancarkan sinar cemerlang menjadi perhatian para kawi. Susastra sering diumpamakan sebagai dipa yang memancarkan sinar cemerlang. Susastra dipanikang bhuwana sumeno prabhaswara ; Ilmu pengetahuan yang utama adalah bagaikan dipa-nya dunia yang bersinar cemerlang. Dalam kakawin Ramayana ada disebutkan bagaikan gua yang gelap pikiran yang dikuasai oleh kemabukan, kesombongan, dan kebusukan, dan keserakahan bagaikan ilar berbisa yang menempati gua itu, namun susastra, pengetahuan kesucian dapat dijadikan obor penerang memasuki gua itu.


Dupa dan Dipa yang merupakan api pemujaan, yang ditempatkan dihadapan sang pandita yang tengah menguncarkan mantra-mantra memuja Hyang Widhi, adalah api yang dimaksud untuk memberikan kebahagiaan kepada seluruh jagat. Kadi bahni ring pahoman, dumilah mangde sukaning rat, bagaikan api di tungku pedupaan, menyala-nyala membuat bahagianya seluruh dunia.

Setiap pagi para pandita memuja melakuak Surya Sewana, dengan sarana dupa dan dipa dihadapannya, untuk kerahayuan dan kebahagiaan seluruh jagat, seluruh bhuwana. Dupa dengan asapnya yang harum menyusupkan kebahagiaan ke seluruh jagat, juga mengundang kehadirian para dewa, pembawa cahaya yang akan memberikan kebahagiaan kepada seluruh jagat, dipa dengan cahayanya yang menyinari, memberikan suluh di kala kegelapan, juga menuntun kita ke jalan kebahagiaan. Tamaso ma jyotir gamaya ; Semoga Hyang Widhi menuntun kita dari kegelapan ke jalan yang disinari.
Sumber bacaan buku Wija Kasawur 2 Ki Nirdon. (RANBB)

Senin, 21 April 2014

Wiwaha dan Wijaya

Semangat Hindu
Buku Wija Kasawur
Ada sebuah karya sastra kakawin berjudul Arjuna Wiwaha Karya Mpu Kanwa namun ada pula yang memakai judul Arjuna Wijaya Karya Mpu Tan Tular. Karya yang lain memakai judul Abhimanyu Wiwaha, Subhadra Wiwaha, disamping karya sastra kakawin berjudul Pretu Wijaya, Hari Wijaya, Kresna Wijaya, Ratna Wijaya, Rama Wijaya dan yang lain. Baca artikel  Perempuan dalam Dunia Kakawin.


Wiwaha dan Wijaya menjadi menarik perhatian kita. Wiwaha di dalam kamus biasa diterjemahkan dengan "perkawinan" atau "membawa pergi"; sedangkan Wijaya diterjemahkan dengan "kemenangan", "keberhasilan". Namun makna dalam kamus tentu tidak sama dengan makna simbolik. Baca artikel Sudahhkah Dharma Mengalahkan Adharma?

Ada sebuah jawaban yang diberikan oleh Sang Arjuna kepada Bhatara Indra yang menyamar sebagai pandita ketika menggodanya : .......hana pinaka kakangkwan Sri Dharmatmaja karengo, sira ta pinatapaken mahyun digjaya wijaya. "............. ada kakak hamba Sang Dharmawangsa, kepadanyalah hamba mengabdikan diri demi kejayaannya ". Dan ketika Mpu Kanwa menggambarkan perasaan Sang Arjuna setelah bertemu dengan saudara-saudaranya disuratkan dalam kakawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut : ...........Saksat wah suka ramya rakwa kadi megha manuruni tasik, sangsiptan ri huwus nikang samaya digwijaya gati nira .".........bagaikan air bah kesenangan beliau atau bagaikan mendung menjatuhkan hujan di samudera; singkatnya mereka telah berikrar untuk mencapai kemenangan yang dilang gemilang."


Bahwa Jaya, Wijaya, Digjaya, itulah yang menjadi tujuan Sang Arjuna melakukan pertapaan. Dan semua itu dilukiskan dengan indah dalam sebuah karya sastra kakawin Arjuna Wiwaha. Arjuna dalam karya sastra yang digubah oleh Mpu Kanwa dari itihasa Mahabharata (pada bagian Wana-parwa) itu memang melukiskan perkawinan antara Arjuna dengan para bidadari setelah ia berhasil mengalahkan maharaja sakti namun sombong Niwatakawaca, para bidadari yang sebelumnya ternyata telah gagal menggodanya. Tetapi di balik itu Mpu Kanwa sesungguhnya ingin melukiskan perkawinan antara sang pertapa Arjuna dengan sakti yang diterimanya atas anugerah Hyang Siwa.

Setelah Sang Arjuna berhasil mengalahkan segala godaan yang ditimpakan kepada dirinya, Hyang Siwa, Dewata Penganugerah hadir dihadapannya. "Ananda ternyata telah berhasil menemukan segala kehendakmu; ada anugerah berupa Cadu Sakti (empat kekuatan) dalam bentuk senjata, panah Pasupati namanya sangat terkenal, lihatlah !". Arjuna mendapat anugerah berupa "senjata" Cadusakti, empat sakti. Dalam kitab-kitab Siwa-tattwa dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Cadusakti tiada lain adalah Wibhusakti, Prabhusakti, Jnanasakati dan Kriya sakti.
Wibhusakti bermakna maha ada, menyusup pada semua yang ada (bagaikan api dalam kayu, minyak dalam santan), Prabhusakti bermakna maha kuasa, Jnanasakti bermakna maha mengetahui, dan Kriya sakti bermakna maha karya.

Itulah sakti yang diterima oleh ksatria pertapa Arjuna. dan Arjuna manunggal, bersatu atau kawin (samyoga, samgama wiwaha), dengan keempat sakti itu. Maka Arjuna pun kemudian disebut sebagai "manusia sakti". Baca artikel Seberapa Dekatkah Anda dengan Tuhan Anda ?

Ketika Daitya Niwatakawaca mendapat anugerah Hyang Siwa karena kuatnya tapa yang dilakukannya, anugerah berupa kekuatan utama yaitu tidak akan terbunuh oleh dewa, yaksa dan raksasa, Hyang Siwa berpesan kepadanya, "nghing yan manusa sakti yanta juga ko !" (tetapi jika ada manusia sakti, hati-hati engkau). Dan ternyata "manusia sakti" yang harus dihadapinya tiada lain adalah Sang Arjuna yang telah mendapat anugerah senjata Cadusakti. Maka Arjuna telah melakukan Wiwaha dengan mencapai Wijaya.

Sumber bacaan buku Wija Kasawur 2 Ki Nirdon. (RANBB)

Kamis, 10 April 2014

Jalan Menuju Kemenangan

hindu bali
Sarvepalli Radhakrishnan
Jalan Menuju Kemenangan. Sabda Sathya Sai. Dengan usaha dan keyakinan yang mantap, kemenangan adalah jaminannya. Pendekatan disiplin menghasilkan panen yang berlimpah. Kita harus terus melangkah maju meskipun mengalami sedikit kemunduran dan hambatan. Ketika latihan yang kita lakukan sesuai dengan aturan dan kita mendapatkan rahmat Tuhan, maka hadiah dari usaha yang kita lakukan akan diberikan.


Hanya dengan keyakinan yang mantap yang dapat memberikan kemenangan. Engkau tidak dapat merubah kesetiaanmu sesuka hatimu. Peganglah dengan kuat sampai kesadaran itu diberikan.


Sabda Sathya Sai 5, halaman 73.

Baca Sabda Sathya Bagaimana cara  kita melaksanakan Dharma.

Keyakinan membantu kita dalam mengejar tujuan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tuhan menganugrahkan keyakinan dengan rahmat Beliau. Tuhan penuh dengan rasa kasih sayang sehingga Beliau tidak akan mengecewakan bagi para pencari spiritual yang bersungguh-sungguh. Kepastian dari harapan kita adalah seperti kekuatan dari gemuruh ombak yang besar, ini akan menyapu bersih semua rintangan yang menghalangi jalan.

Keyakinan dapat bekerja sangat menakjubkan, ini dapat mendorong Tuhan untuk mengejewantahkan diri-Nya sendiri dan memberikanmu apa yang engkau yakin yang akan Beliau berikan.


Sabda Sathya Sai 2, halaman 216.

Keyakinan yang mantap tidak tumbuh dalam waktu satu malam. Keyakinan ini tiba dengan kareta yang lambat, ditarik oleh banteng-banteng kekuatan dan ketetapan hati. Tidak ada lagi objek lain yang penting untuk dicari selain dari menyadari kehadiran Tuhan yang ada dimana-mana. Keyakinan yang kita miliki memberikan kepada kita kesabaran ketika kita  mengembangkan kemampuan membedakan dalam bidang spiritual. Kemampuan ini memungkinkan bagi kita untuk mengetahui mana yang nyata dan nilai-nilai yang kekal. Ketika kita merasakan rasa manis dari nilai spiritual, perjalanan itu menjadi sebuah kesenangan, sampai tiba waktunya, keyakinan menyokong penglihatan.

Keyakinan hanya dapat datang secara perlahan, melalui bergaul dengan orang-orang yang baik, membaca kehidupan dan pengalaman dari orang-orang yang baik, dan mendapat pengalaman sendiri.


Sabda Sathya Sai 7 , halaman 124. 
Sumber bacaan Buku Jalan Setapak Menuju Tuhan (Pathways to God) Jonathan Roof. Penerbit Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonesia, Jakarta, 2013. (RANBB)

Sabtu, 05 April 2014

Tutur dan Tutud

TUTUR dan TUTUD. Tutur dan Tutud tidak berasal dari bahasa Sanskerta, namun keduanya menjadi istilah yang sarat makna dalam ajaran spiritual Hindu yang mengakar di Indonesia. Tutur dan Tutud adalah bahasa Kawi, bahasa yang dipakai oleh para Kawi-Wiku dalam menulis karya-karya sastra dan filsafat.

Tutur berarti "sadar" , lawan kata kata lupa (lupa), dalam bahasa Sanskerta disebut Smrti; sementara itu tutud berarti "pusat ati", dalam bahasa Sanskerta disebut hredaya. Apa hubungan kedua kata ini ?

Dalam lontar Maha-padma kedua kata ini tersurat dalam suatu deretan kata yang sangat menarik, dalam sebuah tuangan makna yang mendalam : Hana ta ya otot apetak-putih ring tutud. Ya sanghyang Tutur Jati ngaran. Yeka ta paraning matutur, yang mengeta mwang lupa. Apan ing menget matutur, sangkan ing lupa. Apan sangkan in matutur, sangkan ing menget. Apan sangkan ing menget, ya sangkan ing lupa. Ya ta sira ingaranan ta rasa lupa. Rasa lupa, ngaran, yan ta hana karana ring bhuwana, mwang sarira. Apan sira sinangguh Sang Hyang Siwa, apangawak tutur langgeng. 

Adalah "otot" yang berwarna putih di ari, itu disebut Sang Hyang Tutur-Jati. Itulah pusat kesadaran, ingat dan lupa. Karena ingat dan sadar adalah asal dari lupa. Karena asal sadar adalah juga asal ingat. Karena asal ingat adalah juga asal lupa. Itulah yang disebut rasa-lupa. Yang dimaksud rasa-lupa adalah apabila pikiran telah tidak dibelenggu oleh dunia (bhuwana) adan badan (sarira).

Kesimpulannya : Kesadaran Abadi itulah yang "Kuasa", karena Beliau disebut Sang Hyang Siwa, yang berbadankan ("kesadaran Abadi")
Hyang Siwa bersthana di dalam "tutud" yang berwarna putuh. Bagi seorang Sadhaka, seorang yogi, tutud berada dalam diri di ati, namun bagi masyarakat luas, mereka perlu membuat "tutud" di luar dirinya. Maka mereka lalu mendirikan tempat suci, mendirikan Padmasana untuk mensthanakan lalu memuja Hyang Siwa. Dan para Kawi menjadikan karya sastranya sebagai "tempat suci" lalu mensthanakan Hyang Siwa di tempat suci yang disusun dengan untaian indah batu-bata kata itu.

Mpu Kanwa misalnya dalam candi bahasa kakawin Arjunawiwaha, secara khusus menempatkan kata tutur dalam konteks yang sangat menarik, yaitu dalam kidung pujaan ke hadapan Hyang Siwa : .... sang maksat metu yang hana wwang amuter tutur pinahayu. "Hyang Siwa akan nampak dengan nyata apa bila ada orang memerah "tutur" dengan benar ". Sebelumnya Mpu Kanwa menyusun kata-kata sebagai berikut: Yang langgeng ikan Siwasmrti dateng sredhha Bhatareswara . "Kalau langgeng kesadaran Siwa di hati tentu Beliau akan memberikan anugerah".

Siwasmrti sama dengan Siwatutur, maka kalimat itu dimaksudkan juga untuk mengatakan : Sang Hyang Siwa apangawak tutur langgeng, sebagaimana tersurat dalam lontar Maha-padma diatas.
Maha-padma juga menyuratkan bahwa tutud yang menjadi pusat tutur adalah juga berada di rongga dalam bunga kadali atau kadalipuspa (mareng kuwung dalem ing kadali puspa, nga, tutud). Sementara itu Lontar Nawaruci menyatakan bahwa tutud adalah ujungnya bunga kadali (ring kadali puspa tungtung ing tutud). Dan menurut Jnanasiddhanta akasara suci OM ketika diuncarkan oleh seorang sadhaka, oleh orang suci, jalannya melewati tutud (sang hyang Pranawa makahawan tutud)

Demikianlah tutud dan tutur menjadi bahan renungan bagi para pemuja Hyang Siwa. Renungan yang juga seharusnya dilakukan pada hari Raya Siwaratri. Sumber bacaan buku Wija Kasawur, Ki Nirdon. (RANBB)

Selasa, 01 April 2014

Wija Kesawur : Kala dan Kali

KALA DAN KALI. Setiap kita mengadakan acara Dharma Santi, acara yang terangkai dengan penyambutan Tahun Baru Saka atau Hari Raya Nyepi, kita senantiasa ingin merenungkan makna perjalanan "waktu", yang disebut sebagai Kala. Dalam kita Santi Parwa. Kala mendapat uraian penting dari Maharesi Wyasa, uraian yang disampaikan kepada Maharaja Yuddhistira : Bila menjadi kehendak Sang Kala, maka ilmu pengetahuan, mantra dan japa, demikian juga obat-obatan tidak akan membawa hasil.


Setelah menjelaskan secara mendalam tentang Sang Kala, juga Sang Kala Mretyu (Waktu Kematian, baca artikel terkait Menyadari Datangnya Kematian) yang mengerikan, Maharesi Wyasa membuat sebuah kesimpulan : " An mangkana purih niking janma, kinawasakening kala, sangsara swabhawanya, haywa ta pramada, pahahening ikang budhhi, heneben wehen remegepang moksamarga "

Demikianlah keadaannya menjadi manusia dikuasai oleh waktu, dan biasanya menderita, oleh karena itu janganlah alpa, sucikanlah budi anda, tenangkan, berilah kesempatan untuk bermeditasi untuk mencapai alam "kebebasan".

Dalam karya-karya sastra, khususnya mahakawya Mahabharata dan Ramayana, senantiasa kita diajak untuk merenungkan hakikat Waktu itu, kita juga disarankan untuk "bersahabat" dengannya. Suatu kali Sri Rama bercakap-cakap dengan Sang Kala, ketika beliau mengunjungi Ayodhya, dan Sang Kala hadir berwujud seorang pandita (tapa-sarupa). Setelah bercakap-cakap dengan pandita siluman ini, tidak lama kemudian Sri Rama meletakkan kerajaan.

Agaknya para pemimpin diajarkan untuk memahami hakikat waktu itu. Maka dalam kitab Niti Sastra, sebuah kitab sastra-filsafat yang secara khusus ditulis untuk para pemimpin (niti) diuraikan secara mendalam dan menarik apa yang disebut zaman Kali, bagian keempat dari tahapan waktu atau zaman (Kali-Yuga). Menurut kitab ini siklus waktu ada empat tahapan disebut Catur Yuga; Kreta, Dwapara, Treta dan Kali. Kali-yuga adalah zaman kehancuran, ketika krisis terjadi dimana-mana. Ciri-ciri zaman Kali menurut kitab tersebut : ketika orang yang berkuasa adalah orang-orang kaya, dan semua lapisan masyarakat mengabdi kepada orang-orang kaya (dhaneswara). "Apabila zaman Kali tiba pada akhir masa, hanya kekayaan yang dihargai orang; kaum pejuang dan pemberani akan mengabdi kepada orang-orang kaya ( guna sura pandita widagdha pada mangayap ing dhaneswara ); semua pelajaran para pandita yang rahasia menjadi hilang, keluarga-keluarga yang baik dan para anak menipu dan mengumpat orang tuanya, orang-orang jahat mendapat penghargaan dan kepandaian ".

Selanjutnya dengan sangat mengesankan disuratkan : " Negara guncang dan diselubungi kebingungan, para pemimpin tidak lagi memberikan sedekah, melainkan disedekahi oleh orang-orang kaya ( ratu hina dina dinananing dhaneswara ). " Sementara itu struktur dan sistem alam menjadi kacau : pohon-pohon cempaka, cendana, nagasari yang harum ditebang untuk memagari pohon-pohon belatung yang berduri dan gatal; angsa, merak dibunuh untuk memanjakan burung gagak dan bangau, burung-burung pemakan daging.

Sungguh mengerikan gambaran yang diberikan terhadap zaman Kali itu, ketika Sang Kala (Mretyu) semakin mengicar manusia. Manusia tidak dapat menghindar dari Dewa Maut itu, karena waktu merupakan tubuhnya ( kala pinakawaknira ), ia memakan semua mahluk hidup yang ada ( sira ta amangan iking sarwabhawa ). Itulah Sang Kala, yang secara simbolik-religius adalah putra Hyang Siwa. Sumber bacaan buku Wija Kasawur (2) Ki Nirdon. (RANBB)

Cari Artikel di Blog ini

Berita Terkait Semangat Hindu

Artikel Agama Hindu

108 Mutiara Veda 3 kerangka agama hindu advaita visistadviata dvaita Agama Hindu Dharma agama islam Ajaran Hindu aksara suci om Apa yang dimaksud Cuntaka Apa yang dimaksud dengan Japa Apa yang dimaksud dengan Puja arcanam nyasa aris widodo artikel hindu arya dharma Arya Wedakarna Asta Brata Atharvaveda Atman avatara sloka babad Badan Penyiaran Hindu bagian catur weda bahasa jawa kuno bahasa kawi bahasa sanskerta Banggalah Menjadi Hindu banten hindu bali Belajar Hindu BELAJAR ISTILAH AGAMA HINDU bhagavad gita Bhagawadgita bhagawan bhuta yadnya Bimas Hindu BPH Banten brahma wisnu siwa Brahman Atman Aikyam brahmana ksatriya wesia sudra budaya bali budha kliwon sinta Bukan Heroisme Canakhya Nitisastra cara sembahyang hindu catur asrama Catur Brata Catur Cuntakantaka Catur Purusha Artha Catur Purusharta catur veda Catur Warna Catur Weda Cendekiawan Hindu Cinta Kasih Dalam Perspektif Hindu Dana Punia Deva adalah sinar suci Brahman Deva Brahma Deva Indera dewa dewi hindu dewa yadnya dewata nawa sanga dewi kata-kata dewi saraswati dharma artha kama moksa Dharma Santi dharma wacana Doa Anak Hindu epos mahabharata ramayana filsafat agama hindu ganesha Gayatri Sebagai Mantra Yoga Hari Raya Galungan Hari Raya Kuningan Hari Raya Nyepi Hari Raya Pagerwesi Hari Raya Saraswati Hari Raya Siwaratri HINDU adalah ARYA DHARMA HINDU ADALAH SANATHANA DHARMA HINDU ADALAH VAIDHIKA DHARMA Hindu Agama Terbesar di Dunia Hindu Banten Hindu beribadah di Pura Hindu Festival Hindu Indonesia hindu nusantara Hindu Tengger Hinduism Facts Hinduism the Greatest Religion in the Word Hukum Karma Ida Pedanda sakti isi catur weda Jadilah Manusia Setia Japa dan Mantram Jiwa kakawin Kamasutra Keagungan Aksara Suci OM Kekawin Lubdhaka kepemimpinan jawa kuna Kerajaan Hindu Keruntuhan Agama Hindu kesadaran diri kidung dewa yadnya Kitab Suci Weda lontar Lontar Kala Maya Tattwa Maharsi Atri Maharsi Bharadvaja Maharsi Gritsamada Maharsi Kanva Maharsi Vamadeva Maharsi Vasistha Maharsi Visvamitra manawa dharma sastra Mantra Mantra Yoga manusa yadnya Meditasi Matahari Terbit Mengapa Kita Beragama menghafal sloka Mimbar Agama Hindu Moksha Motivasi Hindu Mpu Jayaprema nakbalibelog Naskah Dialog Nuur Tirtha Om or Aum one single family opini hindu moderat Panca Sradha panca yadnya Panca Yajna pandita Panglong 14 Tilem Kepitu parahyangan agung jagatkartta paras paros segilik seguluk Pasraman Pasupati Pembagian Kitab Suci Veda Pemuda Hindu Indonesia pendidikan hindu pengertian catur weda Pengertian Cuntaka penyuluh agama hindu Peradah percikan dharma Percikan Dharma Dewa Yajna phdi pinandita Pitra Yadnya Ngaben Pitrapuja potong gigi Principle Beliefs of Hinduism Proud To Be Hindu Puja dan Prathana Pujawali purana purnama tilem Purwaning Tilem Kapitu Radio online Bali rare angon nak bali belog Reinkarnasi Rgveda ritual hindu Roh Rsi yadnya sabuh mas sad darsana sad guru Samaveda sanatana dharma sang hyang pramesti guru Sang Kala Amangkurat Sang Kala Dungulan Sang Kala Galungan Sang Kala Tiga sapta rsi Sapta Timira Sarassamuscaya Sarassamuscaya Sloka sattvam rajah tamah sejarah agama hindu Sekta Hindu Semangat Hindu seni budaya hindu Sex and Hinduism siwa budha waesnawa siwa ratri Sloka sloka bhagawad gita sloka bhatara sloka Rgveda sloka yayurveda Slokantara Sloka Spiritual Bersifat Misterius spiritualitas hindu spma ribek sradha dan bhakti sri rama krishna paramahansa Sri Sathya Sai Baba Sri Svami Sivananda sumpah dalam perkara tabuh gesuri tabuh kreasi baru tabuh telu lelambatan tantri kamandaka tat twam asi tattwa susila upakara Tempat Suci Hindu tiga hubungan harmonis tri hita karana Tri kaya parisudha tri kerangka agama hindu tri mala tri pramana Triji Ratna Permata tujuan perkawinan tujuh penerima wahyu tumimbal lahir upacara hindu upacara menek deha Upanisad upaweda Utsawa Dharma Gita vaidhika dharma Vasudhaiva Kutumbakam VEDA ADALAH ILMU PENGETAHUAN SUCI vedangga Vijaya Dashami Wasudewa Kutumbhakam widhi tatwa wija kasawur wiwaha agama hindu Yajna dan Sraddha yajna dan sradha Yayurveda Yoga Kundalini