NASKAH DIALOG : MIMBAR
AGAMA HINDU
TEMA 2 : PENGERTIAN
CUNTAKA DAN RUANG LINGKUPNYA
Ditulis untuk
kegiatan BPH (Badan Penyiaran Hindu) Provinsi Banten oleh Admin Blog.
Prolog – Durasi
5 Menit
Menceritakan kegiatan umat Hindu
1.
Kegiatan Karawitan diiringi
gambelan Geguntangan.
2.
Dibuka oleh presenter
3.
Dilanjutkan dengan dialog (sesuai
skrip)
Dialog – durasi 15 Menit
Presenter & Narasumber : Om
Swastiastu,
Presenter :
Bapak Ibu se dharma yang berbahagia, pada Mimbar Agama Hindu kali ini kita
telah disuguhi Kerawitan yang diiringi Geguntangan. Dari kegiatan kerawitan ini,
ada beberapa hal yang memerlukan penjelasan bagi kita umat Hindu. Pada
kesempatan yang baik ini telah hadir dihadapan kita, Ida Pandita Dharma Putra
Paseban sebagai narasumber dalam Mimbar Agama Hindu ini yang bertema, Cuntaka.
Presenter :
Ratu Pandita yang sampun meraga suci yang kami muliakan. Apa yang dimaksud
dengan Cuntaka ?
Pandita : Pemirsa yang budiman dan umat Hindu yang
berbahagia. Cuntaka adalah keadaan tidak suci atau tidak bersih secara Niskala
yang disebabkan oleh beberapa hal tertentu, seperti haid (datang bulan) bagi
perempuan, melahirkan, keguguran dan kematian salah seorang anggota keluarga.
Demikian ketentuan yang ada dalam Manawa Dharma Sastra, kemudian dalam Widhi
Sastra, Catur Cuntakantaka, Pangalantaka, memerinci 11 keadaan yang menyebabkan
Cuntaka dengan ruang lingkup dan jangka waktunya.
Sehingga Cuntaka itu tidak
hanya datang bulan saja, dan tidak hanya perempuan saja. Tidak hanya orang
dewasa saja, tetapi juga kepada anak-anak kita apabila ada salah satu anggota
keluarga kita, ada yang meninggal.
Dalam keadaan Cuntaka umat
Hindu tidak diperkenankan untuk memasuki tempat suci ataapun melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan yang dianggap suci.
Presenter :
Apakah pekerjaan-pekerjaan suci yang dimaksudkan ?
Pandita : Dalam agama kita, pekerjaan suci sering
dikaitkan dengan pekerjaan yang berhubungan dengan keagamaan. Seperti membuat
sesaji, banten atau upakara lainnya. Secara psikologis, wanita yang sedang
datang bulan emosinya dalam keadaan tidak stabil, sehingga bisa berpengaruh
pada perasaan, jiwa yang mana kita ketahui bersama, membuat banten atau upakara
memerlukan jiwa yang tenang, seni, bergembira, penuh ketulus-ikhlasan.
Presenter : Apakah
dalam keadaan Cuntaka bisa belajar Megeguritan seperti yang kita saksikan tadi
? bagaimana nike Ratu Pandita.
Pandita : Para Pemirsa Televisi yang berbahagia.
Kegiatan megeguritan, megending pupuh dalam keadaan latihan, bukan dalam
situasi sedang melaksanakan Yadnya, Upacara Panca Yadnya, dalam keadaan Cuntaka
tidak apa-apa. Sepanjang rasa hati kita tidak bertentangan, perasaan kita tidak
ada penolakan, kegiatan itu tidak apa-apa. Kembali kepada jiwa emosional kita,
semasih hal tersebut menyangkut pribadi kita, dan tidak melibatkan
kepentingangan umum, itu dapat dilaksanakan.
Presenter :
Bagaimana dengan membaca Sloka-Sloka, atau mempelajari mantra-mantra yang ada
dalam lontar, Kitab Suci kita, apakah dalam keadaan Cuntaka diperbolehkan.
Pandita : Pemirsa televisi yang budiman dan umat
Hindu yang berbahagia. Membaca Sloka atau Gegitaan, kemudian ada megeguritan,
ada yang disebut Mekidung, Karawitan, itu semua adalah seni Suara atau Dharma
Gita. Di Bali kita sudah mengenal yang namanya “Sekar” yang ada empat; yaitu
Sekar Rare, Sekar Alit, Sekar Madya dan Sekar Agung. Melalui kreasi seni suara
ini ajaran keagamaan diselipkan di dalamnya. Ajaran yang menyangkut Tattwa,
Susila dan Upacara, yang mana kita pahami ketiganya ini merupakan tiga kerangka
dasar agama Hindu. Dalam bagian Upacara ada Panca Yadnya; Dewa Yadnya, Pitra
Yadnya, Resi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
Bagaimana kaitannya dengan
keadaan Cuntaka ? Melantunkan “Sekar Rare” dan “Sekar Alit” lebih bersifat
hiburan, melila cita, menyenangkan hati, membuat suasana menjadi indah dan
tentram, tentu dalam keadaan Cuntaka tidak ada masalah. Berbeda halnya dengan
Sekar Madya dan Sekar Agung yang pada umumnya dikaitkan dengan pelaksanaan
Yadnya, yaitu Panca Yadnya.
Sekar Agung sering disebut
dengan kekawin yang dibentuk berdasarkan wrtta, matra. Wrtta artinya banyak
suku kata dalam tiap kalimat. Matra artinya kedudukan guru laghu dalam tiam
Wrtta. Dalam satu pada kakawin
biasanya terdiri dari empat baris kalimat, umumnya adalah sloka-sloka dalam
Bhagawad Gita, yang diperdengarkan dalam kegiatan upacara Yadnya. Sehingga
tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang Cuntaka.
Presenter : Seperti
disebutkan diawal Cuntaka tidak hanya untuk perempuan tetapi juga laki-laki.
Apa saja yang menjadi penyebab Cuntaka tersebut ?
Pandita : Pemirsa yang budiman, adapun Penyebab
Cuntaka dan Ruang Lingkupnya serta jangka waktu seseorang masih dalam keadaan
Cuntaka adalah
1.
Kematian : Keluarga terdekat
sampai dengan mindon, serta orang-orang yang ikut mengantarkan jenasah,
demikian pula alat-alat yang dipergunakan dalam keperluan tersebut. Untuk
jangka waktunya disesuaikan dengan, Loka Dresta (kebiasaan setempat) dan Sastra
Dresta (ketentuan sastra).
2.
Datang Bulan / Haid, Cuntaka
hanya untuk yang mengalami saja, termasuk juga kamar tidurnya. Untuk jangka
waktu selama masih mengeluarkan darah sampai membersihkan diri.
3.
Bersalin atau melahirkan, Cuntaka
untuk yang melahirkan dan suami (laki-laki), beserta seluruh rumah yang
ditempati. Jangka waktu sekurang-kurangnya 42 hari dan berakhir setelah
mendapat tirtha pebersihan.
4.
Keguguran, Cuntaka untuk yang
mengalami dan suami (laki-laki) beserta seluruh rumah yang ditempati dalam
jangka waktu sekurang-kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha
pebersihan.
Presenter
: Selain yang sudah Ratu Pandita sebutkan, apakah masih ada penyebab Cuntaka ?
Pandita : Penyebab lain kita dikatakan Cuntaka, tadi
baru disebutkan sebanyak 4, kita lanjutkan yang ke-5
5.
Gamia Gamana, incest hubungan seks antara anak dengan
orangtua, antara saudara sekandung. Ada pula yang menggolongkan pedofile,
termasuk Gamia Gamana selain tentunya sebagai perbuatan kriminal. Ruang lingkup
Cuntaka ini cukup luas, selain pada diri si pelaku juga desa adatnya. Jangka
waktu berakhir sampai diadakan pebersihan baik terhadap pribadi pelaku maupun
desa adatnya.
6.
Salah Timpal itu artinya berhubungan
badan dengan hewan atau binatang, juga disebut dengan Agamia. Yang Cuntaka
adalah yang melakukan dan desa adat setempat. Jangka waktu berakhir sampai
diadakan pebersihan baik terhadap pribadi pelaku maupun desa adatnya.
7.
Hamil tanpa Upakara Keakaon juga
termasuk dalam Cuntaka untuk pribadi dan kamar tidurnya. Jangka waktu berakhir
bila telah dilaksanakan upacara Beakaon atau upacara perkawinan yang sah.
8.
Mitra Ngalang (nyolong semara,
semara dudu) dalam bahasa Indonesia disebut pemerkosaan. Selain termasuk
kriminal juga yang mengalami akan Cuntaka yang akan berakhir bila diadakan
upacara beakaon
9.
Perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan agama dapat dikatagorikan sebagai Cuntaka pada pelakunya,
seperti melakukan perbuatan Sad Tatayi yaitu Agnida ; membakar milik /diri
orang lain, Visada ; Meracuni, Atharva ; melakukan praktek ilmu hitam,
Sastragna ; Mengamuk, gelap mata, Dratikrama ; memperkosa, melakukan pelecehan,
dan Rajapisuna ; menghasut,memfitnah.
Hal ini
merupakan hal yang berkaitan dengan Susila kita, sehingga dalam
kegiatan-kegiatan suci kita diharakan untuk senantiasa dalam keadaan bersih,
suci pikiran, perkataan dan perbuatan.
Presenter :
Pemirsa televisi yang budiman, demikian sudah dijelaskan kepada kita hal-hal
yang berkaitan dengan Cuntaka, jadi tidak hanya perempuan saja yang
mengalaminya tetapi juga bisa laki-laki, bahkan suatu desa.
Marilah kita sebagai umat
Hindu untuk senantiasa meningkatkan Susila kita dalam pergaulan sehari-hari,
sehingga kegiatan keagamaan yang kita lakukan senantiasa dapat suci nirmala
tanpa leteh.
Umat Hindu Sedharma, demikianlah
acara Mimbar Agama Hindu pada hari ini, semoga kita senantiasa dalam lindungan
Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Presenter
& Narasumber : Om Santih-Santih-Santih Om